Kamu itu kayak es krim, dingin tapi aku cinta.
***"Tapi ya, Lis. Bener apa kata Kak Mike, hidup dia enggak selalu menutup untuk diri lo.
"Kak Mike makin bijak aja, gue jadi makin tambah sayang," ucap Dina, kini mereka sedang bermain di rumah Elise dan Elise sudah menceritakan semuanya.
"Geli, tau. Urus noh, Kak Edward, dia bakal pindah kayak Kak Arsyan juga atau enggak!" ucapan Elise seketika membuat Dina mematung dengan kacang sukro yang sedang ia pegang.
"OH IYA! YAH, NANTI KALO DIA IKUT, GIMANA??!!" teriak Dina histeris.
"Pokoknya, gue harus telpon Kak Edward, sekarang!" ucap Dina langsung mengambil ponselnya, sementara Elise hanya memandang sahabatnya dengan malam sambil memutar kan bola matanya.
Elise masih ingat jelas saat kali pertama ia bertemu Arsyan, jatuh dengan buku yang berserakan, pergi ke restoran sebagai kencan pertamanya, melindunginya dari teror yang menimpanya, mengutarakan perasaan kepadanya di taman belakang sekolah, selalu ada saat ia ditindas dengan Tasya dan kawanannya, dan hingga mengucapkan bahwa tak lama lagi akan meninggalkannya.
Tak terasa, air mata Elise turun kembali saat mengenang masa-masanya dengan Arsyan dulu. Ia sangat berharap, bahwa waktu jangan terus cepat berlalu.
"Eh-eh, Lis? Lo kenapa?" tanya Dina saat melihat Elise menangis.
"E-enggak kok, enggak apa-apa." Elise mengelap air matanya.
Dina menghembuskan napasnya, "Lis, lo jangan sedih, dong. Kan Kak Arsyan mau ngegapai masa depannya, seharusnya lo kasih semangat buat dia. Masih ada waktu 4 bulan lagi, lo harus buat masa itu jadi masa-masa yang terindah buat Kak Arsyan. Biar dia tenang juga di sana.
"Enggak perlu ada janji yang mengikat di hubungan kalian, karena ada kalanya manusia lalai akan janjinya sendiri. Gue enggak mau lo atau dia jadi orang pendusta," ucap Dina mengusap pundak Elise.
Perkataan Dina ada benarnya, ia harus membuat masa terakhirnya menjadi masa-masanya yang terindah.
"Tumben bijak," ucap Elise lalu mendapat pukulan pelan dari Dina.
"Kan! Giliran gue bijak aja!" protes Dina yang mengundang gelak tawa Elise, ia senang saat Elise bisa tertawa seperti ini.
***
"Kamu masih marah, ya? Apa omongan aku kemarin belum cukup buat ngeyakinin kamu?" tanya Arsyan, kini mereka sedang menikmati istirahatnya di kantin.
Elise mengatur napasnya, memejamkan matanya sesaat.
"Enggak, kok. Kalo kamu mau pergi, silakan. Aku dukung kamu, aku dukung sukses kamu di sana. Sekali pun kamu nemuin yang lebih baik dari aku, aku harap kamu enggak lupain aku yang pernah ngisi hari-hari kamu sebelumnya," ucap Elise mengikhlaskan lalu tersenyum hangat.
Arsyan yang mendengarnya ikut senang, Elise selalu saja mengerti keadaannya. Ia merasa beruntung bisa mengenal Elise, dan membawanya ke dalam hidupnya.
"Pokoknya, sebelum kamu pergi, kita jalan-jalan dulu!! Aku mau, masa-masa terakhir kamu di Indonesia kamu habisin Cuma buat aku!! Iya, aku emang egois, tapi aku mau masa-masa terakhir kamu sama aku jadi masa-masa yang terindah!" Elise menunjukan senyuman teristimewanya.
Arsyan tersenyum, ia mengusap puncak kepala Elise.
"Mau es krim?" tanya Arsyan.
"MAUU!!!"
Mereka lalu pergi ke penjual es krim, dan membeli dua buah es krim.
"Syan, kamu itu kayak es krim ya," ucap Elise seraya menjilat es krimnya.
Arsyan yang mendengar hanya menaikan sebelah alisnya.
"Iya, dingin, tapi aku cinta." Elise tertawa, begitu juga dengan Arsyan.
"Oh, jadi udah pinter ngegombal?"
"Itu bukan gombal! Tapi emang kenyataan!" protes Elise.
Mereka terus menikmati jam istirahannya dengan gelak tawa, banyak murid-murid yang menatap kagum Arsyan saat melihat Arsyan tertawa. Ya, setidaknya Arsyan jauh lebih merasa senang bahwa saat kini Elise bisa mengikhlaskannya.
HAI HAI HAI
MAKIN GA JELAS GA SIH ALURNYA? 😭😭😭😭
GA NGERTI LAGI SIH INI GIMANA😭😭😭😭😭😭
Yauda maapin aja ya😭
Thanks for reading! Lope u like it!♥
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive CloseFriend [COMPLETED]
Novela Juvenilgadissnj©copyright2019 ***WARNING!! Terdapat bahasa kasar, harap bijak dalam membaca*** -FIRST STORY BY ME, MAAF BILA ADA SALAH KATA MAUPUN TANDA BACA- Lelaki berdarah Australia-Indonesia itu mempunyai sikap cuek nan dingin, namun sikap itu tak memb...