🥀28 [Induk Semang]

2.9K 87 4
                                    

"Mas, liat ID Card aku, nggak?" Naira yang sudah berpakaian rapi dengan pakaian kantornya, tengah sibuk mencari-cari ID Cardnya yang hilang entah kemana.

Setahu dirinya, ID Cardnya itu ditaruh diatas nakas, tapi ternyata tidak ada. Dengan kepanikan yang tiada tara, Naira mulai sibuk mencari-cari benda kotak persegi panjang yang bertali itu.

Adnan datang ke kamar Naira sembari merapikan kemeja kantornya. "Memangnya terakhir kali kamu taruh dimana? Coba ingat-ingat dulu."

Naira mendesah panjang, "Tadi malam aku taruhnya diatas nakas, Mas. Tapi nggak ada."

"Yaudah, Mas bantu cari. Ada-ada aja kamu, Nai. Udah jam segini kenapa baru cari sekarang." ketus Adnan kesal karena sepertinya ia akan datang terlambat ke kantor.

Ingin sekali Naira membalas ucapan ketus cowok itu, namun itu tidak penting sekarang. Ia harus bisa menemukan benda itu karena kalau tidak ia tidak bisa pergi ke kantor.

"Nai... Nai... Kamu itu carinya jangan tergesa-gesa begitu, ya nggak akan ketemu. Buktinya ID Cardmu ada dibawah kasur nih." Adnan berdiri sembari membawa benda yang sejak tadi Naira cari-cari dengan raut wajah kepanikan yang kentara.

Naira menghembuskan nafas lega. Iapun mengambil benda itu dan langsung mengalungkan di lehernya.

"Hehehe makasih, Mas." ucap Naira dengan senyuman lebarnya. Sementara Adnan dengan raut wajah kesal langsung berdecak sembari pergi begitu saja dari kamar Naira.

🍃🍃🍃

"Ngapain lo berdiri disitu!" suara Adit yang tiba-tiba muncul dibalik dinding membuat Naira berjengit kaget.

"Astaghfirullah, setannnn!" ucap Naira reflek sembari mengelus dadanya berkali-kali. Tatapan tajampun ia suguhkan dan langsung mencubit lengan Adit dengan geram.

"Emang temen paling tai mah lo doang, Dit. Kecilin apa itu suara, nanti kedengeran sama mereka, bisa berabe gue." ujar Naira dengan suara pelan.

Sembari menyipitkan matanya, Adit mengikuti arah pandang Naira yang ternyata cewek itu tengah mengamati Adnan yang sedang sibuk berbincang dengan Rania.

"Yah haha, emang enak doi lo ngobrol sama cabe." ujarnya sembari tertawa renyah, "lama-lama si ular itu bisa ngerebut Adnan dari lo beneran deh, Cil." ucapnya lagi sembari berkacak pinggang.

Naira melirik tajam kearahnya, "Gue sentil beneran mulut lo!"

Adit meringis, "Udah jangan diliatin mulu bego. Nanti yang ada lo malah makin sakit hati."

Saat tak melihat pergerakan Naira, Adit buru-buru menarik tangan Naira dengan cepat. "Ngeyel kan kalo dibilangan, tuh mata udah berair itu."

Cewek itu dengan gemas memukul pelan bahu Adit, "Dibilangin bego, bukan dibilangan. Lo kira matematika." kemudian Naira memilih untuk kembali duduk di kursi ruang kerjanya.

Adit ikut mengikuti Naira dan ikut duduk disampingnya.

"Kok si Rania bisa kesini sih ya? Ada urusan apa dia disini?" Adit mulai kembali mengeluarkan suaranya untuk bertanya.

Naira yang tengah sibuk menyalakan mesin komputernya, menjawab dengan seadanya. "Nggak tau gue. Emang gue induknya."

Mendengar Naira berkata demikian membuat Adit kesal dan menyenggol sikunya. "Seriusan gue tai."

Cewek itu mendesah panjang, "Tadi dia bilang sih mau ketemu sama Bu Dewi. Mau bicarain soal persiapan pernikahan kakaknya sama Bu Dewi."

Adit melotot spontan, "Lah jadi itu dua orang gila nikah?"

ENGRAVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang