Matahari mulai menampakkan dirinya dengan terang-terangan. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi.
Naira yang tidak tidur lagi sehabis shalat Shubuh dirumah Adnan memilih untuk menonton acara televisi diruang tengah.
Saat Naira mendengar derap langkah kaki yang turun dari tangga langsung menoleh dengan senyuman. Adnan turun dengan rambut basahnya dan berjalan menuju ke dapur. Sedangkan Naira kembali fokus menonton.
Hanya melihat Adnan di pagi hari dengan rambut basah saja sudah membuat degup jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimana jika ia melihat tubuh atletis cowok itu? Ah, sebenarnya ia juga sudah pernah melihat tubuh Adnan. Karena waktu itu Adnan sedang melakukan treadmill tanpa memakai baju. Namun karena Naira terus-terusan menggodanya, jadi sampai sekarang Adnan selalu memakai bajunya. Ia takut kalau-kalau nanti malah diterjang sama cewek itu.
Naira mendengar suara berisik dari arah dapur, ia tahu jika Adnan sedang memasak sarapan. Dengan langkah penasaran Naira mematikan tv nya dan berjalan menuju ke dapur.
“Pagi Mas Adnan. Mau masak apa, Mas?” tanya Naira yang tidak ada canggung-canggungnya sama sekali. Sedangkan Adnan tetap diam dan fokus dengan kegiatannya tanpa sekalipun menjawab atau menoleh kearah Naira.
Udah biasa. Batinnya bersuara.
“Mas, hari ini promo film dimana?” tanya Naira lagi mencoba mencairkan suasana, walau sebenarnya susah.
“Bekasi.” jawabnya singkat tanpa menoleh kearah Naira. Ada kemajuan.
“Naira boleh ikut nggak Mas?”
“Enggak!”
Bibir Naira mengerucut kedepan sambil bertopang dagu diatas meja memandang Adnan yang sedang menggoreng olahannya.
“Pelit. Naira kan hari ini libur.”
Adnan menaikkan alis kanannya, “Libur atau meliburkan diri?” sindirnya telak, membuat Naira kembali mendongak dengan delikan tajam.
“Sumpah! Naira beneran libur Mas. Kalau nggak percaya tanya aja sama Dosennya.” kesal Naira berkata.
“Tetap tidak boleh ikut. Karena setelah promo film, saya ada meeting dengan pihak acara talk show disalah satu stasiun tv.”
“Kan Naira bisa diam di mobil kalau Mas lagi meeting. Naira cuma kepingin tahu rasanya promo film itu kayak gimana.”
Adnan berdecak, “Kamu kan udah tahu. Waktu kemarin di kampus, kamu liat kan gimana Atmospherenya kayak apa.”
Naira mendelik lagi, “Ih, itu beda Mas. Naira kan cuma jadi penonton. Bukan bagian dari promo.”
Adnan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis fikir. “Kalau kamu ikut, tetap aja kamu nggak bisa ikut Mas untuk promo film. Karena kamu nggak terlibat apa-apa. Kamu nanti hanya tunggu di mobil sampai waktu yang cukup lama. Memangnya kamu mau?”
Naira mengangguk mantap. “Mau banget Mas. Nggak apa-apa deh kalau nunggu di mobil juga. Nunggu Mas Adnan setiap hari aja Naira bisa kok.”
Mendengar hal itu Adnan langsung menjitak kepala Naira dengan ujung tangannya. Naira meringis pelan.
“Ngaco aja kamu.”
Naira menyengir lebar, “Boleh ya Mas?” tanyanya lagi dengan memasang wajah memohonnya. Adnan membuang nafas berat hingga akhirnya..
“Terserah.”
Nairapun berteriak girang di tempat.
🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
ENGRAVED
RomansaNaira Pandhita, yang sudah menaruh rasa sampai sedalam-dalamnya kepada Adnan Pradipta sejak kecil. Sosoknya yang ceplas-ceplos tanpa tahu malu, sampai membuat Adnan geleng-geleng kepala dibuatnya. Sulit bagi Naira untuk mendapatkan cinta Adnan. Seba...