Chapter 41

791 14 0
                                    

Listen to my heart, please.
***

Sore ini, Elise diajak Arsyan untuk makan di luar. Arsyan jug berkata, bahwa ia ingin berbicara serius dengan Elise. Elise tak tahu membahas apa, tapi yang jelas pembahasan tersebut tidak bisa ditunda.

Kini Elise dan Arsyan tengah berada di  pertama kali mereka makan bersama, di mana Elise berusaha tenang saat Arsyan mengajaknya makan kemari.

"Sebenernya kamu mau ngomong apa sih, Syan? Enggak biasanya," ucap Elise memandang Arsyan dengan penuh tanda tanya.

"Setelah lulus SMA, Papa nyuruh aku.     , buat kuliah di Sydney dan ngelanjutin perusahaan Papa di sana, Lis." Dalam satu tarikan panjang, Arsyan sukses membuat Elise terpaku dan berusaha mencerna perkataannya dengan baik dan benar.

"Terus, ka-kamu bakal ninggalin aku?" tanya Elise dengan mata yang berkaca-kaca.

"Masih lama, Lis."

"Masih lama? Empat bulan bukan waktu yang lama, Arsyan." Air mata Elise tak dapat tertahankan lagi, ia tak akan pernah menyangka bahwa ia akan berpisah dengan Arsyan.

Arsyan meraih tangan Elise, "Aku ke sana buat ngegapai sukses aku, Lis. Aku juga mau berobat di sana, katanya kamu mau aku sembuh?"

"Ta-tapi... Harus banget sampe ke Sydney?"

"Aku tau ini berat, Lis. Bukan kamu aja, tapi aku juga ngerasa kayak gitu."

"Aku mohon, Lis. Aku janji setelah ini aku pasti nemuin kamu lagi," ucap Arsyan meyakinkan.

***

S

edari tadi Elise belum bisa menghilangkan semua perkataan kekasihnya beberapa jam yang lalu, perkataa Arsyan sukses membuat Elise membisu untuk sekian lamanya.

Bagaimana mungkin Elise bisa secepat itu melupakan sederet kenangannya bersama Arsyan? Setelah yang ia lewati lebih dari enam bulan, tak mungkin bagi Elise untuk cepat melupakan Arsyan.

Elise kemudian membuka ponselnya, sudah ada panggilan tak terjawab lebih dari 20 kali dan pesan masuk lebih dari 50 pesan.

Arsyan: P

Arsyan: Elise

Arsyan: Baby

Arsyan: Angkat telponnya, Elise

Arsyan: Elise, aku mohon

Arsyan: Lis

Arsyan: Please, Baby

Begitu kira-kira isi pesan dari Arsyan, dan masih banyak lagi.

Ada sebuah panggilan masuk lagi dari Arsyan, lalu dengan terpaksa ia menjawabnya.

"Elise."

"Hei, sayang."

"Listen to me, please. Baby."

Elise juga belum enggan untuk mengucapkan sepatah apapun.

"Oke, aku tau empat bulan bukan waktu yang lama, aku tau kamu belum siap buat semuanya, aku tau kamu masih berat buat nerima kenyataan ini. Tapi semua emang udah kayak gini jalannya, Elise. Aku juga belum siap, aku juga masih ngerasa berat. Sifat kamu, sifat kamu yang bikin aku tambah berat buat nerima semua kenyataan. Please, Baby, jangan buat aku enggak tenang di sana."

Lalu terdengar suara hembusan napas pasrah nya.

"Aku harap, kamu bisa ngerti, Lis. Aku tutup telponnya, ya? Bibi udah ngoceh buat nyuruh aku minum obat."

Arsyan sudah menutup telponnya, hingga saat ini ia belum juga enggan untuk bertembu bahkan berbicara dengannya.

Elise beranjak menuju balkon kamarnya, menatap bintang yang kini tengah menghiasi malah adalah salah satu pemandangan yang sangat indah bagi Elise.

"Kenapa bisa secepet ini, sih?!" gerutu Elise dengan kesal.

Suara ketukan kamarnya berbunyi, membuat Elise mau tak mau membukakan pintu kamarnya.

"Kenapa?" tanya Elise saat melihat Mike berdiri tepat di depan kamarnya.

"Lo yang kenapa? Tumben banget ga ke bawah, Bunda sama Papa nungguin lo buat makan malem, tuh."

"Gue gak mood makan, makan duluan aja sana." Elise mengibaskan tangannya.

"Ada masalah apa lo sama Arsyan?" tanya Mike yang menyerobot masuk ke dalam kamarnya.

"Kepo lo."

"Gue Kakak lo, gue berhak tau masalah lo. Kenapa? Arsyan nyakitin lo? Sini biar gue yang nanganin, kebiasaan kalo didiemin," ucap Mike dengan angkuh.

"Ih! Lo nih, Arsyan bukan Rayyan!" Elise memukul bahu Mike dengan sebal.

"Terus kenapa?" tanya Mike sekali lagi, ia lalu duduk di pinggiran ranjang milik adiknya.

"Arsyan lulus SMA mau kuliah di Sydney," lirih Elise, lalu ia ikut duduk di samping Mike.

"Ya, terus? Lo sedih?" tanya Mike dengan nada meremehkan.

"Bukan gitu, gue cuma belum siap," lirihnya lagi.

"Belum siap?"

"Harusnya lo seneng dia kuliah di Sydney, berarti dia ada impian buat ngejar kesuksesannya. Harusnya lo dukung dia, bukannya sok ngambek gini."

"Gini ya, Lis. Gue bukan mau ngebela Arsyan, tapi posisi gue sama dia sama. Kita sama sama cowok, tanggung jawab cowok itu besar banget. Dia kuliah kayak gitu kan buat dia sukses nanti, buat ngebiayain keluarganya nanti. Kalo misalnya dia gak jadi kuliah, dan malah menetap sama lo di sini. Dia nanti mau ngasih makan apaan anak-anak lo? Kasih makan cinta? Basi!"

"Karirnya aja dia kejar, apalagi lo nanti? Masih enggak yakin kalo dia enggak akan berpaling?" oceh Mike panjang kali lebar serta kali tinggi. Dari sekian banyak ocehannya, hampir semuanya benar, semuanya yang membuat dirinya untuk tak lagi terpaku pada kenyataan.

HEYYO, BAKAL SELESAI HARI INI OKAY.

Minggu depan mau update cerita baru soalnya gezzz.

Maaf kalo ada typo atau apapun itu😭😭😭

Okedehh, thanks for reading!

Hope u like it! ❤❤❤

My Possessive CloseFriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang