Shani POV
Tak pernah terasa, dua bulan berlalu begitu saja. Waktu semakin cepat bergulir, masih saja semua sama. Perasaan, hubungan bahkan hukum tidak berubah. Jangankan hitungan bulan, aku bertaruh 'selamanya' tidak ada ruang untuk kita, aku dan Gracia.
Belakangan dia semakin akrab dengan Kak Viny, sesekali bertemu mengobrol untuk mencairkan keadaan. Katanya supaya nantinya tidak canggung, jika kami bertemu dengannya di sebuah kesempatan. Entahlah.
Oh iya, ada satu yang berubah dua bulan ini. Ada kehadiran janin dalam perutku, katanya ini minggu kedua. Usaha Redha berhasil, dia menanamkan cintanya. Dan aku takkan pernah bisa pergi darinya, kan? Bahkan sekuat aku mencoba?
Terlalu abu-abu masa depan untuk dilihat. Aku selalu mengatakan pada gadisku, "Sambil jalan ya?" sebab aku terlalu pengecut melepasnya atau menariknya dalam pelukku. Sungguh aku menjadi seburuk-buruk manusia saat ini. Cerita ini membuatku menjadi peran utama yang antagonis. Kamu masih menyukaiku?
"Kapan kamu mau bilang ke orang tentang kabar bahagia ini?" Redha bertanya dengan sumringah. Memang aku masih menyembunyikannya, karena masih terlalu dini.
"Mungkin sebulan?"
"Ya udah deh nggakpapa, aku berangkat dulu ya." Dia mengecup keningku lalu menuju kantor agensi dengan motornya.
Aku melihat jam dinding, pukul lima sore. Lalu berkirim pesan dengan Gracia, baru tiga hari tidak bertemu tapi masih saja sudah rindu.
Gre!
Sini dong, kangen.
Jangan ketemu di rumah dong
Lagi ga pengen keluar, tapi pengen ketemu kamu
Imbalannya apa dulu kalo aku kesana
Dimasakin!
Masa itu aja, ga seru ah
Udah sini cepet pokoknya titik
Sembari menunggu Gracia datang, aku segera mandi. Dia pasti datang sih, karena alasannya: aku tahu dia juga kangen aku, mustahil tidak.
Gracia POV
Aku menutup laptopku dan memasukkan barang-barangku ke tas. Ci Desy melihatku yang terburu dengan dugaan tepat, sepertinya. Okta dan Anin masih sibuk mengetik tanpa menghiraukan aku.
"Panggilan darurat dari Shani nih pasti?" tebaknya tepat. Aku hanya memamerkan senyum lima jari, terkekeh malu.
"Kamu bucin banget sih sama cici sendiri? Kaya sama pacar aja.." Anin angkat suara meski pandangannya masih ke layar komputer.
"Ih Okta titip salam dong buat Ci Shani. Bilangin suruh mampir sini kapan-kapan ya Gracia." Okta turut berkomentar.
"Ngapain deh Ci Shan kesini, ya udah nanti disampaikan salamnya Otut. Pergi dulu ya Cides, Okta."
"Ish sensian banget sih, aku nggak dipamitin?" Anin mendengus kesal.
"Pergi dulu ya Anindhita Rahma Cahyadi, girlfriend material!"
Langsung saja meluncur dengan ojek online. Tapi benar juga ya kata Anin, kok aku segini bucin-nya? Apa sih kata pepatah, 'bagai kerbau dicucuk hidungnya'? Ah tapi bagaimana mau berdaya kalau yang menyuruhmu langsung mahadewi? Aku tersenyum sendiri membayangkan wajahnya. Ini bapak driver tidak bisa ngebut sajakah? Huft.
--
"Wangi banget, baru mandi ya?" Aku mencium aroma sabun dari tubuhnya.
"Iya tadi pulang jam empat, terus sekarang baru mandi. Kamu mandi dulu nggak? Sekalian reuni sama kamar mandi sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Closer
FanfictionShani Indira jatuh cinta pada adik iparnya. -aku bermimpi memilikimu, Ci. (Gre) -memilikimu hanya mimpi, kenyataannya mendekatlah dan menjadi rekat satu sama lain. (Shani)