Chapter 20

1.4K 131 42
                                    

Yeyyyy udah di chapter 20 aja hahaha, makasih buat kalian yang selalu support, yang ngasih vote, yang meninggalkan komentar yang lucu-lucu, kalian itu mood booster ku setelah aku selalu sedih akan the boys yang belom kambek dan shitty doi wkwkwkwkw

Intinya aku berterimakasih banyak ❤❤❤

Happy reading xoxo

🍉🍉🍉




Aku menemukan menu makan malam di atas meja makan mereka, setelah merasa mencari ruang makan ini sebanyak dua kali putaran. Setelah selesai dengan makanannya, aku mencari obatnya di dapur dan mengambil Paracetamol tablet untuknya, meletakkannya di atas nampan bersama makanannya dan air putih. Aku membawanya ke kamarnya dan memberikan nampannya padanya yang sekarang fokus lagi pada film itu. Ugh.

" Suapi aku, tolong! " Senyumannya membuatku muak dan terpesona di saat yang bersamaan. Bagaimana bisa?

" Kau sudah 24 tahun, Harry. Aku pergi." Kata ku kemudian berbalik tapi tangan panasnya menggenggam pergelangan tanganku, menahanku untuk pergi.

" Stay with me, please." Nada bicaranya berubah dan matanya fokus menatap manik mata ku. Aku menggelengkan kepalaku, meskipun gadis batinku tengah melotot dan memintaku untuk tinggal. Aku benci pada kenyataan bahwa aku selalu berlawanan dengan kata hatiku.

" Well, aku tidak akan pulang larut."

" Menginaplah disini, aku akan berhenti menonton film sialan ini dan kita bisa mengobrol banyak, ku mohon." Tangannya berpindah, mengelus buku-buku jariku di genggamannya. Aku membuang nafas, bingung, antara ingin pulang atau menginap. Tapi diluar angin kencang, mungkin sebentar lagi akan turun hujan, Harry bisa kedinginan dan kesulitan untuk menghangatkan tubuhnya tanpa bantuan seseorang, ku rasa, setahuku begitulah jika sedang sakit, karena aku pun mengalaminya.

" Oke." Gumamku dan ia tersenyum. Aku memberi isyarat padanya bahwa aku harus memberitahu Chloe dan menelepon gadis pirang itu. Ia sempat menyuruhku pulang tapi ya tentunya dia tak bisa mengontrol ku. Lagipula aku yakin Harry tidak akan kurang ajar padaku.

Aku kembali dan menyuapinya karena ia memaksaku. Ada rasa geli di perutku saat melakukan ini. Ia hanya menghabiskan setengahnya dan meminum obatnya.

" Lain kali, gunakan otakmu, kenapa kau tidur di teras rumahku dalam keadaan basah? Kau sangat idiot! " Omel ku padanya sembari meletakkan nampan di atas meja. Harry bersandar di kepala ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut hingga di pinggang. Senyuman miringnya terpampang.

" Aku hanya ingin dekat denganmu, meskipun itu hanya akan menyiksaku." Jawabnya pelan. Aku terdiam dan melepaskan kontak mata darinya, memandangi lantai dan mengumpulkan kata-kata di dalam mulutku.

" Itu tidak logis." Kata ku.

" Itu logis bagiku, kau tidak mau menginap dirumahku semalam jadi ku putuskan untuk menginap di rumahmu, tanpa membuatmu terpaksa menerimaku tidur di rumahmu." Harry sedikit berteriak dan pikiranku mengacaukan semua kalimatnya. Hanya saja, kenapa? Dan apakah itu benar?

" Harry aku tidak tahu apa isi otakmu dan aku benci menebaknya. Sekarang tidurlah, jika kau membutuhkan sesuatu, aku ada di ruang tamu."

Ia tergelak.

" Kau akan tidur disana? Tidak. Aku tidak mengizinkan, tidurlah disini, di samping ku." Tegasnya. Wajahnya serius dan aku dapat melihat tulang rahangnya yang mengeras oleh sinar lampu duduk di atas meja laci di sebelahnya.

" Aku tidak bisa mempercayaimu sekarang."

" Oh Bea, apakah kau berpikir aku berselera dengan gadis bergaun kuno sepertimu? Kecuali kau memakai lingerie sekarang mungkin aku sudah menyetubuhimu hingga pagi meskipun aku sedang demam." Oh?

Itu-- itu sakit.

Air mataku mengalir begitu saja dan ia melihatnya. Wajahnya berubah menjadi merasa bersalah. Aku bergerak lebih cepat darinya untuk segera berdiri sebelum ia mencapai tanganku lagi. Nafas panjang terbuang dan aku menyeka air mata bodohku.

" Permisi." Ucapku dan berjalan pergi. Ia menyerukan namaku berkali-kali dan langkah kakinya terdengar di belakangku. Aku tidak peduli padanya.

" Bea, please, aku tidak bermaksud-- "

" Apa, Harry? Apa? Jadi apa yang kau maksud? " Aku berbalik, berteriak padanya yang kini berdiri di depanku. Ia menggelengkan kepalanya berulang kali dan wajah bersalahnya semakin terlihat. " Asal kau tahu, aku tidak berharap kau berselera melihatku, tertarik atau semacamnya tapi aku punya perasaan, kau membuatku jatuh! " Teriakku lagi. Urat-urat di lehernya muncul dan air mataku semakin deras. " Aku tahu aku jelek dan kau...kau membuatku merasa semakin buruk."

Sudah. Ini bodoh dan berakhir. Aku meninggalkannya yang mematung. Ia tak lagi memanggilku. Aku berjalan pulang dan menghapus air mataku meskipun itu mengalir lagi. Aku bersyukur tidak menemukan Chloe dimanapun sehingga aku bisa masuk ke kamar tanpa mendengar pertanyaan darinya karena aku pun sangat malu untuk menceritakannya.

Mengunci pintu, aku lalu menjatuhkan diri ku di ranjang, kemudian memaksakan diriku untuk terlelap.

...


Aku terbangun dengan kantung mata yang besar. Aku benci mengingat bahwa aku hanya menangisi pria seperti Harry. Kalau aku seseorang yang kuat, aku akan tahan banting, tapi aku hanyalah seseorang yang lemah, aku mudah terjatuh, dan aku membenci diriku sendiri untuk hal ini. Aku masuk ke kamar mandi, begitu alarm ku berbunyi, mengoleskan scrub face pada wajahku, dan menggosok gigi sebelum berendam di bath tub. Aku merilekskan otot-otot tubuhku yang menegang beberapa menit yang lalu dan mulai kendur di bawah siraman air hangat yang rendah. Bayangan wajahnya selalu muncul setiap kali aku menutup mata dan itu membuatku semakin sakit hati.

Aku akan mencoba untuk tidak pernah keluar lagi di sepanjang hidupku. Aku tidak akan bertemu dengannya lagi, demi perasaanku sendiri.

Merasa sudah bermenit-menit berendam, aku membersihkan diriku sekali lagi sebelum berpakaian dengan gaun kuno ku dan turun untuk sarapan pagi. Chloe sedang menata piring dan aku duduk di kursi seperti biasa.

" Hey, matamu? " Ujarnya dan memandangku dengan penasaran.

" Yeah, it's Titanic thing." Aku menggidikkan bahuku dan terkekeh kecil, bukan karena membayangkan aku menangisi film itu lagi, tapi atas kebohonganku pada Chloe yang terdengar konyol.

" Oh. Kau sudah menontonnya berulang kali dan kenapa itu masih menjadi sesuatu yang menyedihkan huh? " Aku bergabung dengannya dalam tawa dan aku mulai mengoleskan Nutella di atas roti gandum ku. " Ngomong-ngomong aku akan membuat sandwich, kau mau? "

Aku hanya mengangguk asal dan Chloe pergi dalam beberapa menit lalu kembali dengan sandwich di piring. Aku memakannya dengan lahap, meskipun aku sudah menghabiskan 3 lembar roti gandum sebelumnya.

" Wow, kau sangat berselera pagi ini." Ia tertawa.

Aku menggidikkan bahuku lagi.

" Entahlah."

" Halo." Aku dan Chloe spontan menoleh ke pintu. Zayn berdiri disana dengan jaket denim nya. Kenapa dia datang sepagi ini?

" Zayn? Hey, ayo sarapan! " Ajak ku sedikit kaku. Zayn datang dan dia menghampiri ku. Tangannya ia bawa untuk mengusap ujung bibirku.

" Berantakan." Gumamnya. Aku tersenyum malu setelahnya. Chloe meninggalkan kami berdua dan Zayn duduk di sebelahku.

" Tumben sekali, ada apa? " Tanyaku lalu meneguk air putih.

" Ada yang ingin ku bicarakan denganmu, setelah sarapan, oke? "

Aku mengangguk dan kami berdua pun melanjutkan sarapan sambil sesekali membicarakan hal-hal yang tidak berguna.























Hayooo menurut kalian gimana chapter ini? Kalau aku pribadi sih kesel nulisnya gegara Harry. Sebenarnya aku mau buat chapter ini sweet gitu tapi eh entah kenapa aku suka banget sama konflik wkwk, tapi tenang aja, konfliknya gak bakal lama kok jadi mudah-mudahan chapter berikutnya kalian bisa baper eaaaa...

Sampai jumpa di chapter selanjutnya, i love you guys ❤

The Homegirl {HARBARA}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang