Perjalanan

6.3K 554 24
                                    


Author POV

Kuda besi patuh di jalurnya menuju kota istimewa, Yogyakarta. Gracia sudah larut dalam mimpinya dari beberapa jam belakangan, sedangkan Shani masih sibuk dengan surat elektronik yang harus menjadi fokus perhatiannya. Mengambil cuti memang senada dengan kesibukannya menyelesaikan beberapa pekerjaan secara cepat. Dia menghela nafas pelan, semua ini demi Gracia. Gadis dengan topi kuning yang nyaman sekali tidur di sebelahnya.

Sesekali Shani mengalihkan matanya menatap pemandangan dari kaca jendela, mengingat dulu masih sering melakukan perjalanan Jakarta-Jogja. Dan terakhir kali, tiga tahun lalu? Ingatannya menjangkau seseorang di tempat Gracia di masa lalu; Viny. Shani tersenyum tanpa disadari, Kak Viny apa kabar ya?

Setelah usai menuntaskan pekerjaannya, dia melihat jam di ponsel. Masih butuh dua hingga tiga jam lagi, dia memilih memejamkan mata. Namun pikirannya terus bekerja, tak mau istirahat bersama Gracia. Ingatan masa lalunya, perasaannya hari ini, membuatnya tergerak mengambil buku catatan bersampul merah marun.

Ragaku ingin memacu kuda, namun terjebak di taman bunga. Setangkai bunga di belakangku mempesona dengan wangi menenangkan, namun masanya telah habis. Sedang tak kalah cantik, sekuncup dihadapanku ingin mekar dengan tergesa.

Pria dengan maskulin-nya itu kuda yang ingin kupacu, namun sayangnya aku kembali terjebak dalam femininitas taman bunga.

Bunga dibelakang dengan wangi menenangkan adalah dia masa laluku seorang kakak yang selalu membuatku aman di sisinya.

Kuncup yang ingin segera mekar adalah perasaanku pada seseorang yang tampaknya semakin menggebu dengan tergesa.

--di balik kaca jendela aku menemukan setangkai bunga yang layu. Aku menutup tirainya, memilih menunggu mekarnya kuncup yang lain.

Shani menutup tirai jendela, menggunakan penutup matanya. Dia beristirahat sejenak, sebelum menemukan diri Viny di potongan perjalanan lainnya. Tetap saja, ingatan akan selalu hadir. Dia tidak pernah hilang, jika lupa, hanya tak sengaja tidak kau panggil.

Shani POV

Setidaknya aku musti bersyukur, aku terlelap sekitar dua jam. Melirik Gracia yang lebih dulu bangun, dia asyik menatap luar jendela.

"Eh udah bangun Ci? Kapan sampai nih?"

"Sebentar lagi, satu stasiun lagi."

"Asyik, aku menginjak tanah Jogja!" serunya menyerupai anak kecil yang study tour di Taman Pintar.

"Ya ampun, apaan sih Ge," timpalku gemas.

"Senang aja Ci, bisa ke tempat kamu menghabiskan masa muda kamu."

"Sekarang aku juga masih muda kali, Ge!"

Dia terkekeh melihatku kesal, "Kalau udah nikah mah umurnya nambah dengan sendirinya. Auara mudanya pudar hahaha.."

Ini anak memang menyebalkan, benar kata Redha. "Terusin Ge, terus.." selorohku.

Gracia menghentikan tawanya meninggalkan senyum di bibirnya. "Tapi tipeku yang dewasa dan matang kaya kamu gitu," ucapnya sambil berbisik.

Aku merinding. Lalu menutup wajahnya dengan telapak tanganku, sebelum kecanggungan datang melanda.

"Apaan sih Ge, siap-siap gih, sebentar lagi sampai."

Senyum tidak meninggalkan wajahnya, dia bergegas memasukkan charger dan earphone ke dalam tas.

--

Seorang perempuan dengan postur tidak terlalu tinggi menghampiriku, wajahnya terlihat sumringah dari kejauhan.

"Shani honey bunny sweety!" Dia tidak berubah, tetap saja 'ketempelan jin'. Sesaat di hadapanku, melakukan cium pipi kanan-kiri, mengabaikan Gracia di sebelahku.

Step CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang