Extra Chapter

1.4K 27 0
                                    

Cinta sejati itu ketika sama-sama saling berjuang. Tidak berat maupun ringan sebelah, imbang.
***

Sudah empat tahun lamanya Elise berpisah dengan Arsyan, hidupnya kini terlalu monoton saat Arsyan tak lagi bersamanya. Sebongkah kenangannya bersama Arsyan masih tersimpan jelas di dalam benaknya, dan mungkin akan tersimpan selamanya.

Kini Elise sudah menjadi bagian dari salah satu Universitas terkenal di Jakarta, ia memilih jurusan fakultas Designer seperti apa yang ia impi-impikan.

Kini Elise tengah berada di restoran favoritnya, tempat di mana Arsyan mengajaknya menikmati makan siang untuk yang pertama kalinya.

Elise hanya memesan spaghetti bolognese juga jus strawberry, menikmati keduanya sendirian. Rasanya berat bagi Elise untuk membuka hatinya kembali, bongkahan-bongkahan memorinya bersama Arsyan masih tersimpan jelas di relung hatinya yang terdalam.

Ia menghapus air matanya yang sedari tadi mengalir di pipinya saat mengingat kembali kenangannya bersama Arsyan, ia tak mengerti mengapa sulit sekali untuk tidak kembali memutar memorinya yang masih tersimpan.

Elise selalu berdoa agar Arsyan menjadi jodohnya, atau mungkin setidaknya jika mereka tak berjodoh, bisa menjadi teman dekat yang baik.

Elise bangkit dari duduknya, merapihkan buku-buku yang ia pinjam tadi dari perpustakaan kampusnya, kemudian ia membayar semua pesanan lalu segera pergi menuju toilet.

Saat setelah selesai melakukan kepentingannya di toilet, Elise memutuskan untuk kembali ke apartemen pemberian kakaknya. Kini kakaknya sudah menikah, ayah beserta ibunya kini tinggal bersama kakaknya. Sementara Elise memilih untuk tinggal sendiri di apartemennya karena ingin memantapkan diri untuk tidak terus bergantung pada kedua orang tuanya.

Tiba-tiba Elise tertabrak dengan seseorang, membuat semua buku-bukunya jatuh berserakan. Spontan, Elise langsung berjongkok lalu merapihkan semua buku-bukunya.

"Kebiasaan kamu tuh, kalo jalan pasti nabrak."

Suara familiar itu berhasil membuat hati Elise mendesir, suara yang sudah 4 tahun ia rindukan, suara yang selalu ia dengar saat ia sedang dalam keadaan terpuruk, suara yang selalu memberikan ribuan motivasi untuk dirinya, kini terdengar kembali dengan jelas.

Elise menengadahkan wajahnya, kemudian ia melihat siapa orang yang tadi ja tabrak dengan suaranya yang familiar.

"A... A-Arsyan?!!" pekiknya, ia langsung memeluk Arsyan dengan erat. Pelukan hangatnya sudah lama tak ia rasakan.

"I-ini beneran Arsyan?" tanyanya masih dengan rasa ragu.

"Masih belum percaya? Mau aku beliin es krim dulu biar bisa percaya?"

Elise langsung memeluk Arsyan kembali, rindunya selama 4 tahun kini sudah terbalas. Ia kira, hubungannya akan berakhir dengan sebuah perpisahan dan kesedihan.

Arsyan membalas pelukan Elise, rasanya benar-benar sama seperti dulu. Tak banyak berubah dari Elise, ia tetap menjadi Elise yang apa adanya.

"Kemana aja 2 tahun ini? Enggak pernah ngabarin aku lagi," ucap Elise menahan tangisnya, ingat sekali ia saat Arsyan sudah tak lagi menghubunginya selama 2 tahun. Namun ibunya selalu meyakinkan, bahwa Arsyan di sana benar-benar sedang mengejar kesuksesannya.

"Maaf, Lis. Papa nyuruh aku untuk fokus di sana, karena kalau enggak--" Arsyan menggantungkan ucapannya.

"Kalau enggak kenapa?" tanya Elise dengan penasaran.

"Karena kalau enggak, Papa enggak akan ngerestuin kita dan aku bakal tetap tinggal di sana."

"Tapi kamu tenang, aku udah di Jakarta. Kita kejar segala impian kita sekarang, okay?" ucap Arsyan lalu mengacak-acak puncak kepalanya.

My Possessive CloseFriend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang