Bagian 5 - Kencan? Ha!

72 12 2
                                    

Beberapa hari setelah pernyataan dari An, aku mulai membiasakan diriku berangkat dan pulang bersamanya menggunakan motor ninjanya yang selalu membuatku seakan mau jatuh saat turun dari motor. Tak jarang pula An mengajakku untuk pergi berdua. Tidak, bukan untuk pergi berkencan, tapi untuk membantunya mencarikan bahan-bahan yang di perlukan anggota osis.

Seperti hari ini. Minggu pagi, dia datang ke kamarku tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Menendangku sampai aku jatuh dari kasur. Menyeretku ke kamar mandi agar aku cepat mandi. Lalu pergi dengan keadaan rambut masih berantakan.

"Sebenarnya yang membutuhkan barang tidak berguna ini siapa? Kau atau aku ha?" Aku menatapnya tajam.

"Tentu saja aku." Jawabnya santai, lalu memasukkan sebuah buku ke dalam keranjang.

Aku mendengus kesal. Bagaimana tidak kesal, pagi ini dia sudah memaksaku untuk ikut dengannya ke pusat perbelanjaan, lalu dengan santainya dia menyuruhku untuk membawa semua barang-barang keperluannya untuk osis. Sedangkan dia, lihat dia. Dia dengan santainya berjalan mendahuluiku dengan hanya membawa satu buku gambar berukuran sedang.

An berbalik. "Alya, cepat kemari." Ucapnya sambil tersenyum.

Tanpa memperdulikan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarku, aku meletakkan dua keranjang bawaan miliknya. "Kau ambil dan bawa saja sendiri! Dasar vampire albino!" Teriakku, lalu melangkah meninggalkannya.

Aku berjalan tak tentu arah, sampai akhirnya aku menemukan sebuah toko buku. Tanpa memikirkan bagaimana keadaan An disana, aku masuk ke dalam toko buku. Memilih beberapa buku novel yang sudah lama ingin ku beli dari dulu. Lalu berjalan menuju kasir untuk membayarnya.

"Terima kasih." Ucapku pada pegawai kasir sambil tersenyum. Tak lama kemudian, aku merasa ponselku bergetar dari dalam tas. Aku mengambilnya dan melihat An sedang berusaha menghubungiku.

"Apa?" Kataku kembali kesal.

"Cepat kembali atau ku tinggal kau sekarang juga." Perintahnya di seberang sana.

"Kalau kau mau pulang, pulang saja. Toh, aku tahu kemana aku harus pulang."

"Cepat kemari sekarang atau kita putus."

Aku tertawa mendengar penuturannya. "Hei, sejak awal siapa yang mengajakku pacaran? Kau sendiri yang memaksaku untuk menerimamu bukan."

"Ku peringatkan sebelum aku marah padamu."

Sejenak jantungku berdebar dengan sangat cepat saat dia mengancam seperti itu. Pahamilah, jika An sudah sangat marah maka aku hanya bisa diam tidak berkutik. Saat dia marah, rasanya saat itu aku seperti sedang melihat monster seakan ingin menerkamku.

"Alya.."

"Baik baik, aku ke sana. Kau dimana?"

"Parkiran."

Tanpa menjawab, aku langsung menutup sambungan itu. Lalu berjalan dengan kesal menuju ke parkiran.

Dari kejauhan, aku dapat melihat An yang sedang berdiri bersandar di motornya sambil memainkan ponsel. Raut wajahnya nampak memperlihatkan ekspresi yang sangat serius sampai-sampai dia tidak sadar kalau aku sudah berdiri di hadapannya.

"Ingin pulang tidak? Kalau tidak, aku akan kembali masuk." Sindirku saat dia tidak kunjung sadar jika aku sudah lama berdiri disana.

Aku melihat An nampak terkejut dengan kehadiranku, lalu segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Sejak kapan kau disini?" Tanyanya kemudian sambil memberikanku helm.

Blue ReadingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang