Gracia POV
Ponselku di atas nakas riuh berbunyi, aku malas mengangkat panggilan karena fokusku masih ke photoshop. Baru pada ketiga kalinya, aku meladeni si tukang ngotot, tertera nama Kak Redha di layar ponsel. Loh, ada apa?
"Kenapa kak?" tanyaku malas-malasan.
"Antar Shani cek kandungan ya. Please. Tapi jangan bilang mama papa. Aku hari ini ada tapping buat acara akhir tahun."
"Bukannya nggak mau, tapi kamu tuh suaminya Kak. Jangan kerjaan terus yang dipikirin, masa anak pertama udah mau enam bulan baru nemenin check up sekali aja."
Di seberang sana aku mendengar helaan nafas kecewa, "Maunya aku jagain dia di rumah, pelukin tiap hari. Tapi ya gimana, ini juga demi kerjaan. Besok janji, kalau udah dekat waktunya aku bakal off buat stay di samping Shani. Sekarang aku minta tolong ya, pulangnya aku beliin CD nya Taylor Swift deh."
Kak Redha memang hobi sekali menyederhanakan sesuatu, entah kenapa rasanya aku tersulut. Dia tidak ada rasa bersyukurnya telah diberi nikmat memiliki, sedangkan kepemilikanku selalu benturan dengan kenyataan. Dia menyia-nyiakan posisinya, statusnya, aku benci.
"Kayanya aku deh yang lebih sayang sama Ci Shani dibanding Kak Redha. Kamu tuh nggak workaholic Kak, kamu cuma mikirin mimpi-mimpi kamu di musik. Aku jagain istrimu sampai kamu sadar kalau semua nggak sederhana, kamu sogok aku sama album Taylor ya. Kamu jangan kebiasaan kaya gitu!" ketusku tak bisa ditahan.
"Kok kamu marah-marah sih? Aku tuh cuma minta tolong ya?! Kalau kamu nggak mau ya udah, aku bisa minta tolong Ve atau siapa. Jangan sok paling sayang sama Shani. Kamu nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Cuma adik ipar jauh aja, sombong!"
Aku diam sejenak, suaranya yang meninggi terdengar tidak nyaman di telingaku. Aku menjauhkan ponsel dari dekat telinga, mematikan panggilan. Kamu nggak tahu apa-apa Kak, kamu nggak tahu.
--
Setelah mengganti parfumku aku siap menemui Shani. Kangen juga. Oh iya, Shani sudah nyaris enam bulan, dia mulai berubah dalam banyak hal. Pertama, dia tidak lagi ngidam makanan aneh-aneh. Kedua, dia benci wangi parfumku biasanya, terpaksa aku ganti sesuai maunya. Ketiga, dia kadang suka cemburu berlebihan dan merasa dinomor sekiankan karena merasa tak lagi cantik. Pastinya dia rendah diri dengan keadannya sekarang. Padahal dengan perut buncitnya, dia masih saja tercantik. Bagiku.
"Selamat sore sayangnya Shania Gracia," sapaku hangat dengan gaya alay. Dia tertawa senang melihatku.
"Apaan deh," selorohnya malu-malu. Aku menariknya pelan dalam pelukanku.
"Ayo cek dulu si adek lagi ngapain, pulangnya kita mampir taman. Semangat nggak?"
"Kamu tuh ya, kayanya aku anak kecil banget ya. Redha minta tolong kamu lagi ya? Padahal aku sendiri aja ke dokter sebenarnya nggak masalah."
Aku membuka pintu mobil dan menunggunya sampai dia duduk di samping kemudi. "Nggak perlu dia minta tolong, udah pasti kewajibanku buat ada terus di samping kamu. Tapi justru karena dia minta tolong aku agak kesal. Rasanya aku cadangan banget."
Eh? Tapi memang iya ya? Aku kan kedua. Kamu kan kedua, Gracia!
"Makasih ya Ge. Oh iya gimana kerjaan kamu?"
Aku bersemangat bercerita tentang pekerjaan baruku, "Seru banget deh. Sama aja si sama jaman masih freelance, bedanya ya ini jadwalnya pasti. Coba tebak tadi aku habis motret siapa?"
"Hm, siapa ya. Kalau dari senangnya kamu, kayanya Shania Junia? Model yang lagi naik daun itu."
"Salah dong! Shandy Aulia! Maternity shoot gitu. Aku senang banget deh, karena aku bisa nerapin teknik itu kalau kamu mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Closer
FanfictionShani Indira jatuh cinta pada adik iparnya. -aku bermimpi memilikimu, Ci. (Gre) -memilikimu hanya mimpi, kenyataannya mendekatlah dan menjadi rekat satu sama lain. (Shani)