Plak...
Ku rasakan panas menjalar di pipi kiriku setelah apa yang ku lakukan padanya barusan. Ya, aku menciumnya tanpa meminta ijin terlebih dulu, membiarkannya terkejut kemudian menamparku dengan sangat keras, bahkan lebih keras dari yang ku bayangkan sebelumnya.
Sejenak kami bertatapan, ku lihat ada gurat-gurat kekecewaan di dalam sana sebelum akhirnya dia meninggalkanku sendirian. Aku menghela napas panjang, kembali pada kesadaranku. Tidak, ini memang rencanaku sedari awal agar dia membenciku. Aku hanya tidak ingin dia terus mencintai orang sepertiku, karena aku yakin ada banyak laki-laki di luar sana yang lebih pantas bersanding dengannya.
Ku rasakan dadaku sedikit terasa sakit saat mengingat tatapan yang dia tujukan padaku barusan. Tidak, aku tidak akan menyesal melakukan ini. Semua demi kebaikannya, aku tidak boleh egois hanya karena melihatnya masih menyukaiku yang bahkan sudah membuatnya mungkin trauma dengan apa yang sudah ku lakukan beberapa tahun lalu.
Tak lama kemudian ku rasakan ponselku bergetar. Hampir saja aku melupakan misiku malam ini. Sejenak aku kembali melihat ke arah dua pasutri yang terlihat sedang berbicara dengan seseorang disana, kemudian pergi tanpa berniat untuk berada disini lebih lama lagi.
Setelah berganti baju, aku memulai misiku. Selama beberapa saat aku hanya duduk diam di dalam mobil sembari memperhatikan club malam yang mulai banyak di masuki oleh orang-orang. Aku mengecek isi pistolku kembali, kemudian kembali memperhatikan luar jendela.
Aku terus mengetuk jariku menunggu target keluar dari dalam club. Sesekali suara Herdian terdengar dari headset yang ku pakai di telinga kanan, berharap agar aku tidak membunuhnya saat itu juga karena dipastikan beberapa polisis sudah mulai ikut berjaga di beberapa tempat.
Wah, aku bahkan tidak tau kalau pria tua itu juga membantu polisi untuk menangkap penjahat yang bahkan kasusnya lebih besar dari yang selama ini ku tangani. Ah, aku tidak peduli. Lagipula selama uang yang ku minta bisa ku dapatkan, kenapa harus menolak pekerjaan seperti ini? Bukankah secara tidak langsung aku sudah masuk menjadi salah satu anggota kepolisian negara?
Aku berhenti mengetuk saat ku lihat seseorang yang mirip dengan foto yang di berikan Herdian keluar dari dalam club. Dengan tenang aku mulai menurunkan kaca mobilku sedikit.
“Aku mulai, bersiaplah.” Ucapku pada Herdian yang membuatnya tergagap.
“Berbahagialah dengan kasusmu.”
Dor..
“Kyaa!!!”
Seketika orang-orang di club langsung berhambur keluar, sedangkan polisi yang semula berjaga di beberapa tempat langsung berlari menghampiri pria paruh baya itu. Dari sini dapat ku lihat semua orang mulai berhamburan kesana-kemari, berusaha menyelamatkan diri mereka sendiri. Dasar manusia bodoh.
“Jangan lupa kirim uang sesuai jumlah yang ku minta tadi siang. Terlambat sedikit, aku akan membunuhmu sama seperti yang ku lakukan pada pria tua itu.”
“Dasar. Aku sudah mengirimnya.”
“Bagus. Setelah ini jangan lagi menggangguku, aku tidak suka jika hari liburku kau...”
Prang.. Bug..
“Akh!” Pekikku saat ku rasakan seseorang memukul kepala belakangku keras. Seketika semuanya terasa berputar dalam pandanganku. Perlahan aku melihat seseorang duduk di kursi penumpang dengan pistol mengarah padaku.
“Cepat pergi dari sini.” Ucapnya terburu-buru sambil melihat ke sekeliling.
“Kau siapa berani menyuruhku melakukan hal itu? Terlebih lagi kau merusak kaca mobilku, padahal aku baru menggantinya beberapa bulan ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...