Sudah lebih dari seminggu Naira menginap dirumah Adit. Untung saja orangtua Adit sedang pergi keluar negeri selama satu bulan lamanya karena untuk kepentingan bisnis disana.
Sementara orangtua Naira harus terpaksa tinggal di Jogja karena bisnis keluarga mereka yang sedang mengalami penurunan disana. Jadi, di Jakarta Naira hanya tinggal sendirian. Entah kapan ia akan menyusul orangtuanya. Mungkin nanti jika ia sudah benar-benar lelah dengan Adnan, baru ia ikut pindah kesana dan menjual rumahnya yang di sebrang rumah Adnan. Mungkin saja.
“Pulang deh, Cil. Hape lo berisik banget dari kemarin-kemarin. Ditelfonin mulu sama Mas Adnan lo itu.” ujar Adit yang mulai merasa lelah karena sudah satu minggu lebih Naira menginap dirumahnya, ditambah ponselnya Naira yang selalu berdering setiap waktunya karena Adnan yang mengkhawatirkan kondisinya.
Naira yang sedang asyik menyemil, menatap lurus ke layar tv. “Biarin aja. Biar dia tahu gimana rasanya ditinggalin. Sebelum nanti gue bener-bener akan tinggalin dia kalau dia macam-macam lagi.”
Adit mengusap-usap pelan keningnya. “Mumet gue sama urusan percintaan lo sama Adnan. Kenapa selalu gue yang terlibat dalam urusan percintaan gila kalian sih? Males banget asli.”
“Diem. Berisik, Dit.” ketus Naira kesal.
Adit menggeleng-gelengkan kepalanya. “Udah berapa tissue gue yang habis gara-gara lo nangisin dia selama satu minggu ini, hah? Kalian berdua yang berantem, gue yang repot. Gue itu bukan Mario Teguh, yang kalau lo ada masalah larinya ke gue, terus minta saran ini itu, kasih motivasi, dan segala macem--”
“Terus?”
“Teras terus teras terus. Orang belum selesai ngomong juga. Jangan sampe gue ketekin lo!” Adit melotot kearah Naira karena saking sebalnya dengan sahabatnya itu. “mending lo kelarin masalah lo deh, Cil. Lo udah dewasa. Seharusnya tahu bagaimana caranya bersikap. Kalau soal hubungan aja lo masih kayak anak kecil, gimana masalah hidup yang lainnya? Kalau lo kayak gini terus, gue yakin Adnan bakalan ikut lelah juga sama lo. Kalau udah fasenya dimana saling lelah sama hubungan, nggak ada hal lain yang patut dipertahanin. Jadi lo pilih aja sekarang, mau mengalah, dan coba perbaikin. Atau masih mau mentingin ego dan kemungkinan besar hubungan lo akan berakhir?” Adit mulai serius kali ini.
Naira memutarkan kedua bola matanya ke seluruh arah, bermaksud menimang-nimang tentang apa yang Adit baru saja ucapkan. Cowok itu ada benarnya juga.
“Tuh, dia nelfon lo lagi. Angkat sono!” cetus Adit sambil mengibaskan tangannya, bermaksud menyuruh cewek itu agar cepat mengangkatnya.
Naira menghembuskan nafasnya berat. Ia mengambil ponselnya dan mulai berjalan keluar rumah Adit. Lalu setelah ia berada didepan pintu rumah cowok itu, Naira menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan panjang.
“Halo, Mas?”
“Naira! Astaghfirullahal'adzim. Kamu dari mana aja?! Udah satu minggu lebih kamu nggak pulang. Kamu--”
“Aku nginap dirumah Adit, Mas.”
Jawaban singkat Naira sukses membuat Adnan terdiam. Namun tidak lama kemudian Adnan kembali bersuara dengan helaan nafas yang terdengar.
“Kirim alamat rumahnya. Mas akan jemput kamu kesana.”
“Nggak perlu. Ini juga udah mau pulang kok.”
“Yaudah. Mas tunggu.”
Tanpa mengucapkan salam, Naira langsung mematikan ponselnya dan kembali berjalan masuk ke dalam rumah Adit.
“Dit, anterin gue pulang.”
🍃🍃🍃

KAMU SEDANG MEMBACA
ENGRAVED
Roman d'amourNaira Pandhita, yang sudah menaruh rasa sampai sedalam-dalamnya kepada Adnan Pradipta sejak kecil. Sosoknya yang ceplas-ceplos tanpa tahu malu, sampai membuat Adnan geleng-geleng kepala dibuatnya. Sulit bagi Naira untuk mendapatkan cinta Adnan. Seba...