Epilog

14.3K 743 124
                                    

Ini bukan akhir cerita, ini hanya sebagian kenangan yang ada.

***

Aku tersenyum melihat satu pesan masuk darinya. Laki-laki itu, selalu bisa membuatku bahagia dengan caranya sendiri. Ternyata bukan pesan teks, dia mengirim sebuah video berdurasi satu menit lebih.

Tak bisa berhenti bibirku tersenyum. Ah, dia itu. Ku play video tersebut. Disana ada sebagian potongan video pernikahan kami tahun lalu. Aku senang, jelas. Aku sangat bersyukur punya dia.

Satu-satunya laki-laki yang tak memandang rendah status jandaku waktu itu. Kisah kami tidak mudah, perlu perjuangan dan hampir mustahil untuk bersatu.

Keluarganya, teman-temannya, mereka tak suka aku, waktu itu. Mereka berpikir bahwa dia lelaki sempurna dan baik tak pantas untuk aku yang sudah pernah gagal dalam pernikahan.

Kisah kami penuh air mata. Tapi semua tidak sia-sia.

Happy anniversary 1 year, tulisnya diakhir video. Bibirku tertawa pelan, tapi mata sudah berair. Ini tangis haru yang entah keberapa kali. Dia sukses memenuhi janjinya untuk membuatku selalu bahagia.

Makasih banyak kak😊, balasku begitu.

Kuelus perutku yang sudah memasuki bulan ke enam. Mataku memandang ke arah luar, semburat senjanya sudah muncul. Yogya memang paling indah, makanya aku betah.

"Kamu punya ayah yang hebat sayang," kataku pelan padanya yang ada dalam perutku.

***

Hiruk pikuk bandara Halim Perdanakusuma membuatku sedikit mual dan pusing. Ini pertama kali lagi aku menginjak tanah Jakarta setelah dua tahun tidak pulang.

Sedikit rindu. Lalu, sedikit kecewa. Ya, aku pernah bilang bahwa semua yang terjadi tak perlu dilupakan, cukup jadikan pelajaran dan maafkan. Lelaki itu, apa kabar dia sekarang?

"Ayo?" Aku mengangguk pelan dan menerima gamitan tangannya. Pria ini, tak pernah mau melepaskan gandengan kami. Itu sangat membuatku bahagia.

Kami berjalan menuju entah kemana, cuma dia yang tahu. Katanya bang Rayan mau jemput. Sebenarnya aku tak yakin, dia manusia paling sibuk. Sampai kak Mimi, kakak ipar ku selalu mengeluh ketika menelpon.

"Bang Rayan beneran mau jemput?" Tanyaku disela jalan kami. Dia yang sedang sibuk celingak-celinguk menoleh padaku. Tersenyum hingga matanya hilang dan mengangguk pelan.

Aku langsung meluruskan pandangan. Bukan hanya sukses membuatku bahagia sepanjang hari, dia juga sukses membuatku deg-degan ketika sedang bersamanya.

Dia punya senyum yang indah. Wajahnya ganteng dan tidak membosankan. Kueratkan genggaman kami. Aku tak pernah merasa dicintai semenarik ini. Kak Fardan ini, suami terbaik. Kak Mimi pun mengakuinya.

"Itu mereka," tunjuknya pada seorang laki-laki berpakaian kasual sedang menggendong balita perempuan. Senyumku semakin lebar.

"Lala?" Teriakku. Kutarik kak Fardan lebih cepat, aku paling rindu dengan anak kecil itu, Layla.

"Pelan-pelan, Dhin," tegur kak Fardan. Aku menoleh dan memberinya senyuman.

Pernikahan DhiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang