Dari sini aku mulai ceritain dua sudut pandang antara Dicky sama Alya secara acak ya, nanti ada namanya dibagian awal cerita biar tau sudut pandang siapa di setiap chapter.
Jangan lupa vote & komen ya^^ terima kasih semua. Selamat membaca~
•
•
•
••
•Alya•
Aku hanya bisa duduk diam saat melihat sosok Dicky berdiri di balik pagar rumah. Sesekali dia menyeka keringatnya tatkala sinar matahari menggigit kulitnya yang aku pastikan sudah terbakar. Ku dengar suara ketukan pintu sebelum akhirnya seseorang masuk ke dalam kamar.
“Kenapa kau tidak makan sarapanmu?” Tanya Kak Uci mendesah.
Aku diam, masih terus memperhatikan Dicky yang tetap tidak goyah berdiri disana. Padahal beberapa kali ku lihat Aga terlihat memaksa Dicky untuk pergi dari sana, tapi Dicky menolak sampai akhirnya Aga meninggalkannya sendirian.
Kak Uci duduk di sampingku, menghapus sisa air mata yang masih membekas di pipiku. “Aku tau ini berat, tapi tidak bisakah kau melepaskannya demi Ayah?”
Aku menoleh padanya. “Sejak kejadian itu, aku selalu mengikuti semua perkataan Ayah. Bahkan tidak sekalipun aku menolaknya Kak.”
“Kali ini, untuk terakhir kalinya.”
Aku menggeleng. “Aku tidak mau. Sudah cukup aku merelakan semua impianku, tapi tidak dengan dia. Kakak sendiri tau kan bagaimana perasaanku selama ini ke Dicky?”
Aku berusaha untuk tidak menangis lagi. “Kakak sendiri juga tau bagaimana aku berusaha untuk melupakannya selama ini, dan Kakak juga tau hasil yang selalu aku dapatkan setiap kali aku berusaha untuk melupakan perasaan ini.”
“Ayah hanya ingin yang terbaik untuk putrinya.” Ucap Kak Uci sembari mengusap punggung bergetarku.
“Tapi tidak dengan masalah perasaanku. Selama ini aku berusaha untuk menjadi putri yang baik, menjadi apa yang Ayah inginkan. Tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri.”
Brak....
Aku terkejut saat mendengar suara keras dari arah bawah. Ku lihat Ayah membawa tongkat baseball di hadapan Dicky yang saat ini sudah berlutut di hadapan Ayah. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari keluar rumah.
“Alya!” Teriak Kak Uci yang tidak sempat menahan diriku.
Di bawah ada Ibu yang langsung menahan diriku untuk tidak keluar.
“Lepaskan Bu!” Teriakku berusaha melepaskan pelukan Ibu.
“Tidak. Ayah menyuruhmu untuk tetap diam di dalam rumah.”
“Dengan keadaan Dicky seperti itu, Ibu masih menyuruhku untuk diam disini?!” Aku masih berusaha untuk melepaskan diriku.
“Tenang dulu nak.”
“Lepas—“
“ALYA DENGARKAN IBU!”
Aku terdiam sesaat, sedikit terkejut dengan apa yang Ibu lakukan barusan.
“Ibu tau kau sangat menyukainya. Tapi bisakah kau dengarkan Ibu sekali ini saja? Ayah melakukan ini juga demi kebaikanmu nak.”
“Apa demi kebaikanku adalah dengan cara menyakiti orang yang ku suka selama ini? Apa dengan membuatnya menyerah akan membuatku bahagia? Selama ini aku sudah mengalah untuk Ayah, aku sudah merelakan semuanya demi kebahagiaan Ayah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Fiksi Remaja"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...