Bagian 15 - Rindu dalam Diam

51 8 0
                                    

Aku membuka kelopak mataku, hal pertama yang aku lihat adalah sosok Nina yang sedang menyiram tanaman di depan toko bunga. Perlahan aku mengangkat kepalaku yang terasa sakit, sepertinya sakitnya akan terasa selama beberapa hari. Sejenak aku terdiam, melihat ke arah tunas bunga matahari yang terlihat mulai tumbuh.

“Apa yang terjadi padaku?” Tanyaku saat Sigit lewat.

“Kakak tidak ingat?” Aku menggeleng. “Kemarin Kakak menangis sambil membawa gunting kemari, kemudian tidur disana seperti orang mabuk.”

Aku mencoba untuk mengingat apa yang ku lakukan kemarin. Ah benar, Ayah menyuruhku untuk menerima perjodohan konyol itu. Memangnya aku masih anak kecil apa sampai pendamping hidupku pun sesuai keinginan beliau. Tak ingin ajahku terlihat lebih tua dari usiaku sebenarnya, akhirnya aku memutuskan untuk mandi, kemudian menyapa para pelanggan yang datang untuk membeli buket.

“Permisi.” Ucap seorang siswa berseragam. Aku datang menghampirinya. “Apa benar ini toko bunga Calerrine?” Tanyanya kemudian.

“Benar.” Jawabku.

“Anda pemiliknya?”

“Seseorang menyuruhku untuk memberikan kartu ini pada anda, kemudian ini ponsel katanya sebagai permintaan maaf waktu itu karena tidak sengaja menabrak anda di halte bus.”

Aku menerimanya. “Tunggu, kau melihatnya dimana?”

“Di seberang jalan sana.”

“K-kemana dia sekarang? Apa kau tau?”

Siswa itu menggeleng. “Tadi dia masih ada disana, tapi sekarang sudah tidak ada.”

Aku melihat arah tunjukannya. “Apa dia memakai tas hijau lumut dengan gambar naga diatasnya?”

Siswa itu mengangguk.

“Memakai jaket coklat?”

“Benar.”

“Apa dia memberitahu namanya padamu?”

“Tidak, tadi dia hanya mengatakan kalau dia teman pemilik toko ini.”

“Hah, baiklah kalau begitu. Terima kasih sudah mengantarkannya padaku.”

Siswa itu mengangguk, kemudian pergi meninggalkanku. Sejenak aku kembali melihat sekeliling tapi tidak menemukan sosok bertas hijau itu. Akhirnya aku masuk ke dalam toko. Alisku bertaut saat melihat ada secarik kertas yang jatuh dari dalam kartu milikku.

“Hm?” Aku mengambilnya, kemudian membuka kertas itu.

Deg...

Aku terkejut bukan main setelah membaca kertas itu.

“Dicky?” Gumamku yang langsung berlari keluar toko bunga. Berusaha mencari sosok itu tapi tidak ada. Aku berjongkok, kemudian menangis keras membuat Nina datang padaku.
Kenapa aku baru menyadarinya.

***^***

Aku hanya bisa menatap ke arah surat itu dengan pandangan kosong, membiarkan segalanya masuk ke dalam pikiranku, terutama sosok mirip Dicky yang ku temui beberapa waktu lalu. Tanpa sadar air mataku keluar lagi saat mengibgat isi kertas itu. Kenapa aku tidak menyadari sejak awal kalau itu adalah dia. Kenapa aku tidak melihat wajahnya waktu itu dan justru langsung masuk ke dalam bus.

Aku kembali menangis, membiarkan segala perasaan ini membuncah begitu saja. “Kenapa dia tidak datang langsung padaku? Kenapa memberikan ini pada siswa itu. Apa dia tidak ingin bertemu denganku lagi?”

Tak lama kemudian ku lihat Ayu datang tergesa, kemudian terdiam sejenak setelah melihat apa yang ada di atas meja. Perlahan dia memelukku sembari mengelus rambutku lembut.

Blue ReadingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang