Bagian 26 - Harian Biru

14 3 3
                                    

Aku terus melihat ke arah buku harian berwarna biru dengan nama Alya pada bagian tengah buku tersebut. Setelah bertemu dengan Ayu pagi tadi, aku masih ragu untuk membuka isi dari buku berwarna bitu tersebut. Disatu sisi aku sangat penasaran karena aku baru tau kalau selama ini dia menulis, di satu sisi lain aku takut dengan kenyataan bahwa apa yang dia tulis membuatku takut untuk mengetahui sebuah fakta bahwa Alya memiliki sosok lain yang dia suka.

“Mandi saja.” Gumamku melempar buku harian itu ke sofa asal.

Tak sampai sepuluh menit aku selesai mandi dan sedikit terkejut saat melihat Aga duduk di sofa dengan buku milik Alya yang sedang dia baca. Sekilas dia melihat ke arahku, kemudian meletakkan buku itu diatas meja.

“Aku tidak yakin dengan isinya, tapi sepertinya kau harus membaca tulisan-tulisan ini.” Ucapnya kemudian dengan nada santai.

“Tidak seharusnya kau membuka milik orang lain tanpa ijin.”

Aga mengendikkan kedua bahunya. “Aku sudah mengenal Alya, jadi tidak masalah jika aku membacanya. Lagipula kau juga seharusnya ijin terlebih dulu pada gadis itu karena kau sudah mengambilnya tanpa meminta ijin pemiliknya.”

“Tapi aku belum membacanya.”

“Bukankah sama saja, nyatanya buku itu sudah ada disini bersamamu.” Jawabnya kemudian masuk ke dalam kamar sebelum aku sempat menjawab kalimat tidak sopannya itu.

Aku menghela napas panjang, masih merasa ragu untuk membacanya. Tapi mengingat Ayu dan Aga menyuruhku untuk membacanya, akhirnya aku mencoba untuk membukanya dengan perlahan.

Musim hujan di bulan November

Aku tidak tau harus memulai darimana, tapi percayalah aku menyukainya. Hari ini dia memakai seragam dibalik hoodie warna hitam kesukaannya. Rambutnya mulai panjang hampir menutup matanya, tapi entah kenapa aku tetap suka.

Seketika aku mengerucutkan bibirku setelah membaca dilembar pertama. Siapa laki-laki yang berhasil membuatnya sangat antusias ini, apalagi laki-laki itu memakai hoodie di sekolah.

Musim hujan di bulan November minggu ke-2

Hari ini aku melihatnya kehujanan. Kenapa dia tidak pernah memakai payung atau jas hujan sih? Aku gemas sekali setiap melihat seragamnya basah seperti itu. Belum lagi para siswi yang jadi salah fokus melihat ketampanannya yang makin cemerlang seperti sabun colek. Ah, andaikan aku bisa dekat dengannya.

Aku membuka lembar berikutnya. Masih dalam keadaan penasaran siapa laki-laki yang dimaksud di dalam buku harian ini.

Musim kemarau di bulan Januari minggu ke-4

Apakah aku melakukan kesalahan sampai orang yang disukai Ayu menyatakan perasaannya saat kita ada di kantin? Lebih parahnya dia mengatakan itu di hadapan Ayu dan orang yang ku sukai. Bagaimana bisa dia mengatakan itu. Kalau begini, bukankah aku semakin sulit untuk mengatakan kalau aku suka padanya?

Alisku terangkat setelah membacanya. Aku mencoba mengingat apakah pernah ada seseorang yang menyatakan perasaannya pada Alya.

“Eum? An? Bukankah orang yang menyatakan perasaannya hanya An saja saat kita masih sekolah? Dan lagi kejadiannya sama persis saat di kantin.” Aku mencoba mengingat kejadian beberapa tahun silam itu.

“Kalau benar ada di kantin, disana juga ada Ayu dan....aku? Tunggu.”

Aku langsung membuka lembar-lembar berikutnya, sampai akhirnya aku membaca salah satu tulisan yang membuatku badanku membeku sejenak.

Musim berganti di usiaku yang sudah kepala 2

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku menemukannya!! Aku menemukan laki-laki yang selama ini masih setia berkunjung ke dalam hatiku. Ku lihat dia memakai pakaian serba hitam, berdiri di dekat toko milikku, tapi sayangnya semua sudah terlambat, Ayah memaksaku untuk menikah dengan Adam. Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan, aku ingin sekali bertemu dengannya saat ini juga, tapi aku tidak tau dia ada dimana sekarang.

Aku terus membaca setiap tulisan yang dia ceritakan di dalam buku ini, sampai akhirnya ada sesuatu yang jatuh. Aku mengambilnya dan sedikit terkejut karena ini adalah surat yang waktu itu aku letakkan di kamar rumah sakit sebelum pergi meninggalkan Alya.

Ke khawatiran seorang Alya.

Aku ingin bertanya, mengapa dia masuk rumah sakit? Menagapa lukanya banyak sekali? Apa yang dia lakukan selama ini sampai membuat dirinya kurus seperti itu. Kenapa wajahnya terlihat lelah, dan sejak kapan dia memiliki adik setampan Aga? Aku ingin bertanya banyak hal, tapi aku tau bahwa aku bukan siapa-siapa untuknya.

Aku membuka lembar terakhir pada tulisan gadis itu.

Mungkin ini adalah tulisan terakhirku.

Aku tidak tau apakah yang ku lakukan ini benar atau salah. Aku sangat sadar kalau aku masih menyukainya meskipun dia pergi untuk kesekian kalinya tanpa pamit dan hanya meninggalkan sebuah surat dengan tulisan selamat tinggal. Tentu saja aku kecewa, tapi lebih merasa kecewa saat melihatnya tiba-tiba datang untuk menolongku di toko roti.

Aku tau kalau aku masih memiliki perasaan itu, tapi aku tidak ingin terus menjadi beban untuknya. Maka dari itu untuk sementara aku akan pergi dan membiarkan semuanya di urus oleh Ayu. Aku lelah dan ingin melupakan perasaan ini, setelah semua selesai aku janji akan kembali lagi.

Untuk kekasihku yang selalu ku nantikan hadirnya, maaf aku tidak bisa bertahan lebih lama. Semoga kau bahagia, dan maaf aku pergi.

Selamat tinggal kekasih bayanganku, Dicky.

Aku langsung membuka pintu kamar Aga dengan keras. “Tolong cari dimana Alya berada sekarang.”

“Kau sudah membacanya ternyata.” Aga bangun dari tidurnya, kemudian memberiku secarik kertas. “Aku tidak tau pasti apakah sekarang dia masih ada disana, tapi setidaknya coba dulu untuk—hei aku belum selesai bicara! Dasar!”

Aku tidak menggubris teriakan Aga, tanpa pikir panjang aku langsung mengambil jaket dan buku harian miliknya, kemudian pergi ke tempat Alya berada.

“Tunggu, aku pasti akan menemukanmu.”








riz_rap•^•
21062020

Blue ReadingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang