Chapter 29

1.4K 125 31
                                    






Hey y'all, hari ini aku update, setelah kemarin juga update, anggap aja ini double up ya hehehehe, rencananya sih tadi malam up nya tapi semalem ngantuk berat dan pagi ini baru menyempurnakan chapternya sambil berpikir keras untuk bumbu-bumbu tambahan (azekk 😂)  semoga kalian suka sama chapter ini dan jangan jadi silent readers pliss. Untuk kalian yang mau di follback ask aja di kolom komentar, biar bisa jadi temen online 😉

Dan semoga kalian bisa baper ya, karena aku sendiri susah nulis chapter yang romantis nya itu kena di kalian, suer itu susah dan kalau ada yang baper ya senang lah diriku ini hahahaha

Happy reading xoxo

🍉🍉🍉






Kepalaku telah bersandar di dadanya selama berjam-jam, Harry telah tertidur tapi aku tidak bisa tidur karena aku tak ingin melewati satu menit pun merasakan betapa nyamannya aku berada di dekatnya, merasakan detak jantungnya yang damai dan sesekali itu berdegup dengan kencang, mungkin hal yang sama berlaku padaku. Kaus putih nya yang menutupi kulitnya memberikan kesan sempurna padanya. Harry paham betul hal yang menyempurnakan dirinya oleh sebab itu dia terlihat menyukai menggunakan kaus putih seperti ini.

Aku beralih dari memeluknya untuk menggambar pola abstrak diatas perutnya dengan pelan dan berhati-hati agar aku tidak membangunkannya. Dengkuran halusnya menghilang dan aku menyadari sepasang mata hijau telah memusatkan perhatiannya padaku.

" Maaf aku telah membangunkan mu." Aku menggigit bibir selagi ia masih membisu. Sepersekian detik berikutnya ia memberiku sebuah senyuman manis yang seketika pula membuatku seperti melayang di angkasa.

" Tidak, aku yang minta maaf. Aku memang selalu memiliki waktu tidur yang berlebihan." Ucapnya dan mengecup puncak kepalaku. Aku merasakan tangan kirinya yang menggosok punggungku dengan lambat.

" It's fine. Oh iya aku lupa, kita belum membahas tentang pesta besok." Seketika Harry mengernyit. Ya Tuhan jangan bilang kalau dia tidak mau pergi. Aku akan sangat kecewa. Dialah alasan satu-satunya mengapa aku antusias untuk pergi ke pesta.

" Ku pikir kau sudah paham." Ia bergumam dengan malas sembari bangun dari ranjangnya.

" Maksudmu? " Tanyaku membuatnya membuang nafas berat.

" Aku tak membalas pesanmu itu ku pikir kau sudah mengerti kalau aku tidak mau pergi ke sana. Kau tahu jelas pesta macam apa yang akan ku hadiri, Bea." Oh? Aku melupakan tentang Harry yang menjadi bagian dari muda-mudi liar di luaran sana.

" Baik. Kalau kau tidak mau pergi, aku pun tak akan pergi dan aku juga tidak akan pergi ke pesta yang kau sukai kalau suatu saat nanti kau mengajakku. Atau mungkin kau tak akan pernah mengajakku karena jelas itu waktu terbaikmu untuk bermain-main." Aku menaikkan alisku dengan dramatis pada kata 'bermain-main', ia melotot dan jelas paham dengan sindiran ku.

" Bea aku tidak akan mengkhianati mu, kau tahu aku mencintaimu." Suaranya mulai terdengar membentak tapi aku menangkap kekecewaan di sana.

Apakah aku menyakitinya?

" Kalau kau mencintaiku maka pergi ke pesta ini bukanlah hal yang berat bagimu. Kau membuatku bersemangat untuk pergi ke sana, Harry. Karena kau tahu selama ini aku tidak benar-benar ingin pergi ke pesta yang harus ku hadiri."

" Bea, itu konyol." Dia tergelak remeh dan itu melukai perasaanku. Dia jelas tidak paham apa maksudku.

" Oke fine, fine. Aku akan pulang dan mengurusi diriku sendiri bersiap-siap untuk besok. Toh ayahku tetap akan memaksaku untuk datang." Aku menyeka air mata yang sudah tergenang di pelupuk mataku. Ini benar-benar menyebalkan dan tanpa ku sadari kakiku sudah melangkah mendekati pintu.

" Bea, wait! " Harry menahanku dengan tangan kiri yang mendorong pintu sedangkan tangan kanannya mengunci pergelangan tanganku. Aku tak ingin menatap matanya karena ku tahu itu hanya akan menambah pengeluaran air mataku. Kenapa aku sangat cengeng sih?  " Baiklah sebenarnya aku tidak ingin ke sana karena aku tidak bisa berdansa."

Pengakuannya seketika membuatku tertawa di atas butiran-butiran air mata yang nyatanya sudah mengalir di pipiku. Aku benar-benar manusia cengeng.

" Sialan aku serius, sayang! " Dia berkata sambil menggeram di sampingku dan tawa ku semakin kencang.


" Jadi kalau kau bisa berdansa kau akan pergi denganku? " Tanyaku membuatnya menutup mata lalu mengangguk. " Baik, aku bisa mengajarimu, aku mahir melakukannya." Kata ku dan dia dengan segera menggeleng-gelengkan kepalanya.

" No fucking way! " Dia berteriak dengan geli dan aku hanyut lagi dalam tawa.

" Aku tidak peduli, aku bilang aku bisa mengajarimu, ayo! " Dengan begitu, aku menarik tangannya dan mengajaknya ke ruang keluarga yang sedikit lapang lantaran tak terlalu banyak barang. Agar aku pun bisa mengajarinya dengan leluasa. Aku menyalakan tv dan mencari musik dansa di YouTube, begitu menemukannya aku menghampiri Harry yang sedang menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Aku dapat melihat wajahnya yang memerah di sela-sela jarinya.

Ya Tuhan dia sangat menggemaskan!

Aku mengambil paksa kedua tangannya dan ia menahan tawanya. Musiknya mengalun merdu dan aku mulai mengajarinya, mengajari bagaimana letak tangannya yang benar. Setelah itu aku mengomelinya um maksudku memberitahunya bagaimana ia harus bergerak. Dia paham dengan cepat dan sempat terbesit di pikiranku kalau dia hanya berbohong bahwa dia tidak bisa berdansa. Dia hanya malu. Itu saja. Aku yakin itu.

Satu lagu habis dan dia terlihat bangga pada dirinya sendiri. Bedanya matanya tak lepas dari tubuhku. Oh pasti otak mesumnya mulai bekerja.

" Lingkar pinggul mu sangat pas bagiku. Proporsi yang tepat untukku di atas ranjang. Sial, aku sangat mencintaimu, sayang! " Ia menghampiri ku dan menangkup pipiku, menciumku dengan dalam dan mengambil kontrol pada lidahku.

Tangannya meremas bokong ku dan aku kembali mengeluarkan kicauan menjijikkan ku.

" Cukup. Kau selalu membuatku ingin bercinta padahal kau sendiri belum siap." Ucapnya saat melepaskan ciumannya. Jari telunjuknya mengelus pipi ku dan kami hanya bertatapan selama bermenit-menit, dengan senyuman dimana-mana.

" Jadi kau mau kan? " Tanyaku penuh harap dan matanya melebar antusias.

" Kau mau kita bercinta sekarang? "

" Apa? " Oh aku ingin menjambak rambut ikalnya sekarang juga. Kenapa sih otaknya hanya dipenuhi oleh hal-hal seperti itu?

" Oh kau berbicara tentang pesta." Ujarnya lalu menggaruk-garuk kepalanya dan bertingkah seperti dia tidak tahu apapun. Aku benar-benar ingin menjambak nya, antara gemas atau karena aku jengkel padanya.

Aku diam membiarkannya berpikir dan itu membutuhkan lebih dari lima menit sehingga aku memutuskan untuk menunggu jawabannya sembari duduk di sofa.

" Baiklah aku akan pergi, untukmu. Tapi kau harus membantuku untuk memilih tuxedo." Ia menggidikkan bahunya seperti tak terlalu peduli tapi itu sudah membuatku sangat senang. Aku menghampirinya dan memberinya satu kecupan sebelum memintanya untuk menunjukkan dimana ia menyimpan tuxedo nya.

" Tunggu dulu! Apa warna gaunmu? "

" Hitam." Jawabku.

" Bagus. Kalau kau mengenakkan warna mencolok maka ku pastikan kau harus menggantinya." Jawabnya sambil melirikku tajam. Ada apa dengannya?

" Kenapa? "


" Karena aku tidak mau kau menjadi pusat perhatian orang-orang, kau hanya boleh diperhatikan oleh ku." Jawabnya lalu tersenyum.

" Kau berlebihan, Harry."


" Aku tidak peduli, sayang."




















Kalau banyak vommentsnya aku usahain cepet update di sela-sela kesibukan ❤

The Homegirl {HARBARA}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang