23

26 6 0
                                    

The chapter is short and typos are excessive.

Cila merebahkan tubuhnya menghadap langit-langit kamar yang berwarna putih. Tatapannya menerawang memikirkan hal yang sampai sekarang terus saja memutar di otaknya. Kenapa masalah tiba-tiba datang bertubi-tubi? Kenapa bisa ia mengalami hal ini?

Mulai dari yang video itu, lalu berpindah ke uang kas yang sampai saat ini begitu terasa membebankan bagi Cila yang disalah pahami. Apa ada seseorang di balik ini semua? Maksudnya lebih kepada mengapa bisa? Mengapa bisa sampai kebetulan begini.

Cila merasa ingin mati saja jika masalah datang bertubi-tubi untuknya. Cila bukanlah perempuan yang mereka lihat, Cila tetap gadis polos yang lemah dan tak tahu harus bagaimana. Cila memang jahil tapi tidak menutup kemungkinan, bukan? Bahwa ia juga lemah.

Tok tok

"Cila," panggil seseorang.

Suaranya bukanlah suara Abang yang biasanya meminta ia untuk turun dan makan malam. Jelas bukan.

Mata Cila berbinar, lalu mengukir senyum senang.

"Iya," balas Cila yang dengan cepat bangkit untuk membukakan pintu kamar yang sempat diketuk.

Cila memeluk lelaki itu dengan rasa rindu yang sudah lama ia pendam setelah membuka pintu dan melihat dia sudah berdiri menunggunya. Rasa penyesalan terkadang juga masih terasa, ia merasa menyesal karena selalu membuat dia marah, kesal, dan kecewa. Cila rasakan tangan besar dia naik, membalas pelukan Cila.

Menandakan bahwa dia pun merasakan hal yang sama. Merasakan apa yang Cila rasakan sampai saat ini.

"Cila kangen banget sama Rion," ujar Cila yang masih memeluk lelaki itu.

"Rion... udah jarang main sama Cila, Rion udah nggak mau temenan lagi sama Cila yah?" tanya Cila dengan wajah yang masih nyaman di dada bidang Rion yang kini mengelus lembut rambut hitamnya.

Setelah Rion melepaskan pelukan mereka walaupun Cila masih ingin, karena ia benar-benar rindu Rion. Sungguh rasanya sudah ber-abad-abad mereka tak bertemu.

"Udah sadar?" tanya Rion membuat Cila bingung.

"Apanya?"

"Lo, udah sadar kalo tanpa gue nggak bisa apa-apa?" tanya Rion ketus.

Membuat Cila mengerucutkan bibirnya dan menatap kedua manik milik Rion yang menatapnya dalam. Jujur, Cila mengerti maksud Rion. Dan jujur Cila mengakui bahwa tanpa ada Rion di sisinya Cila tak bisa hidup tenang seperti tadi siang dan kemarin-kemarin.

"Tapi... tapi... Cila kasih tau ke Rion... kalo Cila nggak ngambil uang kas, sumpah!" ujar Cila dengan satu jari telunjuk dan jari tengah terangkat menjadi sebuah 'v.'

"Nggak nanya!" jawab Rion malas yang kini malah membalikkan badan dan menuruni tangga lebih dulu.

Membuat Cila mendengus kesal. Kebiasaan yang tak hilang, memang watak tak ada yang bisa merubahnya selain orang itu sendiri. Lihat, sampai saat ini Rion tetaplah Rion. Cowok ketus dan menyebalkan yang selalu banyak siswi hindari.

Cila ikut menuruni tangga, mengikuti Rion yang kini berbelok menuju ruang keluarga. Di sana begitu sunyi dan tak ada siapa pun yang mengisinya. Cila jadi bertanya-tanya ke mana Rezvan? Bukankah Rezvan tadi masih sibuk bermain play station di sini?

"Abaㅡ"

"Lagi ke mcd," jawab Rion seakan tahu apa yang ingin Cila tanyakan.

"Dia bilang Bunda sama Ayah lo bakal pulang jam dua pagi nanti, dia harus ngisi dapur sama banyak makanan biar ortu lo nggak khawatir," jelas Rion.

Choose Silence | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang