She's Back!

7.2K 607 20
                                    


Shani POV

"Ge, bangun!" aku membuka tirai jendela, supaya cahaya masuk ke dalam. Gracia perlahan membuka kelopak matanya, mengerjap lucu.

"Hm, jam berapa Ci?"

Tangannya samar meraih ponsel, mengecek jam sendiri tanpa menunggu jawabanku. Dia kemudian bangun dan bersandar dengan pandangan kosong.

"Mandi gih, aku siapin sarapan."

Gracia hanya mengangguk patuh. Aku tersenyum sembari melangkah mendekatinya, lalu sekejap mengecup lembut rambutnya. Sebelum kesadaran Gracia pulih, aku segera berbalik meninggalkannya.

Pagi ini seperti biasa, menyiapkan setangkup roti dan segelas susu untuk Gracia. Gadis dua puluhan itu seperti menjadi bayiku. Sedikit banyak merepotkan, tapi aku senang dalam kesusahan karenanya.

Tidak butuh waktu lama, dia mengambil tempat duduk di depanku dengan pakaian rapinya. Mulutnya lahap mengunyah roti dengan taburan keju dan susu.

"Ci, aku nebeng Ci Shani ya?" katanya dengan mulut penuhnya. Aku mengangguk saja.

"Ci Shan nanti pulang jam berapa?" tanyanya lagi.

"Nggak paham, paling telat jam tujuh. Kenapa Ge?"

"Nggakpapa sih, kayanya nanti aku balik cepat. Jadi aku mau masakin sesuatu yang spesial buat Ci Shani."

"Dalam rangka apa? Memangnya kamu bisa masak?"

Dia mengunyah dulu makanannya kemudian meminum seteguk susu, "Dalam rangka balas budi karena kebaikan Ci Shan selama aku tinggal disini. Gampang deh nanti nonton tutorial masak kan banyak di youtube."

"Ih kamu tuh, nggak bisa memangnya tetap tinggal disini aja?" Aku masih berusaha membujuknya. Sisa dua hari saja, bosku!

"Nggak enak Ci sama Ci Shani dan Kak Redha."

"Dibilang nggakpapa kok, ngeyel ya kamu.." Aku mulai sedikit kesal.

Dia malah tertawa menimpali, "Haha kok dimarahin sih? Berangkat yuk, aku lanjutin makan di mobil aja."

Aku menghabiskan segelas susu, lalu mengekor anak nakal itu. Kok wibawaku mendadak hilang sih, kok jadi bucin begini?

--

Selepas mengantar Gracia, aku menuju kantor yang tak jauh dari kampusnya. Ketika berjalan menuju ruanganku, lenganku ditahan seseorang.

"Shan.." Aku mengenal suaranya. Tepat, aku menoleh dan mendapatinya.

"Mau apalagi? Kita udah selesai," tegasku sambil berusaha melepas cengkraman tangannya pada lenganku.

"Sepuluh menit, penting Shan."

Hidup dengannya bertahun-tahun sudah membuatku paham dengan tabiatnya yang keras kepala. Dia seorang yang ambisius dan hanya mengalah padaku, sesekali. Ratu Viny, kamu masih saja belum berubah.

"Lima menit," timpalku berlalu menuju kafetaria. Dia mengekor di belakangku, kurasa dia malas lama bernegosiasi denganku.

Kami duduk berhadapan dengan memesan satu minuman dingin. Ah tidak, dia menghadapku tapi aku menghadap jendela di sisi kiriku.

"Apa kabar?" tanyanya sambil menatapku intens.

Sejujurnya aku nyaris luluh dengan tatapannya yang mengunciku. Setidaknya, tatapan dari matanya pernah membuatku luruh dalam cinta bertahun lamanya.

"Baik." Dinginku belum runtuh.

"Selamat ya atas pernikahanmu, aku nggak nyangka kamu menikah."

Tanpa tanggapan, membiarkan dia bermonolog sesukanya.

"Ingat nggak, dulu kita pernah berandai-andai siapa yang lebih dulu meninggalkan? Haha aku menang, kamu lebih dulu.."

"Aku nggak ingat apapun," sergahku cepat.

"Kamu nggak pandai bohong, Shan. Kita berjanji, biarpun berakhir pada hari itu, kita akan tahu kemana harus kembali. Tapi kamu salah jalan pulang sayang," desaunya pelan.

"Kamu ngomong apa sih Vin?"

Dia masih menatapku tajam sembari tangannya memainkankan sedotan, "Ka-mu sa-lah ja-lan pu-lang."

"Atas dasar apa aku harus kembali ke kamu? Memang disini boleh kedua perempuan saling mencintai dan memiliki? Memangnya boleh keduanya punya ikatan? Kamu mengikatku dalam obsesimu. Aku udah hidup bahagia dengan keluarga kecilku, Vin."

"Jadi, nggak ada harapan buat gadis yang punya akun gracious itu?"

Mataku menyipit, "Kamu tahu apa soal Gracia?"

"Aku nggak tahu apapun tentang dia, tapi firasatku kamu sangat ber-kemungkinan jatuh cinta padanya. Makanya aku mencegah supaya kamu tidak memilih orang yang straight sebagai tujuan."

"Kamu ngelantur Vin, ini udah lima menit. Aku harus pergi dan kita selesai."

Dia mengambil ponselnya dan memperlihatkan sisa waktu 52 detik di layar.

"Aku nggak mau jadi antagonis, tapi ini poin pentingnya. Kamu harus tahu, sejauh apapun kamu pergi, ada aku di persinggahanmu. Aku sayang kamu, meski itu udah nggak berarti apa-apa lagi."

Aku membuang wajahku, enggan menatapnya. Sejujurnya ini masih memiliki kesempatan untuk menggoyahkanku.

"Lihat aku ketika aku ngomong sama kamu."

Dia meraih wajahku dan membuat berhadapan dengannya, "Aku sayang kamu, walaupun udah nggak ada artinya."

Sedetik setelahnya, timer ponselnya dengan bijak menginterupsi pengakuan cintanya. Aku menghela nafas pelan. Dia sesekali menengok sekitar tanpa mengucap apapun. Melihat kondisi yang masih sepi, secepat kilat dia menarik tanganku dan mengecupnya pelan. Kemudian berbalik dan pergi.

Ah, kenapa jantungku malah berdebar?


--tbc?

Rajin update dulu, mumpung belum males hehe

Step CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang