Setelah selesai makan malam, aku berencana untuk berkunjung ke rumah Ajay meskipun hanya sebentar. Ia bilang, Mohit ingin sekali bertemu denganku. Tentu saja aku tidak dapat menolak ketika bocah imut berambut mangkok itu ingin bermain denganku.
Namun, ketika Ajay membuka pintu rumahnya, terdengar suara dari piring yang pecah.
"Cut the crap, Samir! Aku muak dengan egomu! Kau tidak pernah membiarkan aku untuk membahagiakan anak-anakku!" Suara Shruti yang meninggi terdengar dari arah dapur.
"Memangnya tidak boleh kalau Mohit makan malam di rumah ibukku?!" Bentak Samir.
"Bullshit! Kau membawa Mohit ke rumah ibumu untuk makan malam karena kau tidak suka kalau Mohit memakan masakan buatanku! Lalu apa peranku sebagai ibu jika bukan memasak untuk anak-anakku?!"
"Yes. Lihatlah masakanmu! Tidak bisakah kau memasak masakan yang sehat?!"
Kali ini terdengar suara panci yang sepertinya sengaja dilempar ke lantai.
"Kalau begitu kau sewa saja chef untuk memasak!--" Bentak Shruti lagi.
Aku menoleh ke arah Ajay yang berdiri tepat di sebelahku. Ia meremas handle pintu dengan keras, lalu membanting pintu dan berjalan dengan cepat menuju mobilnya yang terparkir di depan rumahnya.
"Ajay, wait!" Aku berlari kecil untuk mengejarnya.
Ajay masuk ke dalam mobilnya dan duduk di bangku pengemudi, aku mengikutinya masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku penumpang depan. Ia mengepalkan tangannya dan meninju kemudi mobil, napasnya berubah menjadi tidak beraturan, rahangnya mengeras.
Dengan perlahan aku menggenggam tangannya.
"Ajay?" Lirihku.
Kepalan tangannya melunak dengan perlahan, ia balas menggenggam tanganku dan menghela napas berat, "sorry."
"It's okay." Aku tersenyum.
"Aku benci ketika kedua orang tuaku bertengkar di depanmu." Lirihnya.
"Nobody's perfect, Ajay."
"Tapi orang tuaku sangat tidak normal! Dua kali mereka seperti ini! Di depanmu!" Ia meninggikan suaranya, "kau tahu, rasanya aku ingin kabur saja dari rumah untuk memberikan mereka hukuman!"
"Seperti Skye? Dan membiarkan kami khawatir dan kerepotan mencarimu?"
Ajay terdiam sejenak, "sorry, aku kekanak-kanakan."
"Kau butuh pengalihan. Bagaimana kalau kita membeli camilan untuk membuat perasaanmu lebih baik?" Aku memberikan sebuah ide.
"Nah. Sedang tidak mood." Jawab Ajay.
"Kau yakin? Meskipun itu caramel popcorn atau nachos?" Tanyaku.
Ajay menggeleng, "no, no, no. Aku sedang tidak mood untuk makan. Aku masih kenyang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Riflettore [COMPLETED]
Teen FictionDi hari pertamanya bersekolah, Nicole Jenkins mendaftarkan diri untuk bergabung dalam ekstrakurikuler teater atas saran Rory Silva, cinta monyet masa kecilnya. Selain dapat menghabiskan waktu bersama Kesatria Berkuda Putih yang tampan, ia juga harus...