Setelah kejadian itu, Ayah tidak lagi menjadi Ayah yang dulu. Aku merasakan perbedaan Ayah yang seperti menjauh dariku. Bahkan saat aku akan berangkat sekolah, Ayah tidak memberiku semangat seperti biasanya. Dan aku merindukan Ayah yang dulu. Tidak, aku tidak menyalahkan semua masalah ini pada Dicky, hanya saja seharusnya Ayah tahu bagaimana perasaanku saat melihat teman baikku masuk ke dalam sana, sedangkan Ayah yang seharusnya bisa membebaskannya tidak melakukan hal itu.
Bukankah ini tidak adil? Dia berhak membebaskan temannya dari jerat hukum, tapi tidak denganku. Aku tahu bahwa Ayah salah karena sudah melakukan hal itu, menyalah gunakan kekuasaan hanay karena dia berteman baik dengan Kepala Kepolisian. Tapi harusnya dia melakukan hal itu juga pada Dicky yang bahkan umurnya masih tujuh belas tahun.
Sesampainya di sekolah, aku merasa seperti banyak siswa-siswi yang melihat ke arahku sambil berbisik. Ya, mungkin mereka ingin tahu bagaimana rupaku setelah di sekap oleh kumpulan orang yang tidak jelas itu. Di dalam kelas, aku melihat Fandi sedang tidur dengan beralaskan tas miliknya.
"Bwa!!" Teriakku tepat di telinga kanannya, membuatnya seketika bangun dengan keadaan terkejut.
"Ah, kau! Sekali lagi kau membangunkanku dengan cara seperti itu, ku tendang kau sampai depan kelas." Lalu dia kembali tidur.
"Kau tidak rindu padaku?" Tanyaku sambil menggucangkan lengan kanannya.
"Bahkan kalaupun kau tidak kembali, aku tidak akan menangis."
"Benarkah? Ah, sayang sekali aku kembali." Jawabku pura-pura sedih.
"Aku hanya bercanda bodoh! Selamat datang kembali. Ku harap kau menikamti masa ujianmu di sekolah."
Aku hanya mendesis, lalu duduk di bangkuku.
***^***
"Dapat balasan dari Dicky?" Tanya Ayu sambil memakan bekal makan siangnya.
Aku hanya menggeleng sambil bersandar pada lenganku. Sudah beberapa kali aku mengirim surat pada Dicky, tapi tidak ada satu pun balasan darinya untukku dan itu semakin membuatku merasa bahwa dia membenciku.
"Kenapa tidak menemuinya langsung?"
"Aku takut jika Kepala Polisi itu melihatku dan melaporkanku pada Ayah."
Ayu hanya mengangguk, mengerti apa yang sedang ku alami saat ini. Kemudian dia kembali memakan bekalnya, sedangkan aku hanya bisa menghela napas beberapa kali.
"Kau masih menyukainya?" Tanya Ayu tiba-tiba.
"Tentu saja aku masih menyukainya. Bodoh bukan? Dia bahkan sudah menamparku dan menyakitiku lewat perkataannya, tapi entah kenapa aku justru semakin menyukainya."
"Kau benar-benar sudah jatuh hati padanya. Padahal kau pernah bilang bahwa jatuh hati itu bullshit." Ucap Ayu kembali mengingat perkataanku saat aku masih menjadi rival An.
"Aaaa....aku merindukannya. Biasanya jika aku bosan, dia akan datang lalu menyapaku." Aku kembali mengingat masa-masa itu dan kembali menangis, membuat Ayu langsung duduk di sebelahku.
"Tidak apa-apa, tetap kirim surat padanya, aku yakin dia membacanya dan tahu apa yang sedang kau rasakan."
Tiba-tiba An datang dengan tergesa-gesa. "Alya, kau harus ke kantor polisi sekarang juga. Dicky! Ayahmu mengeluarkan Dicky." Ucapnya, membuatku langsung meninggalkan mereka berdua.
Kali ini aku lebih memilih menaiki taxi menuju kantor kepolisian. Sesampainya disana, aku langsung mencari keberadaan Ayah yang aku harapkan masih ada disana. Ketemu.
"Ayah, dimana Dicky?" Tanyaku sambil terengah.
"Dia sudah pergi." Jawab Ayah tanpa melihat ke arahku.
"Kemana?"
"Ayah memberikan dua pilihan padanya. Tetap sekolah di tempatmu, tapi ujian masuk universitas di dalam sini atau keluar dari sekolah tanpa catatan kriminal, tapi dia harus meninggalkan kota ini."
"Lalu?"
"Tentu saja dia memilih pilihan kedua."
Seketika aku jatuh terduduk. Kembali menangis karena tidak dapat melihat sosoknya. Ayah langsung menghampiriku dan memelukku erat.
"Kenapa Ayah tega sekali padaku? Aku menyukainya Ayah..hiks...aku tidak mau jauh darinya...hiks.."
"Kau bisa mendapatkan yang lebih baik dari laki-laki penjahat itu."
"Dia bukan penjahat! Dia temanku Ayah! Dia orang yang selama ini selalu membuatku hidup..hiks..kembalikan dia ke sekolahku Ayah..huweee.." Aku menarik lengan baju Ayah kasar.
"Tidak Alya. Mulai sekarang Ayah akan memantau kegiatan belajarmu dan tentang buku harian itu, Ayah akan menyitanya untuk beberapa waktu."
"Ayah!!" Teriakku padanya, tidak menyetujui apa perkataannya.
"Atau kau mau dia berada disini selama tiga bulan dengan masa depan yang suram?"
Seketika aku terdiam, kemudian menggeleng.
"Jadilah putri Ayah yang baik." Ucap Ayah, lalu mengajakku untuk pulang.
Sesaat sebelum aku keluar dari kantor polisi, aku memberikan sebuah surat yang mungkin adalah surat terakhirku untuknya. Ku berikan pada Kepala Polisi tanpa sepengetahuan Ayah.
"Ku harap Anda memberikan ini padanya dan tolong rahasiakan dari Ayah. Saya permisi." Ucapku, lalu pergi dari sana.
Dan itu adalah hari terakhirku untuk mengenang sosok Dicky yang sangat ku cintai.
Selamat mimpi indah teman..
riz_rap•^•
28072019
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Reading
Teen Fiction"Kau tahu mengapa aku menyukai bunga teratai?" "Kenapa?" "Karena dia selalu setia menunggu bulan tanpa merasa lelah sedikit pun." "Lalu bagaimana dengan matahari?" Aku menoleh padanya. Pada seseorang yang sangat amat aku cintai dalam diam ini. "Kau...