11

26 6 0
                                    

The chapter is short and typos are excessive.

Suasana begitu terasa mencengkam, entah dari sebelum Bu Tiana sang wali kelas datang untuk mengumumkan peningkatan nilai mereka atau sesudah guru itu pergi.

XI IPA 5 yang biasanya bercanda banyak atau sekedar ribut saja karena sesuatu hal yang menjengkelkan kini menjadi sunyi mirip di tempat pemakaman umum. Walaupun sebenarnya tidak separah itu hanya saja hampir dari mereka semua menatap tak suka anak perempuan yang kini sedang membiarkan dahinya di atas meja dengan rambut yang menutupi wajah.

"Kenapa La? Ngerasa bersalah?" tanya sarkas Deya dengan tatapan tajam yang terus mengarah kepada Cila yang masih diam dan mungkin mencoba untuk tidak mendengar.

"Lo itu La kebangetan banget sih ngefitnah Agneta sampe segitunya. Dia sering bantu lo padahal?!" kesal Nada yang kini ikut-ikutan merasa jengkel kepada Cila.

Semua pasang mata yang berada di kelas menatap satu meja yang sedang dibuat senderan oleh satu orang. Ngomong-ngomong memang benar-benar semua yang melihat, kecuali Rion. Karena Rion sendiri merasa hal itu tak penting untuk dipermasalahkan.

Setidaknya mereka tidak bermain fisik Rion merasa tak masalah. Iya, Rion memang sedang marah dengan Cila tapi perempuan tersebut tetaplah sahahabatnya, jadi jika mereka keterlaluan Rion yang akan membela Cila.

"Lo kenapa sih La sekarang? Mau nyari sensasi? Bilang kita deketin lo karena manfaatin?! Kalo emang lo nggak suka kita kayak gini, bilang dari dulu!!" bentak Prita, anak yang memang terlalu sering Cila jadikan sebagai partner menyontek.

"Kita itu sayang La, kita itu pengen Cilaㅡ maksudnya gue lo ikut ke kita, gabung ke kita, biar kelas ini jadi kompak bukan semata-mata pengen manfaatin karena lo kaya," jelas Nada masih terlihat nada yang tersinggung.

"Udahlah guys, dianya aja tidur. Percuma ngomong panjang lebar ke  bocah kayak dia. Lagian dia udah nggak mau berteman sama kita-kita yang katanya manfaatin!" ujar ketus Tiara dengan mulut pedas.

Sedangkan beberapa anak laki-laki yang merasa dekat dengan Cila hanya bisa diam tidak bisa membela maupun tidak bisa memusuhi. Paling yang melihat tak suka dari kaum lelaki hanya Yudha, Revi dan Aldo.

Kalau anak laki-laki yang lain merasa bahwa masalah ini terlalu sepele untuk dipermasalahkan jadi mereka hanya memilih untuk diam daripada salah bicara.

Ingat, kecuali Rion. Karena dia hanya sedang marah bukan marah dan melihat tak suka Cila.

Cklek

"Assalamualaikum," salam Tika yang baru masuk kelas dengan membawa beberapa buku tebal yang ia pinjam di perpustakaan sekolah.

"Waalaikumsalam," jawab mereka seadanya atau mungkin bisa dikatakam malas.

"Loh tumben sepi? Ada apaan nih?" tanya Tika bingung.

Reghina yang dekat dengan perempuan itu langsung membisikkan apa yang sedang terjadi dan dipermasalahkan.

"Oh, gue kira apaan. Heboh amat dah, gue kira lagi perang panci sama golongannya Fathah. Tadinya gue mau ikut, ya udah sana lanjut gue kagak ikut-ikutan ah ribet, masalah begitu doang dibuat susah," jelas Tika asal bicara.

Tika memang kadang jika berbicara pasti akan mengucapkan apa yang dipikirkan, karena merasa malas jika disaring lagi kata anak itu. Membuat anak laki-laki yang juga sepemikiran dengan Tika yang merasa masalah terlalu ribet langsung mengangguk setuju. Anak pintar memang sangat pantas sekali jadi panutan.

"Nggak usah banyak omong deh Ka, berisik!!" kesal Yudha melihat kata-kata Tika yang malah tak mendukung mereka yang sedang kesal dengan Cila.

"Mending sekarang kalian belajar biologi deh buat ulhar nanti," saran Tika seadanya tapi membuat mereka yang mendengar dan yang baru mengingat hal tersebut langsung tersadar, bisa mati mereka jika nilai biologi mendapatkan kecil.

Choose Silence | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang