Dengan tergesa, aku berlari menuju kelas An yang untung saja dia sudah datang. Aku sempat tersenyum pada Dicky yang saat itu menyapaku dari bangkunya. Lalu berjalan menghampiri An yang saat itu terlihat sedang mendengarkan musik. Tanpa meminta ijin, aku langsung menarik headseat dari telinganya.
"Keluar, aku ingin bicara denganmu." Ucapku sinis. Lalu berjalan terlebih dulu keluar kelas.
Aku memilih ruang paduan suara karena tempatnya yang jauh dari kawasan siswa-siswi lalu lalang. Sejenak aku kembali memandang ke sekitar, memastikan tidak ada yang mengikuti bahkan mengintip kami dari luar.
"Ada apa?" Tanyanya santai sambil memainkan kukunya.
"Semalam ada seseorang yang mengancamku." Ucapku langsung pada intinya.
Ku Lihat An nampak terkejut mendengarnya. Dia langsung berjalan mendekat. "Dia menghubungimu?" Tanyanya hampir seperti berbisik.
Aku mengangguk. "Suaranya seperti seorang pria berumur tiga puluh tahun ke atas. Dia melarangku untuk dekat denganmu lagi atau aku akan menyesal." Ucapku sama berbisiknya dengannya.
"Aku akan memeriksanya lagi."
"K-kau tahu siapa pelakunya?" Tanyaku.
An menggeleng. "Sampai saat ini aku tidak tahu siapa pelakunya. Hanya saja aku mencurigai sekelompok siswa yang beberapa kali terlihat di seberang sekolah."
Seketika aku ingat saat aku bertemu dengan mereka yang saat itu terlihat sedang memperhatikan seseorang. "Jangan-jangan saat itu mereka sedang menunjukku."
"Maksudmu?"
"Saat aku menolak pulang bersamamu, aku sempat melihat sekelompok siswa dari sekolah lain sedang menunjuk seseorang. Ku kira mereka sedang melihat orang lain, jadi aku biasa saja." Jelasku padanya.
An menghela napas panjang, lalu memegang kedua bahuku. "Untuk kali ini jangan sampai ada orang yang tahu tentang masalah ini. Tetap rahasiakan dan tetap jaga dirimu sendiri juga sahabatmu. Usahakan jangan sampai kalian keluar sendiri."
"Apa masalah ini ada sangkut pautnya dengan pacaran bohongan ini?" Tanyaku setelah mengaitkan semuanya.
"Hm, kurang lebih begitu. Kau akan tahu alasannya nanti. Sekarang belum saatnya aku menceritakan semuanya."
Aku mengangguk paham. "Baiklah, kalau begitu mulai saat ini kita harus lebih sering mengirim kabar tentang dimana kita dan apa yang sedang kita lakukan."
"Aku setuju."
Setelah itu kami keluar bersama. Memperhatikan ke sekeliling sampai masuk ke dalam kelas. Aku hanya takut jika ada seseorang yang mendengar masalah ini dan dia bersembunyi di dalam kegelapan atau tempat yang tidak terlihat. Sama seperti di film-film yang selama ini aku tonton.
Di dalam kelas, aku melihat Fandi yang saat itu terlihat sedang membaca komik.
"Fandi." Panggilku padanya.
"Hm?"
"Siang nanti traktir aku makan siang dong." Ucapku sambil menggoyangkan lengan kirinya.
"Bukankah kau sudah punya kekasih. Minta padanya." Jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari komik itu.
"Kalau kau mentraktirku hari ini, aku akan meminjamkanmu majalah detective conan serial terbaru."
Fandi langsung menutup komiknya. "Baik, aku akan mentraktir makan siang semaumu. Tapi pinjamkan selama setahun."
Aku langsung menatapnya tajam. "Kau tidak ingat bagaimana nasib majalah animeku saat kau meminjamnya tiga hari?"
"Ya sudah kalau begitu beli makan sendiri." Dia kembali membaca komiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...