Chapter 52 - Dillema [Part 1]

97 27 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau mau satu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau mau satu?"

Aku melirik tangan kanan Rory yang sedang memegang satu kaleng cola, begitu pula tangan kirinya. Beberapa menit yang lalu, pemuda itu membeli dua minuman bersoda dari vending machine rumah sakit. Atensiku kini tertuju pada kedua iris ocean miliknya, aku menatapnya dengan tajam kemudian memukul dadanya berkali-kali.

"Whoa! Hey! Stop!" seru Rory.

"Friends? Teman macam apa yang tidak pernah menceritakan masalahnya dan memendamnya sendirian?" bentakku.

Rory berusaha melindungi tubuhnya dengan kedua tangan. Setelah lelah memukulnya berkali-kali, aku berhenti, napasku terengah-engah. Aku merasakan pandanganku memburam karena air mata.

"Bagaimana kau bisa tetap waras ketika mengetahui kondisi Ibumu yang semakin melemah? Bagaimana kau bisa memendamnya sendirian? Kau pasti sedih, 'kan? Mengapa kau tidak memberitahu satu pun dari kami mengenai Ibumu?" ucapku parau.

Setelah menjenguk Mrs. Silva, aku dan Rory naik ke atas rooftop rumah sakit, menjernihkan pikiran sebelum kembali berkendara untuk pulang. Aku mengerti jika Rory ingin menenangkan diri, itulah sebabnya aku mengajaknya ke tempat ini. Aku paham suasana hatinya sedang kacau, karena aku merasakan hal yang sama dengannya. Maksudku, Mrs. Silva sudah seperti ibuku sendiri. Dan melihat Rory mengenakan 'topeng' seolah-olah dirinya baik-baik saja membuatku muak.

"It's okay to be sad. Kau tidak perlu berpura-pura kuat di depan semua orang, Rory." Aku terisak. "Kau tidak perlu menjadi seorang aktor selama dua puluh empat jam penuh."

Rory terdiam, ia menggigit bibirnya, kemudian menunduk. Aku membenci keheningan ini. Menunggu pemuda itu berbicara nyaris membuatku kehilangan kesabaran. 

"Kau tidak akan mengatakan sesuatu?" tanyaku lagi.

Rory meletakkan dua kaleng cola di atas pembatas rooftop, kemudian menatap lekat kedua netraku. Pandangannya sayu, senyuman di wajahnya pudar.

Malam ini, aku menjadi saksi bahwa Rory Silva sudah melepas topengnya. Pemuda itu mengerjap, setetes air mata jatuh membasahi pipi kanannya.

 Pemuda itu mengerjap, setetes air mata jatuh membasahi pipi kanannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Riflettore [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang