Awal semua itu terjadi pada bulan Desember, dimana sekolah sedang melaksanakan class meeting.
Hari itu kelasku sedang tanding melawan IIS 2, kelasnya Revi. Hari itu juga untuk pertama kali aku tahu ada yang namanya Reviandra Regasa di sekolahku.
Sebenarnya, aku sering lihat dia hilir mudik di depan kelasku karena ternyata kelasnya hanya berbeda lorong denganku. Wajahnya pun tak asing, hanya nama saja yang tak ku tahu.
Terlalu kebetulan sih, ketika selesai tanding buku Negeri 5 Menara milikku tertinggal di bangku panjang tepi lapangan. Dia bersama empat temannya datang bergerombol ke kelasku ketika sedang istirahat.
Menanyakan nama Adhini Syahira pada teman kelasku. Hingga untuk pertama kalinya aku berhadapan dengannya.
"Ada apa ya?" Tanyaku.
Dia tersenyum, cukup aneh. Lalu, menyodorkan buku Negeri 5 Menara milikku. "Buku lo-kan? Ketinggalan tadi di lapangan,"
"Makasih?" Ucapku ketika sudah mengambil alih buku itu.
Dia hanya mengangguk, setelahnya membiarkanku masuk ke dalam kelas tanpa menoleh lagi.
Harusnya saat itu aku tahu. Harusnya saat itu aku tak bertemu dengannya. Harusnya, takdirku tak boleh begini.
***
Toilet menjadi trauma bagiku, bahkan sampai sekarang. Disana Revi melakukannya.
Astagfirullah, sebenarnya aku tak sanggup untuk menuliskan ini. Bayang-bayang kejadian itu membuat tanganku bergetar, juga pasokan oksigen ke paru-paruku terasa menipis.
Oke.
Saat itu adalah hari terakhir class meeting. Sekitar pukul setengah dua sore, aku menunggu Bang Rayan di depan gerbang. Karena kebelet buang air kecil, kuputuskan untuk masuk ke sekolah lagi dan berbelok menuju toilet.
Entah kenapa hari itu sekolah sudah sepi, hanya beberapa anak OSIS hilir mudik membersihkan lapangan dan membongkar tenda. Toilet pun sepi, letaknya yang diujung sedikit buat kuwas-was.
Ku pilih satu bilik dalam toilet. Tas punggung pun kutinggalkan di atas washtafel. Dari dalam, kudengar suara langkah seseorang. Oh, mungkin anak OSIS, pikirku.
Tapi, ketika terdengar tendangan pada pintu bilik toilet, seketika rasa panikku memuncak. Aku sudah selesai dan kugenggam erat gagang pintu toilet. Nafasku memburu dan terasa tercekat.
Duk duk duk
Aku menangis saat itu. Aku benar-benar takut ketika pintu bilik tempatku di tendang dengan kuat.
Ponsel pun kutinggalkan dalam tas. Pada siapa aku harus meminta tolong kecuali Allah. Aku berserah diri dan memohon perlindungan.
Duk duk duk
Hingga pintu bilik terbuka dengan kencang, aku pun agak terpental ke dinding. Tangisku sudah berubah menjadi sesegukan ketika melihat Revilah yang melakukannya. Dia menatapku tajam.
Satu sudut bibirnya terangkat.
"Mau apa kamu?!" Teriakku. Berharap ada yang mendengar. Dia bergeming, tangannya masuk ke dalam saku dengan tas punggung hitam masih tersampir di bahu kanannya.
"Dhi ... ni," ejanya pelan.
Aku tak sanggup. Berharap ada satu keajaiban dari Allah. Berharap anak-anak OSIS datang dan menyelamatkanku.
Revi mulai melangkah, aku tersudut. Benar-benar tersudut dan memohon agar dia tak berbuat macam-macam. Memohon agar dia melepaskanku. Menanyakan apakah aku punya salah padanya.
Pintu toilet dia tutup dengan kakinya. Disitulah duniaku runtuh. Tak ada satu pun orang yang bisa menolongku. Bahkan aku sempat ditampar olehnya karena berusaha melemparnya dengan tong sampah dalam bilik.
Rasanya sakit sekali diperlakukan seperti ini. Kuharap Allah memaafkan diriku yang hina ini.
***
Setelah kejadian itu, dia meninggalkanku sendirian dalam toilet. Menangis sesegukan dengan pandangan kosong. Apa yang harus kukatakan pada Ibuk? Pada Bang Rayan?
"Astagfirullah ..." Lirihku.
Dengan sisa tenaga aku bangkit dan menyambar tas punggung. Berjalan sambil mengelap pipi menuju gerbang. Badanku terasa sakit semua. Beberapa pasang mata anak OSIS menatapku aneh. Aku tak peduli, aku tak ingin sekolah rasanya! Aku benci Revi, aku benci sekolah ini, dan aku benci diriku.
***
Assalamu 'alaikum? Gimana dapat feelnya?
Siapa yg jantungnya jedag-jedug waktu tragedi toilet itu?
Btw, Revi dan Dhini itu ada di kenyataan, cuma mereka gk saling kenal.
Bay bay♡
Batam, 09 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Dhini
Spiritual"Saya tidak benci takdir, tapi saya benci kamu. Yang saya tahu pernikahan adalah ta'arufan seumur hidup." Andhini Syahira. "Terserah, mau benci atau enggak, gue gak peduli. Kalau enggak betah sama gue, pergi aja!" Reviandra Regasa. *** Terinspirasi...