Author POV
Sore ini semua penghuni rumah memutuskan berkumpul, mengabaikan kesibukan yang membuat manusia dalam satu atap jarang bercengkrama. Tentu saja bukan hanya basa-basi menanyakan kegiatan seharian ini, ada batu besar yang menutup pintu keluar. Babak baru, penyelesaian dan drama sakit hati. Mungkin harus diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Shani menitipkan Darwis ke rumah mamanya untuk sekian kalinya. Dia tidak ingin ada interupsi apapun untuk masalah segenting ini. Redha duduk dengan menyesap kopinya. Dia khidmat memandang langit yang hari ini tidak mendung. Meskipun seharian ini hatinya diliputi mendung tebal. Gracia menyusul keheningan diantara mereka, matanya sembab usai menangis semalaman. Dia tidak menginap di rumah Andela, tapi menumpang di rumah Sisca.
“Jadi ada yang mau kalian berdua sampaikan ke aku?” Redha memilih memutus keheningan.
Gracia memandang Shani, sebelum ini pihak mereka telah membuat keputusan. Shani menguatkan dirinya sebelum akhirnya berbicara panjang.
“Maaf udah melukai kepercayaanmu. Aku ngerti kita hina banget dengan main belakang kaya gini. Kamu pria paling baik yang pernah aku temui sepanjang hidupku. Pertama, aku mau bilang kalau aku sama Gracia udah pacaran sebelum adanya Darwis di perutku. Kamu nggak perlu minta maaf karena membuka jalan itu, karena nyatanya meskipun ini konyol, tapi aku jatuh cinta sama adik kamu pada pandangan pertama. Kenapa aku tetap ngelanjutin pernikahan kita? Karena aku optimis bisa melawan perasaanku sendiri. Walalupun akhirnya gagal, aku jatuh cinta makin dalam sama Gracia. Kedua, aku udah ngobrol sama Gracia. Aku punya komitmen sama kamu. Aku bakal menjaga pernikahan ini, apapun yang terjadi. Jadi masa depan pernikahan ini aku serahin sama kamu, seluruh keputusannya. Aku nggak akan minta pisah atau gimana. Aku tahu, kamu bijak dan dewasa dalam memutuskan segala sesuatunya.”
“Gracia?” Redha melempar sesi bicara untuk Gracia.
“Kak, aku orang paling bersalah disini. Kenapa aku nurutin egoku dan sampai sejauh ini. Aku terlalu kekanankan sampai nggak mikirin kompleksnya urusan orang dewasa. Sejujurnya aku mau sama Shani terus, tapi aku nggak boleh mengorbankan banyak orang. Gimana nanti Darwis kalau dibesarkan dengan orang tuanya yang berpisah, gimana nanti hubungan keluarga kita kalau kalian memutuskan cerai. Aku sayang banget sama Kak Redha sebagai kakakku, aku cinta banget sama pacarku yang sekarang masih istri kamu. Tapi aku nggak boleh egois. Keputusan ke depannya terserah Kak Redha. Aku nurut, sekalipun harus putus dan jauh dari Shani.”
Redha tertawa hambar. “Kesannya aku baik banget ya di mata kalian. Kenapa nggak mencoba memperjuangkan cinta kalian sih? Kenapa kenekatan itu nggak diteruskan? Sayang udah sejauh ini kok malah menyerah..”
“Kita nggak mau mati konyol,” timpal Gracia.
“Shan, kamu sayang banget sama adikku?” Redha memilih bertanya perasaan dari hati ke hati. Shani mengangguk tanpa mengucap apapun.
“Harusnya aku tahu sejak kamu nggak pernah balas pernyataan cintaku ya. Kalau kamu, Gracia, sayang banget sama Shani?”
“Sayang. Banget.” Gracia lebih tegas tentang perasaannya.
“Konsekuensinya kalau kalian harus pisah apa? Kita harus menghitung untung rugi sebelum memutuskan segala sesuatunya.”
“Mungkin aku bakal pergi sejauh mungkin dan nggak menjamin aku bakal tetap sehat. Aku kecanduan Shani, Kak. Meskipun belum pernah pisah sama dia, tapi bayangin aja udah ngeri banget. Tapi aku tahu, kakak juga bakalan gitu. Kita sama-sama nggak siap.”
“Dilema banget harus menentukan ini. Tapi mungkin aku bakalan mutusin yang terbaik buat aku sementara ini. Mungkin kita cerai aja ya Shan?” Redha bergetar menyebut kata cerai. Dirinya tidak pernah membayangkan sekalipun harus melontarkan kata itu pada istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Closer
FanfictionShani Indira jatuh cinta pada adik iparnya. -aku bermimpi memilikimu, Ci. (Gre) -memilikimu hanya mimpi, kenyataannya mendekatlah dan menjadi rekat satu sama lain. (Shani)