Bagian 21 - Hadirnya

51 5 0
                                        

Sudah hampir berapa lama ya aku berdiam diri di rumah sakit ini dengan ponsel yang di ambil alih oleh Aga karena tidak ingin Herdian mengetahui dimana aku berada?

Eum, anggap saja kalau aku melarikan diri dari dirinya untuk sementara waktu. Sedangkan Aga hampir setiap hari datang ke rumah sakit untuk memberiku informasi lebih banyak juga apa yang harus ku lakukan setelah aku keluar dari rumah sakit nanti.

Seperti yang dia lakukan sekarang, berada di ruangan yang sama dengan Alya tak membuat laki-laki ini merasa malu lagi. Bahkan dia membiarkan Alya keluar masuk kamar dengan terus membahas apa yang harus ku lakukan ke depannya.

“Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan sih? Beberapa hari ini aku selalu melihat kalian selalu serius setiap kali membahas tugas sekolah.”

Ya, Aga dengan percaya dirinya mengatakan kalau ini hanyalah tugas sekolah miliknya yang sedikit berbeda dengan tugas sekolah biasa, karena dia belajar di sekolah elit yang muridnya hanya berisikan anak-anak orang terpandang saja.

“Kakak mau ikut? Aku yakin kalau otak kakak tidak akan sampai untuk mengerti apa yang sedang kami bahas.” Jawab Aga yang langsung membuatku menatapnya tajam.

“Ya ya ya terserah. Tapi bisakah pembahasan tugas ini selesai sampai sini? Apa kau tidak lihat kalau sekarang sudah waktunya kakakmu minum obat dan tidur siang?”

“Tidak bisakah sekali ini saja kak Dicky bersamaku tanpa tidur siang? Bahkan tidurnya lebih lama dariku.”

Alya memberiku segelas air dan obat, menyuruhku untuk segera meminumnya. Sedangkan aku tanpa mengatakan apapun langsung meminumnya begitu saja.

“Hei, kenapa kau—maksudku kenapa kakak mendengar perkataan kak Alya sih?! Tugasku belum selesai, kalau sampai..”

“Besok pagi datang lagi saja. Lagipula sebentar lagi kakakmu sudah diijinkan untuk pulang. Sudah sana lanjutkan di rumah atau kau ingin makan siang denganku disini?”

Aga menatap Alya dengan pandangan tidak suka, kemudian membereskan semua buku-buku miliknya. “Dari pada harus makan denganmu, lebih baik aku makan sendiri di rumah. Ya sudah kalau begitu besok aku datang lebih awal agar tidak ada lagi yang mengganggu kami berdua.”

Bukannya merasa kesal, Alya justru memeluk Aga dengan tiba-tiba membuat laki-laki itu membeku untuk sesaat. “Aku tau kalau pekerjaanmu sanat penting, tapi bukankah kesehatan Kakakmu lebih penting dari segalanya? Dengan begitu kalian bisa melakukan apa yang sudah kau rencanakan selama ini kan?”

“Maksudmu?” Tanyaku tiba-tiba, takut kalau dia mengetahui apa pekerjaanku saat ini.

“Kenapa? Bukankah Aga mengatakan kalau kalian ingin mendesain rumah agar terlihat lebih baik lagi? Kalau hanya Aga yang mengerjakannya kan membutuhkan waktu yang lama.”

“Ah benar.” Ucap kami berdua, lega mendengar jawaban dari gadis ini.

“Ya sudah aku pergi. Sampai besok.”

“Bagaimana, sudah mulai merasa mengantuk?” Tanyanya setelah Aga menghilang di balik pintu kamar.

Aku menggeleng, tapi Alya justru membenarkan posisi bantal agar aku bisa segera untuk masuk ke dalam alam bawah sadarku. Entah kenapa aku selalu merasa senang setiap kali hanya ada kami berdua disini. Rasanya aku bisa melihat sosok Alya yang hanya menatap dan memperhatikan diriku tanpa terganggu dengan sosok lain.

“Mau makan apel?” Tanyanya sembari mulai mengupas apel yang dia beli tadi pagi.

“Kenapa kau masih peduli padaku?” Tanyaku membuat tangannya berhenti mengupas sejenak, kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya.

Blue ReadingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang