Malam itu aku bermimpi sedang berada di sebuah taman. Aku memakai baju serba putih dan melihat seseorang berdiri tak jauh dari tempatku berdiri. Perlahan aku mendekat padanya, sedangkan dia menoleh dan tersenyum padaku. Aku sedikit terkejut saat melihat sosok yang mirip dengan Ayah Alya sedang berdiri seorang diri disini.
Aku mendekat pada beliau sampai akhirnya ku rasakan sebuah perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuhku saat beliau memelukku seolah beliau mengatakan bahwa aku harus menjaga Alya dengan baik karena hanya aku orang yang dia cintai selama ini.
"Tunggu." Ucapku saat beliau melepaskan pelukannya kemudian pergi meninggalkanku.
Perlahan aku membuka kedua kelopak mataku. Hal pertama yang ku lihat adalah sosok Aga sedang duduk di sebelah kanan dengan wajah terlihat sangat khawatir. Kemudian di susul sosok An yang terlihat sama khawatirnya dengan Aga. Bahkan laki-laki itu memegang tanganku.
"Akan ku panggilkan Dokter." Ucap Aga kemudian pergi meninggalkan kami berdua.
"Bagaimana keadaanmu? Apa masih terasa sakit? Butuh minum?" Tanyanya bertubi-tubi, sedangkan aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Kemarin malam saat aku berkunjung untuk melihat temanku, aku tidak sengaja melihatmu masuk ruang operasi. Jadi disinilah aku sekarang."
Aku mengangguk.
"Ku dengar dari Adikmu, luka tusukmu cukup dalam maka dari itu kau tidak sadar hampir tiga hari ini. Aih, apa saja yang kau lakukan sampai dua kali masuk ke rumah sakit dengan banyak luka di tubuhmu. Belum lagi bekas-bekas luka yang sepertinya sudah lama itu."
"Kemarin dia—"
Aku menoleh ke arah Aga, menyuruhnya untuk tidak mengatakan apapun yang saat ini sedang bersemayam di dalam otak mungilnya itu. Sedangkan An hanya diam memperhatikan kami berdua, kemudian kembali tersenyum ke arahku.
"Bagaimana kabarmu dengan Ayu?" Tanyaku setelah Dokter selesai memeriksaku.
"Baik. Hanya saja sifatnya tidak berubah jika Alya sudah datang ke rumah. Rasanya dunia seperti hanya milik mereka berdua. Kau ingat kan bagaimana mereka jika sudah bertemu?"
"Eum, selalu sama seperti dulu."
Tak lama kemudian ku lihat pintu di buka dari luar yang membuat tubuhku seketika membeku setelah melihatnya. Sekilas aku menoleh ke arah Aga, kemudian kembali melihat ke arah ambang pintu dimana mereka masih disana.
"Oh Angelita! Masuklah." Ucap Aga dengan nada santai.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya salah satu dari mereka yang membuatku menunduk. "Ini semua bukan salahmu, aku tau kalau kau terpaksa melakukannya karena harus menyelamatkan keluargamu." Lanjutnya.
"....Sebagai gantinya karena telah menyelamatkanku, mulai sekarang aku akan selalu membantu jika kau dan keluargamu butuh bantuan."
Aku mendengus mendengarnya. "Aku memang menyelamatkanmu, tapi bukan berarti aku berpihak padamu."
"Tolong jaga ucapanmu. Kalau bukan karena bantuan Aga kau tidak ada disini sekarang."
Ku balas tatapan tajam dari kekasih wanita itu yang sedari tadi berdiri di sebelahnya. "Dan kalau bukan karenaku, kau tidak akan pernah bisa melihat wanitamu lagi. Lagipula sudah ku katakan berkali-kali bukan kalau aku sama sekali tidak masalah jika harus mati di dalam tahanan."
"A-apa?" Seketika aku terdiam setelah ingat kalau masih ada An di dalam ruangan ini. "Apa maksudnya kau masuk penjara? S-siapa mereka?"
Aku menghela napas panjang. Sudahlah lagipula tidak ada gunanya lagi merahasiakan semuanya di hadapan mantan sahabatku ini. Dengan tatapan tajam aku melihat ke arahnya yang juga sedang melihat ke arahku dengan tatapan meminta penjelasan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...