Untuk kesekian kalinya aku bangun di hari yang cukup bermandikan sinar mentari pagi. Setelah berhasil mengumpulkan nyawa, aku duduk di balkon apartemen milik Aga yang mulai menjadi bagian dari hidupku. Sudah hampir seminggu sejak kejadian malam itu, dan sejak itu pula aku sama sekali tidak melihat sosoknya berada di toko roti maupun toko bunga.
Meskipun malam itu sangat menyakitkan, tapi entah kenapa rasanya aku masih tidak bisa untuk berdiam diri di rumah dan meninggalkan Alya begitu saja di malam hari yang tentu saja tidak terlalu ramai di wilayah tokonya.
“Kau tidak berniat untuk kembali ke pekerjaanmu lagi? Semakin lama kau terlihat mengenaskan.” Ucap Aga dari arah dapur.
“Aku sama sekali tidak ada semangat untuk melakukan sesuatu. Kalau kau ingin memiliki penghasilan lebih, aku sarankan kau segera masuk ke kepolisian. Ku pastikan kau akan diterima meskipun belum lulus sekolah.”
“Tidak, aku sama sekali tidak tertarik dengan hal seperti itu. Lagipula aku masih memiliki perusahaan milik Ayah yang saat ini dikembangkan oleh orang kepercayaanku, jadi kau tidak perlu khawatir dengan uang yang aku miliki sekarang.”
Aku mendengus. “Apa kau tidak malu dengan dirimu sendiri? Merencanakan agar Ayahmu masuk penjara, dan mengambil semua keuntungan yang dimiliki oleh Ayahmu.”
“Kenapa? Aku masih tetap jadi anaknya kan meskipun aku tidak mau.”
“Terserah.” Aku kembali memperhatikan jalanan di bawah sana yang mulai terlihat ramai dengan beberapa kendaraan.
Tak lama kemudian ku rasakan Aga duduk di sebelahku dengan kedua tangan memegang secangkir teh hangat. “Bagaimana kabar kekasihmu? Ku lihat kau sekarang hampir tidak pernah datang lagi ke sana.”
“Bukan urusanmu.”
“Kalian bertengkar?”
Aku memutar bola mata malas.
“Orang dewasa itu memang aneh. Kalau memang masih memiliki perasaan suka kenapa harus dipendam dan berakhir dengan menyakiti diri sendiri?”
“Karena kau belum tau bagaimana rasanya menjadi orang dewasa yang sebenarnya.”
“Ya aku tau. Tapi dari pandanganku selama ini, orang dewasa itu menakutkan. Mereka berusaha mengambil apa yang tidak mereka miliki dengan cara apapun, bahkan nyawa orang lain seolah-olah hanya sebuah hiasan langka yang siap diburu kapanpun dan dimanapun dia berada.”
Aku menggeleng, tidak setuju dengan pendapatnya. “Tidak semua orang dewasa itu menakutkan, kau saja yang tumbuh dan hidup di lingkaran yang jauh berbeda dari remaja seusiamu. Mulai besok coba kau perhatikan lebih luas keadaan orang dewasa disekitarmu, maka aku yakin kalau kau akan menemukan jawabannya.”
“Seperti sosok Alya?”
“Hm?”
Aga meletakkan cangkirnya di lantai, kemudian menatap ke arahku. “Orang dewasa sepertinya cukup membuatku tertarik. Awalnya aku bahkan tidak percaya kalau dia seumuran denganmu. Kau tau apa yang aku maksud kan? Dunia kita dan dia terlalu jauh berbeda, maka dari itu aku terkejut saat melihat sosoknya yang penuh perhatian seperti anak kecil yang...eum, polos mungkin?”
Seketika aku tertawa mendengarnya.
“Aku tau ini aneh, tapi untuk sekarang aku hanya bisa menganggap bahwa orang dewasa yang baik dan tulus adalah Alya saja. Maka dari itu aku sedikit tidak rela kalau dia pergi bersama orang lain.”
“Ya begitulah.”
Tak ingin terus berlarut pada kesedihan, akhirnya aku memutuskan untuk lari pagi disekitar apartemen saja. Aku berusaha menjernihkan pikiranku, semua tidak akan sama dengan masa lalu meskipun aku sangat ingin sekali bertemu dengannya lagi. Semuanya sudah berbeda, benar yang dikatan Aga kalau dunia tumbuh kita sudah berbeda jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...