Semilir angin menghembus pelan, menunjukkan rasa turut berdukanya atas kepergian seseorang.
Yang telah pergi dan tak akan kembali.
Sampai kapanpun, dan selamanya akan tetap begitu.
Meninggalkan duka dihati seseorang yang kini sedang menatap patok makam itu dengan nanar.
Alka terduduk diam mematung, mata itu hanya mengarah pada nama nisan yang bersejarah dihidupnya. Tidak ada air mata, namun rasa kehilangan tetap jelas terlihat.
Kai terduduk dengan tangan menyentuh dadanya yang sakit. Rasa itu datang menyeruak dengan sangat miris. Juga membuatnya tak bisa berkutik, hanya menatap nisan itu tidak percaya.
Dia, orang yang ia sayang.
Orang yang ia cinta.
Kini pergi untuk selamanya.
Tangan Alka terlihat sedang menyapu pelan tanah makam yang masih basah dan segar itu. Jarinya yang putih terlihat gemetar, menahan kecewa dihatinya.
Saat ini, rasa bersalah kembali menghantuinya untuk alasan yang berbeda.
Untuk dia, orang yang spesial dihidup Alka.
Orang yang Alka cintai.
Tentu saja Alka sayangi.
Kini ia tidak akan lagi bisa melihat wajah itu. Wajah yang telah membuatnya tertawa dan menangis. Menangis karena hancur.
"Kenapa?" Ucap Alka tiba-tiba.
"Kenapa lo pergi dengan cara seperti ini?" Lanjutnya lagi.
Tidak ada jawaban. Hanya dedaunan kering yang beterbangan yang menghembus didepannya.
"Lo tau, gue semakin benci sama lo" Ucap Alka lagi.
Kai menoleh, menatap Alka diam.
"Gue juga marah. Kenapa lo ninggalin gue dengan cara seperti ini?" Sahut Kai yang kembali menatap nisan itu.
"Lo buat gue sakit terus lo maen pergi gitu aja tanpa pamit. Lo emang jahat sama gue, tapi yang lo lakuin ke gue ini lebih jahat tau gak?!" Lanjut Kai dengan sedikit meninggikan suaranya.
Kedua cowok itu terlihat kacau. Perasaan campur-aduk terus merasuki keduanya.
Andra, Alfa, Arren serta keempat gadis itu terlamun menatap sendu dengan mata sembab tanpa berkedip karena turut tidak percaya dengan takdir.
Tidak ada kata-kata yang keluar, saat ini mereka hanya perlu waktu untuk menerima kenyataan.
Alka memejamkan mata. Namun sedetik kemudian, cowok itu membuka matanya akibat sentuhan pelan pada pundaknya.
"Ayo pulang" Ucap Andra pelan.
Alka mengangguk, lalu beranjak dari duduknya. Kakinya yang panjang, terlihat gontai melangkah. Dan untuk terakhir kalinya, ia menolehkan kepalanya untuk kembali melihat gundukan tanah yang telah menutupi tubuh wanita yang disayanginya.
Hampir setengah jam berlalu, akhirnya mereka semua telah tiba di kediaman Kai.
Kai membuka pintu perlahan, lalu masuk dengan disusul oleh yang lainnya.
"Nay! Nayya!" Panggil Kai setengah berteriak.
"Bang..." Panggil Siska pelan.
Kai memalingkan pandangannya dan menatap wajah sahabat adiknya dalam.
"Nayya udah tidur tenang, jangan berisik nanti dia marah" Ucap Siska lagi yang langsung mendapat anggukan pelan dari Kai.
Sekali lagi, perasaannya kembali sedih. Ia menatap keatas kearah letak dimana kamar Nayya berada. Lagi dan lagi, cowok itu kembali memegang dadanya yang sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKANA [SUDAH TERBIT]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM BACA, ADA BEBERAPA PART YG DI PRIVATE] Alka hanya perlu WAKTU. Dan Nayya hanya KECEWA. Sama halnya dengan Alka, Nayya juga memerlukan ruang. ------------//------------ Kisah kedua remaja yang menjadi korban dar...