Chapter 3

333K 12.9K 1.4K
                                    

Di mulmed itu Kai

-----------------------------------------------------------

Pagi ini, Nayya menuruni anak tangga rumahnya dengan malas-malasan. Pasalnya, ia sangat kesal dengan kakak laki-lakinya. Bagaimana tidak, saat Nayya meminta ingin ditemani ke Mall, kakaknya itu menolak mentah-mentah ajakannya. Padahal Nayya hanya ingin refreshing sebentar.

"Nay, gue minta maaf ya" Ucap Kai tiba-tiba saat Nayya sudah duduk di meja makan.

"Hm" Jawab Nayya seperlunya.

"Lo masih marah sama gue?"

"B aja"

"Ck, gabisa apa lo ngomong lebih panjang?" Ketus Kai

Nayya menghela nafas "Iya bang iya"

"Gitu dong, yaudah dimakan. Itu Nasgor kesukaan lo, Gue buatin yang spesial only untuk my sister tencinta" Cerocos Kai semangat.

Nayya mengangguk dan menyantap lahap makanannya. Mereka berdua makan dengan tenang, hanya suara dentingan garpu dan sendok yang memenuhi ruangan.

"Nay, gue kangen mereka" Ucap Kai tiba-tiba.

Nayya tidak menjawab dan terus melanjutkan makannya.

"Apa kabar ya Papa sekarang? Dia cuma kasih kita uang tanpa nanyain kabar kita" Kai menghela nafas.

"Padahal gue itu pengen banget dengerin suara Papa" Lanjutnya sambil memandang kearah foto keluarga yang terpajang rapi di ruang makan.

Nayya masih tetap dengan aktifitasnya, tanpa memperdulikan ucapan Kainan.

"Nay, kok lo diem aja sih?" Tanya Kai menyadari ucapannya tidak mendapatkan respon dari Nayya.

"Terus gue harus ngapain? Loncat dari gedung?" Jawab Nayya santai memandang Kai saat sudah menghentikan acara makannya.

"Yah lo komen kek, ngapa kek. Ini malah diem aja"

"Ga penting" Balas Nayya dan berdiri dari duduknya "Gue berangkat, Bye" Pamit Nayya langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Kai.

Mood nya saat ini sangat kacau, Nayya melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata membuat beberapa pengguna jalan mengumpati dirinya. Bukan tanpa alasan, akhir-akhir ini banyak sekali yang membuatnya gerah. Jika Nayya bilang ia tidak merindukan Papanya, itu fitnah. Sebenarnya, Nayya juga sangat merindukan Papanya, walauapun pria itu pernah menghakimi kebahagiaanya, tapi Nayya tidak pernah berpikiran untuk membenci Papanya. Dia tau batas dan juga tidak ingin dicap sebagai anak durhaka.

Nayya hanya KECEWA bukan BENCI.

Dan ini semua memerlukan waktu.

Nayya pernah berpikir, sejahat apapun orang tua, mereka tetaplah jadi orang tua kita. Dia juga tidak berhak terus menyalahkan Papanya. Nayya percaya, bahwa semua ini adalah rencana Tuhan yang sudah menentukan takdirnya dan pasti akan ada kejutan di akhir setiap masalah. Karena terus bergulut dengan pikirannya, Nayya hampir saja menabrak seseorang yang baru keluar dari gang perumahan.

CITTTT!

SREEET!

Terdengar suara decitan ban mobil Nayya yang ngerem mendadak dan suara ban motor cowok itu yang berusaha mengelak. Nayya melotot terkejut bukan main, jantungnya berdetak lebih cepat dan ia langsung turun dari mobil untuk melihat apakah pengendara itu terluka.

"Mas, kalo jalan liat liat" Ucap Nayya sok datar saat sudah berdiri di depan pengendara itu. Padahal ia sangat cemas sekarang.

"Lo yang gapunya mata" Sentak pengendara itu tajam.

ALKANA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang