Chapter 35 - Are We?

231 51 396
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Nicole POV]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Nicole POV]

Setelah makan malam, Ajay mengantarku pulang dengan mobilnya. Namun di tengah perjalanan, ia berhenti di sebuah taman kota. Waktu di dashboard mobil Ajay menunjukan pukul delapan malam.

"Mengapa kita berhenti?" Tanyaku.

"Aku hanya ingin menikmati musim gugur di malam hari, lihatlah daun-daun yang berguguran itu!" Ia menunjuk ke arah daun-daun yang berguguran dari atas pohon.

Di taman kota, terdapat beberapa orang yang sedang berjalan-jalan. Beberapa dari mereka datang berpasangan, ada pula yang datang membawa anjing peliharaan. Sungguh tempat yang ideal untuk berkencan! Karena musim dingin hampir tiba, orang-orang yang berada di taman sudah mengenakan coat tebal.

Aku tertawa kecil, "Apakah kita akan keluar dari mobil dan menikmati pemandangan di sana?"

"Tidak perlu, kita di dalam mobil saja." Ajay menoleh ke arahku, "Memangnya kau tahan dengan cuaca dingin di bulan November?"

"No, thanks. Aku tidak memakai jaket ataupun syal."

Ajay tertawa kecil, kemudian ia kembali bertanya, "Apakah Mr. dan Mrs. Jenkins tahu kalau kau makan malam di rumahku?"

Aku mengangguk, "Mereka tahu, aku diizinkan pulang sebelum jam sepuluh malam."

"Apa pendapat orang tuamu tentangku?" Tanya Ajay tiba-tiba.

Rasanya jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Well--" Aku meneguk salivaku, "Mereka bilang kau anak yang baik. Memangnya kenapa?"

"Aku selalu penasaran, bagaimana pendapat orang tuamu tentangku." Tanya Ajay.

Aku menjawab, "Apakah itu penting?"

"Penting, karena ada yang ingin kubicarakan denganmu." Ucapnya.

"Kuharap bukan omelan panjang mengenai aktingku saat latihan teater--"

Ia tertawa, "No! Tentu saja bukan!"

"Kalau begitu, tentang apa?" Tanyaku penasaran.

Ajay tak bergeming, senyum tipis terukir di wajahnya. Ia memalingkan pandangan ke arah pemandangan di depan kami dan menatap kosong ke depan. Untuk beberapa saat ke depan, kami diliputi keheningan yang panjang, hanya alunan musik radio mobil yang mengisi keheningan malam.

Riflettore [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang