Candu

10.7K 783 31
                                    

Author POV

Sebuah perjamuan makan malam tak biasa dihadiri oleh belah pihak keluarga Shani dan Redha. Tuan Natio yang rambutnya mulai memutih nampaknya siap melepaskan putri
pertamanya pada keluarga Redha Gautama.

Masih di meja yang sama, keluarga Gautama membawa serta putrinya yang usianya sama dengan Shani dan lebih dulu berkeluarga.

“Pak Idrus Natio, ini adalah kehormatan besar untuk meminang putri bapak, Shani Indira.”

Keluarga yang dipuji hanya tertawa sopan menanggapi sanjungan calon besan, “Shani yang beruntung bisa diterima di keluarga bapak dengan hangat. Saya ingin menitipkan anak saya pada Redha dan keluarga.”

“Saya sungguh-sungguh dengan segenap hati akan menjaga putri bapak, secepatnya.” Redha menekan kata secepatnya di ujung kalimat untuk mulai penentuan tanggal.

Tentu saja Redha begitu berambisi, dia ingin segera memiliki penuh yang jadi miliknya. Dia tidak ingin angin membawa Shani pergi dari dekapannya. Dan semua harus secepatnya, sebelum musim selanjutnya.

“Tentu saja secepatnya, disesuaikan dengan kesediaan waktu keduanya. Tapi perlu diingat, menyiapkan pernikahan bukan perkara serba cepat. Semuanya harus matang.”

“Dulu aku dan Mas Reza butuh dua bulan untuk persiapan dengan dibantu WO,” timpal Ve, adik Redha yang lebih dulu menikah.

“Dua bulan dari sekarang, bagaimana? Bertepatan dengan Gracia, adik Redha sudah selesai dari KKN nya. Apa dari keluarga Pak Idrus keberatan?”

Idrus Natio melirik gadisnya, hanya anggukan pasrah yang diterima. Maka dengan begitu, dua bulan dari malam ini, jika tidak ada aral melintang, pujaan pria seantero semesta ini akan menyandang predikat ‘istri orang’.
--

Shani POV

Akhirnya, hari ini tiba. Aku berkali-kali menghela nafas, berusaha meyakinkan diriku dengan keputusan terbesar dalam hidupku. Untuk terakhir kali aku menatap riasanku di cermin. Cantik. Eh? Bukan aku tengah memuji diriku, tapi..

“Kak,” suaranya pertama kali mengenai frekuensi telingaku.

Aku menoleh, mendapati gadis di cermin yang sedetik lalu membuatku ringan hati memuji.

“Aku Shania Gracia, adiknya Kak Redha.” Dia mengenalkan dirinya dengan sebuah senyum yang terekam jelas dalam ingatanku seperti foto dengan sejuta warna?

“Shani Indira Natio.”

Jika tidak ada panggilan untukku memasuki gedung dan memulai acara sakralku hari ini, mungkin aku masih lupa diri dan larut dalam mengagumi keindahan paras calon adik iparku. Sedetik setelah bayangannya di cermin, aku sudah meragu. Ah, yang benar saja, aku merutuk diriku sendiri.

Setelah orang-orang bersepakat ‘sah’ maka gadis yang sempat mencuri perhatianku resmi menjadi adik iparku. Dan aku bukan larut dalam perasaan tenang bercampur bahagia usai Redha mencium keningku di depan penghulu. Seperti diterpa angin, hatiku sedang mengembara untuk sementara.

Aku merasa resah. Dan secepatnya aku memiliki beban untuk memusnahkan perasaan resah itu. Mataku menangkap sosok Redha, sembari mengusir pikiran bodohku tentang adik iparku. Aku memikirkan seluruh kebaikan pria yang kini menjadi suamiku.

‘Tidak, ini bukan jatuh cinta pandangan pertama. Ini hanya delusi orang yang stress menjelang menikah. Kini aku harus memusnahkan bayangan di cermin, senyumnya dan suaranya ketika menyebut namanya.’  Stimulusku harus berhasil, otakku musti mau diajak bekerja sama.
--

“Kak, ini sebagai salam kenalku kemarin. Maaf baru kenalan beberapa menit sebelum
menjadi saudara ipar. Hehe,” Gracia memberikan secangkir cokelat hangat untukku yang tengah duduk di bangku taman rumahnya. Kekehan diakhir kalimatnya menggetarkan
hatiku.

Aku jatuh cinta di chapter kedua? Shani yang sempurna dengan mudahnya jatuh cinta di hari kedua setelah berkenalan?

“Terima kasih, Gre.”

Gre?

Bahkan mulutku secara sinkron menunjukkan dia memang istimewa.

“Gre? Keren juga.”

“Memang temanmu manggil kamu apa?”

“Gracia, Grace, Shania.”

“Jadi nggak keberatan nih menambah daftar panjang nama panggilan?” aku mencoba akrab.

Sialnya dia tidak mengatakan iya atau tidak, hanya mengangguk disertai senyuman. Kalau aku bukan istri orang, mungkin makhluk ini sudah kubius, kemudian kucuci otaknya. Ah, sial, aku menemukan candu baruku; senyumnya.

 Ah, sial, aku menemukan candu baruku; senyumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Step CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang