Kita harus berbuat baik meskipun kita udah dijahatin, bahkan berkali-kali.
-Rendy Fernando Wilson
***
Arsyan melangkahkan kakinya menuju kelas Elise, berharap kekasihnya ada di sana. Ia tak mengerti, mengapa Elise-nya tiba-tiba menghilang?
Ia sudah sampai tepat di ambang pintu kelas X-IPS 4, ada beberapa murid di sana yang kini tengah mengerjakan tugas kelompoknya masing-masing. Arsyan mengedarkan penglihatannya ke seluruh penjuru kelas, namun nihil, ia tak juga menemukan kekasihnya.
"Ada yang lihat Elise?" tanya Arsyan pada beberapa murid yang sedang mengerjakan tugas kelompoknya.
"Tadi gue lihat Elise naik ke rooftop," ucap salah satu dari mereka.
Arsyan tak menggubris, dengan cepat ia langsung melangkahkan kakinya menuju rooftop. Pikiran buruk mengenai Elise masih terus mengisi pikirannya. Sampai dimana Arsyan telah berada di rooftop, melihat kekasihnya tengah diperlakukan seenaknya oleh Tasya dan teman-temannya.
Rahang Arsyan mengeras, tangannya terkepal. Kalau saja Tasya bukan perempuan, sudah Arsyan pastikan ia akan mati di tangannya.
"CUKUP, BANGSAT!" bentak Arsyan, ia langsung menghampiri Elise yang terkulai lemas di lantai.
Tasya terkejut dengan kedatangan Arsyan, "A-Arsyan, ini enggak yang kayak kamu--"
"Enggak yang kayak gue lihat? Persetan kalau lo sampai ngomong kayak gitu, brengsek!" Arsyan langsung menggendong Elise ala bridal stayle lalu membawanya pergi jauh dari hadapan Tasya.
"Jangan pernah ganggu lagi hubungan gue sama Elise, dan gue pastiin kalian yang ada di sini bakal keluar besok juga dari sekolah ini!" geram Arsyan lalu pergi dengan tangan yang masih mantap menggendong kekasihnya.
Arsyan menggendong Elise hingga UKS, ia langsung membaringkan Elise ke atas ranjang UKS.
"Elise, kamu enggak apa-apa? Ada yang sakit gak? Sini biar aku obatin," ucap Arsyan pada Elise yang masih berbaring di atas ranjang UKS.
Elise menggeleng, "Enggak, Arsyan."
"Bener?" tanya Arsyan memastikan.
"Iya serius."
"Lagian, kok kamu bisa sama si Tasya sih? Enggak bilang-bilang lagi sama aku, aku enggak suka ya kamu pergi tanpa izin."
"Iya maaf, abis tadi kamu kan lagi main basket. Kan enggak enak kalau aku motong jam latihan basket kamu cuma buat izin doang," ucap Elise seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Arsyan menghembuskan napasnya kasar, "Kamu bisa bilang dulu kan ke Dina? Ini main ngacir aja."
Elise memamerkan sederetan gigi putihnya lalu meraih tangan Arsyan, "Syan, aku mohon. Jangan kasih tau masalah ini ke pihak sekolah, kesian mereka. Mereka udah kelas 12, enggak mungkin kan mereka keluar karena aku doang?"
"Mereka semua enggak kesian sama kamu, Elise. Untuk apa kamu kesian sama mereka?"
"Kata Kak Rendy, kita harus berbuat baik meskipun kita udah dijahatin, bahkan berkali-kali." Elise menatap lekat manik Arsyan.
Arsyan menghembuskan napasnya untuk yang kesekian kalinya, "Tapi kalau mereka ngejahatin kamu lagi gimana, Lis?"
"Orang jahat emang terlahir dari orang baik yang pernah kecewa, tapi mereka akan berubah menjadi baik lagi pada waktunya. Dan aku yakin, mereka akan baik sama aku suatu saat nanti." Elise tersenyum meyakinkan.
Senyuman itulah yang mampu membuat Arsyan luluh. Terbukti, Elise bukan hanya cantik parasnya, namun juga hatinya. Itulah yang membuatnya menjadi lebih spesial di mata seorang Arsyan Aditya Gribble, cowok kalem yang dingin nan pintar sekaligus most wanted di sekolahnya.
"Oh iya, Dina mana?" tanya Elise, dan tak lama terdengar suara teriakan dari luar UKS.
"ELISE, LO DARI MANA AJA ANJIR GUE CAPEK NYARI LO TAU GA SIH!" teriak Dina dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arsyan.
"Ya-ya maap sih, serem amat tuh mata."
Edward terkekeh melihat kelakuan Dina juga Arsyan, begitu pun Elise.
"Lis, lo kenapa? Siapa yang ngebuat lo kayak gini? Atau lo stress karena punya pacar yang serem kayak itu tuh," ucap Dina dengan mata yang melirik ke araah Arsyan.
Arsyan mendeham, "Ekhem."
"Salah mulu gue, iya."
Elise tertawa geli, "Kalian cocok."
"Elise!" ucap Arsyan, Dina, juga Edward secara bersamaan.
"Eh iya, maaf." Elise seraya menggaruk tengkuknya juga mengacungkan kedua jarinya hingga berbentuk V.
"Jawab kenapa Elise," tanya Dina memastikan.
"Sama Kak Tasya." Elise pun menceritakan kronologi yamg terjadi tadi di rooftop.
"LAHH ANJIR, SERIUS? NAJIS DAH ENGGAK TAU MALU, DASAR!!" geram Dina setelah mendengar ala yang diceratakan sahabatnya.
"Udah, dong. Biarin aja, gue ikhlas kok diginiin. Sekarang badan gue gimana? Bau nih," ucap Elise seraya memanyunkan bibirnya.
"Oiya, gue bawa baju nih. Tadi gue kira ada latihan dance, lo pake aja."
YO WATSAP GAIS, HWHW.
Maap bgt, udah jarang banget nge up cerita ini. Sempet ngestuck si idenya wkwk. Doakan biar ga sering ngestuck lagi, ehehew.Fyi, THNK U SO MCH! Yang udah baca cerita ini, plus nambahin cerita ini ke reading list kalian. Huhuhu, terhura akutu.
Dahal udah jarang banget di up, tapi masih suka dapet notif kalau cerita ini dimasukin ke reading list. Hwhw.
Jangan dimasukin ke reading list aja, dibaca juga! WhuahahahaSalam, gadis senja♥
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive CloseFriend [COMPLETED]
Jugendliteraturgadissnj©copyright2019 ***WARNING!! Terdapat bahasa kasar, harap bijak dalam membaca*** -FIRST STORY BY ME, MAAF BILA ADA SALAH KATA MAUPUN TANDA BACA- Lelaki berdarah Australia-Indonesia itu mempunyai sikap cuek nan dingin, namun sikap itu tak memb...