The chapter is short and typos are a expessive.
Untuk hari iniㅡ Selasa, cuacanya begitu standar dengan awan yang cantik di langit-langit. Matahari tidak begitu terik menyinari bumi, juga tetesan demi tetesan air hujan belum siap untuk meneteskan air ke daratan yang semakin padat oleh para manusia yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Sama seperti dua puluh satu murid ini yang masih fokus mengerjakan soal ulangan harian yang diberikan oleh Pak Hindra guru kimia yang saat ini sedang sibuk membaca koran hari ini tentang kasus-kasus politik yang sedang marak di kalangan masyarakat.
"Helmi... Azwar... tidak usah tengok-tengok," ujar Pak Hindra sembari menurunkan letak koran yang menutupinya dari melihat murid-murid.
"Ck, bapak cenayang yak? Heran saya," ucap Azwar kesal.
Padahal baru saja ingin menerima kertas kecil yang tadi diserahkan oleh Cila mengingat duduknya dengan gadis itu tak begitu jauh darinya.
"Ck, kalo ingin mencontek itu kecil kan suara, bisik-bisik kok sudah seperti ular berdesis, heran saya." Murid-murid tertawa dengan jawaban Pak Hindra yang mengikuti cara bicara Azwar.
Helmi sendiri sedang meminta jawaban dari Dino hanya saja bunyi kertas yang mengenai kepalanya memang begitu terdengar jelas apalagi suasana sedang benar-benar sunyi, hanya ada suara jam yang terus berjalan terdengar berirama.
Pak Hindra kembali membenarkan letak kacamata dan koran yang sempat membuka celah ia melihat para murid yang terlihat lemas dan juga hanya diam sambil menunggu jawaban atau mungkin menunggu jam pelajaran kimia berakhir. Mengingat jawaban yang mereka kerjakan seluruhnya asal. Mau bagaimana pun tak ada lagi yang mereka kerjakan selain menunggu bel istirahat berbunyi.
Sampai bunyi nada musik dari ponsel terdengar jelas oleh semua yang berada di dalam kelas.
Lets kill this love~
Yayayayaya...
Rampampampampampampam~Membuat sang pemilik ponsel tersebut segera meletakkan koran asal dan menerima panggilan cepat sebelum rasa malunya terasa semakin besar.
Dimas berdecih lalu bangkit dari duduk, memperagakan tarian dari lagu yang beberapa minggu ini sedang terkenal di media sosial manapun. Membuat kelakuannya itu langsung diikuti oleh Azwar, Helmi, dan Fathah. Membuat beberapa dari mereka ada yang tertawa dan menatap aneh kelakuan mereka yang tak pernah sekalipun normal.
"Sudah, sudah! Kumpulkan lembaran jawaban kalian, bentar lagi bapak bakal melaksanakan rapat. Aldo kumpulkan kertas-kertas temanmu," suruh Pak Hindra dengan wajah memerah karena kejadian sebelumnya yang membuat harga dirinya terinjak-injak di depan para murid yang ia didik.
Keempat lelaki yang tadi sempat menari kini menyerahkan kertas jawaban mereka dengan tawa cekikikan yang sangat menyebalkan tentu semakin membuat Pak Hindra malu bukan main.
"Baik Bapak pamit, ingat tugas untuk minggu depan jangan lupa. Bapak bakal memeriksa satu-satu siapa yang tidak mengerjakan," jelas Pak Hindra yang berlalu keluar setelah menutup pintu kelas.
Merasa tak ada lagi guru yang mengawasi kegiatan mereka. Beberapa murid perempuan mulai berkumpul memenuhi meja Tika untuk menanyakan jawaban apa saja yang benar dan salah. Rutinitas yang selalu dilakukan jika ulangan harian selesai dilakukan. Tapi berbeda dengan yang lain, kedua murid perempuan ini malah saling berhadapan dengan wajah keduanya yang terlihat serius.
"Nggak mau Agneta!" jawab Cila penuh penekanan walaupun suaranya masih tetap kecil.
"Gue mau ngomong sama lo bentar Cila! Bisa nggak sih nurut sekali aja?" bentak Agneta yang membuat Cila terdiam dan membiarkan Agneta menarik tangannya kasar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Choose Silence | ✔
Teen Fiction(Slowupdate) Diusahakan update 3× seminggu. Kata-kata kasar is always, jangan ditiru tapi dinikmatin aja. *** "Make this heart believe in you as you carry a handful of sea sand, because of my trust, i only give one to you and take good care of it be...