20

510 23 0
                                    

“Kalo gue minta lo jadi pacar gue, mau gak?”

Hanya kalimat itu terus yang terlintas dibenak Alana. Benar atau mimpi, bercanda ataukah serius. Perkataan yang dilontarkan Kevan dikantin tadi. Itu hanyalah permainan tapi Kevan mengatakannya seperti tidak main – main. Setelah Kevan mengatakan kalimat itu, Alana langsung pergi tanpa mengucap apapun. Alana menghentak – hentakkan kakinya  kadang juga ia menendang – nendang dedauan yang berserakan. Taman belakang adalah tempat favorit Alana selain rooftop kala frustasi. Ia sudah frustasi dengan perkataan Kevan tadi ditambah lagi Kevan mengajaknya jalan – jalan malam minggu besok.

“Gue harus jawab apa?” gumam Alana.

“HOYY, bengong aja. Cemberut aja tuh bibir. Mau kayak bebek ya.” Kata Mahesa yang tiba – tiba saja duduk disamping Alana.

“Lo tuh kebiasaan deh, ngagetin.”

“Ngagetin apa ngegenin.” Candaan Mahesa hanya dihadiahi muka datar Alana. Bukannya menghibur malah bikin kesel.

“Lo ngapain disini?” tanya Alana Heran. Yang ditanya malah senyum – senyum gak jelas.

“Ngajak lo bolos. Kuy.” Ajak Mahesa sambil menarik Alana agar berdiri. Alana melepas cekalan tangan Mahesa dan menggeleng sebagai jawaban atas ajakan Mahesa.

Ck, gue tau lo ada masalah. Lo itu butuh hiburan kan. Makanya gue ajak lo bolos buat have fun. Kurang baik apa coba gue.” Tak ada respon dari Alana. Mahesa langsung menarik Alana keparkiran. Memang benar Alana sedang dilanda masalah. Masalah perasaannya terhadap Kevan.

Diperjalanan menuju tempat yang dikata Mahesa menakjubkan. Alana tak lagi murung seperti tadi. karena apa? Karena candaan Mahesa yang selalu ia lontarkan. Sampai – sampai perut Alana sakit. Karena keasikan tertawa Alana sampai tak sadar jika sudah sampai. Alana mengedarkan padangannya. Mahesa membawanya ke danau. Danau yang begitu indah. Alana keluar dari mobil juga diikuti Mahesa. Setelahnya Mahesa mengajak Alana ke sebuah tempat. Seperti sebuah gazebo ditengah danau. Alana memperhatikan tangannya yang digenggam Mahesa. Terasa begitu hangat. Mahesa begitu perhatian walau sering nyebelin.

Mereka berjalan melewati jembatan kayu yang menghubungkan ke tempat itu. Sesekali Alana tersenyum melihat pemandangan disekelilingnya. Hamparan air danau dan juga sepasang angsa. Bagaimana bisa Mahesa menemukan tempat seindah ini.

“Bagus kan, Al. Pasti lo suka.” Kata Mahesa. Mereka sudah sampai di sebuah gazebo ditengah danau. Alana hanya tersenyum lebar sebagai jawaban. Mahesa pun ikut tersenyum kala melihat Alana senang.

“Gue bingung, Sa. Sama perasaan gue.” Tak disuruh pun Alana bersedia menceritakan masalah yang dialamainya saat ini. Mahaesa melihat raut kesedihan di wajahnya. Ia menunggu apa yang akan Alana ucapkan lagi.

“Gue ditembak sama Kak Kevan. Gue jawab apa? Gue ngerasa gak pantes gitu dapetin Kak Kevan.” Ucapnya lirih

“Lo suka sama Kak Kevan?” tanya Mahesa sambil mengalihkan pandangannya.

“Gue nyaman kalo deket sama dia. Awalnya gue cuman kagum sama dia.”

“Ikuti kata hati lo. Gue mau cari minuman dulu.” Kata Mahesa pergi meninggalkan Alana. Alana hanya mengangguk setelahnya Mahesa pergi dari tempatnya.

“Lo nolak gue secara terang – terangan didepan Kevan tadi dan sekarang lo tampar gue dengan kenyataan yang menyakitkan ini, Al. Kenyataan bahwa gue harus jauhin lo dari sekarang.” Batin Mahesa

Mahesa memang memerhatikan Alana dan Kevan sedari pagi. Soal hukumannya? Bukan Mahesa jika tidak bisa menggelak. Mahesa juga melihat keakraban Alana dengan Kevan. Ia sempat kepergok oleh Dewa dan Rion sedang mengintip Alana dan Kevan.

Sudah sekitar satu jam. Mahesa meninggalkan Alana. Ia khawatir dengan Mahesa, ia juga ketakutan. Alana takut sendiri. Berkali – kali Alana menelpon Mahesa. Alana ingin ke mobil Mahesa namun ia lupa jalan untuk kesana. Alhasil ia harus menunggu Mahesa. Alana mulai terisak, namun sebuah pelukan hangat dapat meredakan tangisnya. Mahesa. Ia kembali dengan wajah yang penuh keringat serta sudut bibir yang luka.

“Lo kenapa nangis, Al?” tanya Mahesa sambil mengusap punggung Alana.

“Gue takut sendiri. Jangan lama – lama perginya. Gue takut ditinggal lo.” Kata Alana sambil mengeratkan pelukannya. Sekilas Mahesa tersenyum. Ia bahagia karena Alana khawatir. Alana melepas pelukannya dan mengajak Mahesa untuk pulang. Sesampainnya di mobil tak ada kata yang mereka ucapkan. Hening untuk sejenak. Hingga Mahesa memecahkan keheningan tersebut.

“Gue lupa beli minum buat lo.” Ucap Mahesa lirih

“Muka lo kenapa?” tanya Alana tanpa memandang yang ditanya. Mungkin ia canggung akibat pelukan tadi.

“Tadi gue nolongin orang yang kecopetan. Gue berantem sama mereka. Maaf ya kalo gue lama ninggalin lo.”

“Gak papa. Mana kotak obat lo?” tanya Alana

“Ada didalam dashboard.” Alana pun membukanya. Dan ia hendak mengobati Mahesa. Namun Mahesa menolak. Alana tetap memaksa dengan alasan takut infeksi. Mahesa hanya bisa menurut. Dengan telaten Alana mengobati Mahesa. Tak lupa sedikit meniupnya untuk mengurangi rasa sakit. Tak sadar bahwa mereka tengah berhadapan secara dekat. Alana dapat merasakan hembusan napas Mahesa begitupun dengan Mahesa dapat sedekat ini dengan Alana. Ini mengakibatkan kinerja jantung keduanya semakin cepat. Sontak Alana menjauh dari wajah Mahesa. Tak mau tenggelam lebih dalam lagi karena melihat mata hitam Mahesa.

Setelah kembali kesadarannya Mahesa pun menghidupkan mesin mobil. Dan pergi dari tempat indah itu. Tak ada obrolan disepanjang perjalanan. Hanya suara radio yang dapat mereka dengar. setelah beberapa menit, mobil Mahesa berhenti di sebuah rumah mewah bercat putih. Alana pun bergegas turun tanpa menucap sepatah kata pun pada Mahesa. Mungkin karena dua kejadian tadi. Setelah Alana memasuki rumahnya. Mahesa pun melajukan mobilnya. Ingin rasanya ia segera pulang dan melupakan kecanggungan tadi.



























































Enjoyyy teyusss😂😂

Big lope

-Afeb❤️

ALANA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang