🌹 Prolog 🌹

13.6K 266 3
                                    

     “Ma, Naira main kerumah Tante Devi, ya, Ma.” ucapnya sembari mengunyah pancake buatan sang Mama yang baru saja matang.

     “Iya. Tapi inget, jangan ganggu Adnan. Dia baru aja pulang dari Inggris. Pasti capek sehabis syuting film selama sebulan disana.” ujar Niken memperingati.

     Naira menyengir lebar, “Ciee Mama perhatian banget sama Calon Menantu.” ledeknya jahil.

     “Naira. Kamu jangan macem-macem, ya, sama Mama.” Naura hanya bisa tertawa renyah sambil berlari keluar untuk menuju ke rumah Tante Devi.

     “Assalamualaikum.” sapa Naira sambil mengetuk-ketukan pintu rumah Devi. Tidak lama kemudian muncullah sesosok wanita paruh baya dengan tersenyum hangat.

     “Wa'alaikumsalam. Eh kirein siapa. Ayo, masuk. Pasti kamu mau ketemu sama Adnan, ya? Pas banget, dia baru aja nyampe dua jam yang lalu.” Nairapun masuk dengan cengiran lebarnya. Seluruh keluarga Adnanpun tahu jika Naira datang kerumahnya pasti hanya karena ingin bertemu dengan Adnan. Usia mereka memang berselisih lima tahun, Adnan lebih tua darinya. Tapi, sekalipun Naira tidak pernah memanggilnya dengan embel-embel 'Kak'. Dia selalu memanggilnya dengan nama.

     “Dia lagi dikamar. Kayaknya sih lagi mandi, Ra. Ohya, Mama Niken masak apa?” tanya Devi yang berjalan menuju ke dapur. Sedangkan Naira mengikuti Devi dari belakang.

     “Mama cuma masak pancake. Ini baru jam delapan pagi soalnya. Kayak biasa, Mama pasti kalo masak sekitar jam sepuluhan. Tante udah masak?”

     “Udah, nih. Tante masak Sop Ayam sama Teri Kacang. Kamu mau, nggak?”

     Naira menggeleng pelan. “Engga, Tan. Makasih hehe. Nanti Naira beli makan di Kampus aja.”

     “Oh, kamu hari ini ada jadwal kuliah? Masuk jam berapa emang?” tanyanya sambil mencuci piring di wastafel.

     Tangan Naira terulur untuk membantu mengelap piringnya dengan handuk kecil. “Iya, jam 12, Tan.” jawabnya pelan, sedangkan Devi mengangguk-anggukan kepalanya.

     “Ma, koper Adnan yang satunya lagi ditaruh dimana?” Naira sedikit terlonjat kaget karena mendengar suara Adnan tiba-tiba. Cowok itu datang dengan pakaian santainya, tanpa sekalipun menoleh kearahnya. Sudah biasa.

     “Ohiya Mama lupa. Itu Mama taruh dikamar Mama. Mama kira itu koper oleh-oleh dari kamu. Nggak tahunya ketuker. Kamu ambil aja, terus koper yang isinya oleh-oleh taruh di kamar Mama.” ucap Devi sembari mengelap tangannya di handuk kecil yang dipegang oleh Naira. Sedangkan Adnan hanya menjawab dengan gumaman dan langsung melenggang pergi begitu saja.

     “Sudah biasa.” gumam Naira pelan, namun tetap saja didengar oleh Devi.

     “Sabar, ya, Ra. Kamu tahu sendiri Adnan kayak gimana orangnya. Irit banget kalau ngomong. Jangankan ke kamu, ke Tante sama Om Alfi juga gitu.” ujar Devi dengan perasaan tidak enak. Ia berharap sekali suatu hari nanti Putra Pertamanya itu berubah menjadi cowok yang hangat, dan tidak irit bicara.

     Naira cengengesan, “Biasa aja, Tan. Naira mah udah biasa, jadi nggak sakit hati lagi. Yaudah, aku pulang dulu, ya, Tan. Udah ketemu Adnan soalnya, jadi rasa rindu Naira udah hilang seketika. Hehehe...”

     Devi tertawa, “Iya-iya. Kamu yang rajin kuliahnya, Ra. Biar bisa cepet-cepet lulus, terus nikah sama Adnan.” ucapnya serius namun hanya ditanggapi Naira dengan tertawa.

     Kuharap juga gitu, Tante. “Naira pamit ya, Assalamualaikum, Tante.” ucapnya sambil bersaliman dengan Devi.

     “Wa'alaikumsalam.”

     Lalu Nairapun melangkah keluar dari Dapur. Namun saat ia melewati ruang tengah, ia tak sengaja melihat Adnan yang sedang menarik koper menuju ke kamarnya. Nairapun dengan sigap menghalangi jalan Adnan dengan cengiran lebarnya.

     “Hehehe... Hai, Adnan.” sapa Naira sambil melambaikan tangan kanannya. Sedangkan Adnan hanya berdiri tegap sambil menatap Naira dengan mengangkat alis kanannya.

     “Oleh-oleh Naira mana? Naira dibeliin oleh-oleh, kan? Waktu itu Naira udah minta dibeliin merchandisenya Zayn Malik. Sekarang, merchandisenya mana?” tanya Naira dengan mata berbinar. Sebenarnya, ia juga tidak serius bertanya demikian. Karena sudah dipastikan, permintaannya waktu itu tidak digubris olehnya.

     Adnan bergumam, dan berjalan masuk kedalam kamar Tante Devi. Sedangkan Naira melihati cowok itu dengan alis berkerut. Lalu tidak lama kemudian, sosok Adnan kembali muncul dan berhenti tepat dihadapannya.

     “Ini ambil.” ucap Adnan sambil memberikan satu paperbag dengan motif hello kitty.

     Naira terbelalak tak percaya dan mengambil paperbag itu dengan mulut terbuka lebar. “Lah, ini beneran?!”

     Adnan memutarkan kedua bola matanya dengan malas, “Menurutmu?”

     Nairapun langsung membuka paperbag itu karena saking penasarannya. Dan, sontak saja matanya berbinar terang saat melihat merchandise Zayn Malik yang begitu banyak. Apalagi ada kaos putih dengan tanda tangan dari Penyanyi asal Inggris itu. Naira loncat kegirangan.

     “Yeay!! Akhirnya Adnan beliin Naira oleh-oleh! Makasih ya, Adnan.” ucapnya dengan lembut sembari menyipitkan matanya dengan genit.

     Adnan mengangkat bahunya acuh dan langsung menarik kopernya menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas. Adnan meninggalkan Naira begitu saja di ruang tengah. Tapi, Naira tidak merasa sakit hati, justru cewek itu tengah berbahagia sekarang.

     Mendapatkan merchandise Zayn Malik, dan juga tanda tangan dari Penyanyi asal Inggris itu, sudah sangat bahagia bagi Naira. Apalagi ditambah yang memberikan itu semua adalah Adnan. Teman kecilnya yang sejak kecil ia sudah jatuh cinta padanya. Walaupun tak pernah Adnan membalas perasaannya. Namun bagi Naira, berada didekat Adnan saja sudah bahagia baginya.





🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Hai, ini ceritaku yang baru.
Semoga kalian suka ya dengan cerita dari Adnan dan Naira ini, hehehehe..

Jangan lupa di vote dan dikomen. Berikan saran kalian kalau ada yang kurang dari cerita ini, makasih❤

ENGRAVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang