Bagian 14 - Mirip

62 11 0
                                    

Sudah seminggu sejak kepergian Rian, aku merasa seolah aktivitasku berubah. Biasanya pukul sembilan di hari Minggu aku selalu menemani laki-laki itu membaca buku atau mengerjakan tugas di perpustakaan, tapi sekarang aku hanya bisa duduk diam disini seorang diri sembari memperhatikan luar jendela.

Suasananya sangat tenang yang membuatku selalu ingin tidur di sini. Perlahan aku bersandar pada dinding perpustakaan, beberapa kali menguap dengan mata mulai berkaca-kaca akibat kantuk yang tidak bisa di tahan lagi.

“Permisi.” Aku membuka mataku, melihat seorang wanita paruh baya berdiri di sebelahku. “Maaf, kalau anda ingin tidur sebaiknya di rumah, jangan disini.”

Seketika aku langsung meminta maaf padanya, kemudian keluar dari perpustakaan dengan cepat. Ah, malu sekali di perhatikan oleh banyak orang seperti tadi. Lagipula bagaimana bisa aku tertidur begitu saja setelah melihat laki-laki mirip dengan Dicky berjalan masuk ke—

“Hm? Dicky?” Gumamku saat melihat sosok mirip Dicky sedang duduk di salah satu bangku taman perpustakaan. “Ah, tidak mungkin. Bagaimana bisa dia berada disini? Bukankah Ayah sudah melarangnya untuk datang ke kota ini? Aih, dasar kau salah lihat Alya.”

“Bukankah dia Kakak yang tadi tidur?” Bisik beberapa orang yang membuatku akhirnya memutuskan untuk segera pergi dari wilayah itu. Aih, benar-benar memalukan jika aku ingat kembali.

Kali ini aku pergi ke toko kue. Di dalam terlihat para pengunjung sibuk memilih kue yang mereka inginkan, sedangkan aku masuk ke dalam dapur untuk memeriksa bahan-bahan di dalam sana.

“Hm? Siapa yang meletakkan tepung ini di dalam rak?” Tanyaku yang membuat Ferly datang menghampiriku.

“Apa ada masalah Bu?”

Aku meliriknya sekilas. “Kenapa ada bekas tepung kadaluarsa di dalam rak ini? Bukankah sudah ku katakan sebelumnya untuk membuang bahan kadaluarsa secepatnya?”

“Ah, masalah itu.”

Aku menghela napas panjang. “Panggil semua pegawai ke ruangan.”

Di dalam ruangan aku masih tetap diam , berusaha untuk meredakan emosiku agar tidak membentak mereka semua. “Jelaskan apa yang harus di jelaskan.”

“Eum, maaf. Mengenai tepung itu saya yang salah Bu. Waktu itu saya ingin membawanya pulang karena tanggal kadaluarsanya masih tengah malam. Tapi saya lupa untuk membawanya pulang, dan akhirnya—“

“Kalian tau kan kenapa toko roti ini bisa berdiri sampai sukses seperti ini?” Mereka menunduk. “Itu karena kualitas bahan makanan yang kalian berikan selalu membuat para pelanggan puas, terlebih lagi bagi anak-anak. Bayangkan jika aku tidak datang dan kalian menggunakan tepung itu tanpa memeriksanya terlebih dulu, apa yang akan terjadi?”

“Pengunjung bisa keracunan.”

“Kalian sadar kan efeknya. Kepercayaan pelanggan jangan sampai hilang karena masalah ini. Kalau sudah tidak ada yang percaya siapa yang rugi? Kalian sendiri kan?”

Mereka mengangguk sembari terus menunduk.

“Baik, sekarang kalian cek satu-persatu bahan yang ada di dapur. Cepat buang semua bahan yang sudah kadaluarsa dan ganti dengan yang baru. Kalau kejadian seperti ini terjadi lagi, aku akan memecat kalian semua dan menutup toko roti ini. Mengerti?”

“Mengerti!!” Jawab mereka bersamaan.

“Baik, kalian boleh kembali. Maaf aku tidak bermaksud memarahi kalian semua.”

Kemudian mereka kembali satu persatu. Aku menghela napas, bersandar pada kursi sembari memijit kepalaku yang terasa sedikit sakit. Tak lama kemudian aku melihat Ayu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

Blue ReadingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang