“Jelaskan padaku siapa laki-laki yang kau tulis di dalam sana.”
“Kau lancang membacanya?” Alya menatapku tajam, gadis itu langsung merebut buku biru itu dari tanganku kemudian berjalan menuju arah pintu.
“Pergi.” Ucapnya kemudian tanpa melihat ke arahku.
Aku menghela napas panjang. “Sudah ku katakan sebelumnya, aku tidak akan pergi sebelum kau ceritakan semua yang sudah kau tulis di dalam buku itu.”
Tanpa mengatakan apa-apa, Alya datang menghampiriku dan menarik diriku untuk bangkit dari duduk. Tenaganya yang cukup kuat sedikit membuatku kewalahan menahan diri agar tidak bergerak sedikitpun dari sofa. Tetapi gagal, karena terluka membuat kekuatanku sedikit hilang. Pada akhirnya aku membiarkan dirinya membawaku keluar dari dalam rumahnya.
“Al..” Dia langsung menutup pintu rumahnya setelah memberikan pakaian milikku.
Tidak menyerah, aku mencoba mengetuk pintunya dari luar. “Alya, kau marah karena aku membaca tanpa meminta ijin padamu terlebih dulu?”
Tidak ada jawaban, tapi aku tau kalau gadis itu masih ada di dekat pintu.
“Kau tidak ingin meluruskan semuanya? Kau penasaran kan kehidupan seperti apa yang ku lalui setelah kita berpisah? Kau juga ingin bertanya kenapa aku bisa masuk rumah sakit waktu itu?”
“......”
“Aku akan menceritakan semuanya, asal kau mau membuka pintu ini dan mengijinkanku untuk masuk.”
Hening, tidak ada pergerakan sedikitpun dari dalam.
“Baiklah, aku pulang. Maaf sudah mengganggu.”
Dengan perasaan sedikit kecewa aku melangkahkan kakiku menjauh dari rumah itu. Sejenak aku menunggu di depan pagar, tetapi gadis itu tetap tidak membuka pintunya untukku. Pada akhirnya aku benar-benar menjauh dari rumah itu, mungkin untuk sementara waktu dia memang tidak ingin bertemu denganku.
Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja, karena aku sudah menemukan dimana tempat tinggal barunya maka aku akan datang setiap hari kesini. Lihat saja, kali ini aku yang akan mengejarmu sampai kau benar-benar kembali padaku lagi.
Aku duduk diam di halte sembari menunggu bus datang yang katanya hanya lewat setiap empat jam sekali. Sesekali merapatkan jaket yang ku pakai karena udara tiba-tiba terasa dingin dengan awan hitam mulai berjalan kesini. Aku berusaha untuk berpikir positif karena jika hujan turun, bus akan semakin lama datang atau bahkan tidak datang sama sekali.
“Masih ada tiga jam lagi sebelum bus datang.” Gumamku.
Perlahan aku merasakan tetesan air yang tidak sengaja jatuh di wajahku. Awalnya hanya gerimis biasa, sampai akhirnya berubah menjadi hujan deras dengan sangat cepat membuatku kembali menghela napas panjang.
Aku bersandar pasrah pada dinding halte, tidak tau apa yang harus ku lakukan karena di desa terpencil ini tidak ada penginapan yang dekat. Lagipula kalaupun ada aku juga tidak akan bisa berlari karena hujan sangat deras, bukannya sampai ke penginapan bisa-bisa aku berakhir mati di tengah jalan.
“Sial, tidak ada sinyal.” Gumamku kembali saat ingin mengirim pesan ke Aga.
“Disini memang sulit mendapatkan sinyal, kau harus pergi ke jalan besar terlebih dulu baru bisa mendapatkan sinyal.”
Aku mendongak, melihat Alya berdiri di hadapanku dengan payung dengan ukuran besar dan jas hujan yang gadis itu pakai.
“Aku baru ingat kalau bus tidak akan pernah datang saat hujan, apalagi hujan lebat seperti ini.” Alya memberiku payung yang dia bawa di tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...