Hari pementasan The Enchanted Kingdom, beberapa jam sebelum open gate, kami melakukan gladi resik dengan mengenakan kostum lengkap. Gaun princess yang dibuat Myra ternyata lebih berkilau dibandingkan perkiraanku! Semua aktor tampak keren mengenakan kostum mereka, termasuk Skye. Jika saja sejak awal yang menjadi penyihir adalah Skye, kami tidak perlu repot-repot menghadapi drama yang dibuat Danielle.
Setelah adegan terakhir selesai, seluruh aktor dan kru berkumpul di tengah panggung. Atensi kami tertuju pada Ajay yang sedang duduk di bangku auditorium sambil bertumpang kaki. Pemuda itu bergeming, tidak ada satu pun kata yang lolos dari mulutnya. Ekspresinya pun tidak terbaca.
"Um, seburuk itu?" tanya Erin. Ajay tidak menjawab.
"Say something!" desak Skye.
Perlahan, pemuda berkacamata itu mengulas senyum, kemudian beranjak dari bangku auditorium dan bertepuk tangan. "I've never been so proud of you guys!" pujinya.
"Benarkah?" tanyaku setengah tidak percaya dengan kedua netra yang membola.
Ajay mengangguk. "Ini adalah performa terbaik kalian sepanjang latihan!"
Perlahan, senyumku mengembang. Erin, yang berpakaian kostum ratu lengkap dengan tiaranya, memelukku erat, kami berdua melompat-lompat di atas panggung. Aktor lainnya juga bersorak dan saling berpelukan setelah mendengar pujian dari Ajay.
"Apa kau baru saja memuji kami? Kau selalu mengakhiri latihan dengan sumpah serapah, tetapi tidak dengan hari ini! Ada apa denganmu?" tanya Rory.
"Yeah, sorry about that. Sebenarnya aku juga tidak mau melakukan itu," respon Ajay.
"Jadi maksudmu, penampilan kami selama ini tidak seburuk perkataanmu?" tanya Erin.
"Of course not!" Ajay terkekeh. "Kalian semua adalah aktor yang luar biasa! But that's me. Aku sengaja tidak mengatakannya agar kalian tidak terlena dan terus menampilkan yang terbaik," jawab Ajay santai.
Skye melepas boots penyihirnya dan melemparnya tepat ke arah pemuda itu. "Ciumlah boots ini!"
"Hei! Jangan lempar sepatu itu! Itu properti panggung!" protes Ajay sambil melindungi kepalanya dari boots melayang.
*****
Satu jam sebelum pementasan, aku berdiam diri di belakang panggung. Atensiku teralihkan pada gadis berambut merah yang sedang mengintip dari balik tirai. Di balik pencahayaan yang minim dan make up serba 'gelap', aku kesulitan membaca air mukanya. Entah sudah berapa lama ia melakukan itu. Karena penasaran, aku beranjak dan berjalan menghampirinya.
"Skye?" tanyaku.
Gadis itu menoleh ke arahku, dengan cepat mengubah ekspresi dinginnya dengan mengulas senyuman. "Hey!" balas gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riflettore [COMPLETED]
Ficção AdolescenteDi hari pertamanya bersekolah, Nicole Jenkins mendaftarkan diri untuk bergabung dalam ekstrakurikuler teater atas saran Rory Silva, cinta monyet masa kecilnya. Selain dapat menghabiskan waktu bersama Kesatria Berkuda Putih yang tampan, ia juga harus...