•Alya•
Ke esokan harinya aku benar-benar memutuskan untuk memberitahu Ayah bahwa aku akan melepaskan perasaanku dengan syarat Ayah harus memberitahuku dimana keberadaan Dicky saat ini.
Awalnya Ayah tidak percaya, sampai akhirnya Ibu membantuku agar Ayah percaya padaku dan memberitahuku kalau selama ini Dicky berada di rumah sakit yang sama denganku. Tanpa pikir panjang, aku berniat menghampirinya.
“Janji adalah janji, kau hanya boleh menemuinya dari kejauhan saja.” Ucap Ayah sebelum akhirnya aku pergi dari kamar.
Sesuai dengan perjanjian, aku hanya bisa melihatnya duduk diam di taman rumah sakit. Seketika air mataku kembali menetes saat melihat kondisinya yang membuat dadaku kembali terasa sesak. Banyak sekali perban di tubuhnya, terutama di bagian tangan dan kepala.
“Syukurlah, setidaknya kau sudah bangun dari komamu.” Gumamku sembari meremas ujung bajuku agar aku tidak menghampiri Dicky.
Tak lama kemudian aku melihat sosok Aga datang menghampiri Dicky. Dia terlihat mengatakan sesuatu, dan Dicky hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
Tatapan matanya terlihat sedih saat dia mengatakan sesuatu ke Aga. Ku lihat punggung itu mulai bergetar sampai akhirnya Aga memeluk Dicky sembari mengelus punggungnya.
“Aku ingin kesana.” Gumamku ikut sedih melihatnya seperti itu.
Janji tetaplah janji.
Perlahan, aku berbalik dengan perasaan sesak di dada. Setidaknya aku bisa melihatnya dari kejauhan saja sudah membuatku merasa bersyukur.
Sekembalinya aku ke dalam kamar, aku melihat Ibu dan Kak Uci yang terlihat khawatir. Aku tersenyum saat mereka datang menghampiriku.
"Ibu dan Kakak pulang saja, aku ingin sendirian terlebih dulu.”
Aku membungkus diriku ke dalam selimut, menunggu mereka untuk pergi dari sini. Sesaat aku merasakan sentuhan tangan sebelum akhirnya mendengar suara Ibu yang mengatakan akan kembali nanti malam.
Setelah merasa tidak ada orang lain dikamar, aku turun dari kasur dan duduk meringkuk di pojok kamar rumah sakit. Ku sandarkan kepalaku pada jendela rumah sakit, melihat banyak sekali kendaraan yang melewati rumah sakit.
“Aku lelah.” Gumamku pada diri sendiri.
“Tapi kalau aku menyerah sekarang, bagaimana dengan Ibu dan Kak Uci? Aku juga tidak bisa meninggalkan Ayah yang nantinya menyesal telah melakukan hal ini padaku.”
“Apa aku akan tetap mengikuti semua keinginan Ayah?”
Sejenak aku terdiam, kembali memperhatikan jalanan.
“Aku harap setelah ini semua akan baik-baik saja.”
*****
Hari ini adalah hari terakhirku berada di rumah sakit, dan hari ini dipastikan akan menjadi hari terakhirku untuk bertemu dengan Dicky. Aku melihat Ibu sibuk memasukkan bajuku ke dalam tas, sesekali melihatku dan tersenyum.
Sejenak aku melihat jam yang menunjukkan pukul sepuluh pagi, artinya sekarang Dicky sedang duduk di taman rumah sakit.
“Bu.” Panggilku.
“Apa?”
“Aku ingin melihatnya untuk terakhir kalinya.”
Gerakan Ibu seketika berhenti saat aku mengatakan permintaanku barusan. “Kau tau kan kalau Ayahmu tidak akan mengijinkannya.”
“Aku akan melihatnya dari kejauhan saja. Aku janji tidak akan bertemu dengannya, dan akan ku pastikan dia tidak akan melihatku..untuk terakhir kalinya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...