4. Pergi

739 89 0
                                    

Saat istirahat junho mengajakku ketangga darurat yang ada dilantai 2. Dekat kelas kami. Selalu saja ketempat sepi.

Aku tahu ia pasti akan membicarakan masalah kepergiannya. Aku jadi tak semangat mengingat itu.

Aku dan junho duduk bersebelahan dianak tangga. Sebenarnya disini adalah tempat untuk anak-anak berbuat mesum karna disini sepi dan tertutup tapi percayalah aku dan junho tak akan melakukan itu walau kebiasaannya adalah mengajakku ketempat sepi.

"Aku akan berangkat besok"

"Aku tahu"
Ucapku dengan lesu. Ia mengacak rambutku dengan lembut.

"Hanya 1 minggu, tak usah berlebihan"

"Kau memang tak mengerti"

Kami diam beberapa menit. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Perlahan aku merasakan tangannya melingkar dibahuku dan dia bergeser mendekat. Tangannya yang melingkar dibahuku mengusap pipiku dengan lembut. Tumben sekali.

Omong-omong tangannya panjang juga ya

"Maafkan aku tidak bisa melihatmu bertanding secara langsung"
Ucapku. Dia tersenyum kecil. Uh manis sekali. Lucu.

Sebenarnya ia pergi untuk bertanding sepakbola. Entah di incheon atau di yongin aku lupa dimana tepatnya. Aku memang bodoh sekali.

"Gwaenchana"

"Kau harus sering menghubungiku"

"Aku tidak janji"

Aku merengut sebal. Aku tahu kalau nanti dia pasti sibuk sekali dengan pertandingannya. Tapikan aku ingin tahu bagaimana keadaannya disana.

"Akukan vitaminmu. Kau harus menghubungiku agar kembali kuat"

"Siapa bilang kau vitaminku? Vitaminku selalu ada ditasku"

Aku semakin cemberut. Tolonglah~ kali ini saja biarkan suasana jadi romantis.

"Seonwoo bilang vitaminnya adalah Sena. Tak bisakah kau juga menganggapku begitu?"

"Tidak"

"Aishh jinjja"
Aku melepas rangkulannya dibahuku dengan kasar. Kesal sekali rasanya.

"Yasudah pergi sana. Aku tak peduli"
Aku beranjak dari dudukku hendak pergi kekelas. Lama-lama disini bersamanya akan membuatku naik darah. Junho tak pernah bisa diajak romantis.

"Aku masih butuh udara, jangan pergi"
Ucapannya membuatku berhenti.

Ia masih butuh udara katanya? Bukankah itu berarti aku udaranya? Ahh cha junho bisa saja. Kenapa aku jadi malu begini? Suasana hatiku langsung berubah hanya karna kata-kata seperti itu. Aku memang gila ternyata.

Ia ikut berdiri lalu membalikkan badanku agar menghadapnya.

"Wah kenapa wajahmu merah? Jadi benar kau menyukai kata-kata menjijikkan seperti itu?"

Aku mengangguk malu.

"Kau tidak berpikir ya bagaimana jadinya jika aku menghirupmu? Bisa-bisa tenggorokanku tersumbat. Kau kan gemuk seperti ini". Ia tertawa dengan guyonannya sendiri.

Tak perlu pikir panjang aku segera memukul lengannya dengan keras. Seharusnya aku tak mengharapkan apapun dari kekasihku ini.

"Memang tak ada yang bisa diharapkan dari cha junho si anak sial ini"

Aku hendak pergi lagi tapi dia menahanku. Dan tiba-tiba saja suasana jadi serius karna junho perlahan mendekatiku yang mundur teratur dengan tatapan tajam. Anak ini pintar sekali sih mengubah suasana.

Dia menarik tanganku agar aku tak mundur lagi. Tapi ia tetap mendekatkan tubuhnya padaku. Jantungku sudah jatuh keperut karnanya.

Dia tak akan melakukan itu'kan?

"Aku pergi. Kau baik-baik disini ya"
Ucapnya. Setelah itu ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku sudah menunggu. Ya, kalian tahu sendiri aku menunggu apa. Tapi ternyata tak sesuai harapanku.

Ia hanya mengecup keningku. Lama sekali. Aku memejamkan mataku merasakan binir hangatnya dikeningku.

Lalu ia memelukku erat sebelum bel tanda masuk berbunyi.

"Sampai bertemu 1 minggu lagi"

Robot's GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang