I Really Dont Know

4.7K 435 57
                                    

Gracia POV

"Besok Darwis manggil aku apa ya? Tante?" tanyaku sambil mengusap lembut perutnya. Sesekali mendekatkan kepalaku untuk merasakan tendangan kecil bayi yang konon berjenis kelamin laki-laki itu.

Shani, perempuanku, tersenyum sambil mengelus surai rambutku, "Apapun itu, Ge. Kamu maunya apa?" Dia menjawab tanya dengan tanya.

"Haha ya memang harusnya tante sih, apalagi. Kan dia anaknya kamu, terus kamu kakak iparku ya dia ponakan aku. Nggak ada pilihan lain, aku aja sok ide."

Jika kamu ingin tahu rasanya, sungguh sesak. Aku tahu Shani memikul beban berat, dia dihadapkan keadaan sulit. Pun aku juga, pedih ketika kamu menjadikan seseorang satu-satunya disaat kamu hanya sekian. Dan kamu tidaklah boleh berbuat jahat, sebab dia milik orang yang kamu sayangi, satu darah mengalir dalam tubuh kami: aku dan Kak Redha. Simalakama. Hubungan ini seperti candu narkoba, tapi jika kita mencoba melepaskan kesulitan jauh lebih besar untuk saat ini. Aku belum siap, mungkin tidak akan siap.

"Kayanya Darwis bawa hoki ya buat Kak Redha, lihat deh dia makin sering muncul di tv sekarang," kataku sambil menonton acara ragam yang menampilkan band Kak Redha sebagai bintang tamu.

"Bisa dibilang gitu. Dia dulu padahal musisi banyak main di gigs. Tapi setelah muncul di acara musik mingguan itu terus banyak yang suka, ya udah job makin ngalir. Kakakmu udah jadi artis sekarang Ge."

"Tapi ada perubahan besar nggak setelah dia jadi artis? Jujur ya, aku takut dia kebawa arus dunia hiburan. Aku takut dia yang orang baik jadi brengsek dan nyakitin kamu." Aku menumpahkan kecemasanku belakangan ini. Sesekali melihat Kak Redha dikelilingi perempuan cantik, mungkin saja dia berpaling. Satu hal yang pasti, dia kini bukan hanya suami Shani Indira tapi juga bapak dari anak yang dikandungnya. Itu kenapa aku banyak memiliki kecemasan.

"Secara waktu banyak berubahnya, dia jarang banget di rumah. Ada tapping buat acara ragam, masih ngerjain lagu baru dan beberapa kali pamit nongkrong kalau malam. Makanya kemarin aku minta kamu sering main ke sini. Bukan karena kamu pelampiasan aku karena aku kehilangan waktu Redha, sama sekali nggak. Tapi ya justru celah buat kita punya banyak waktu. Aku memang nggak yakin semua orang akan baik selamanya. Tapi memangnya bisa ya Redha jadi brengsek? Dia pria paling baik yang pernah aku temui."

Aku tertawa mendengar kontradiksi dalam kalimatnya, "Kamu bilang nggak yakin orang bakal baik selamanya, tapi kamu lebih nggak yakin kalau Kak Redha sewaktu-waktu nggak baik. Tapi kalau dia nongkrong malam gitu, kamu nggak ada protes? Kamu tahu dia kemana? Ya aku bukan bikin panas keadaan, cuma aku nggak mau kakakku macam-macam."

"Katanya sih cari angin, soalnya makin dia terkenal mulai banyak tekanan dan dia butuh penyegaran. Aku nggak tahu dia kemana, katanya dia sama teman band dia. Tapi aku nggak pernah cek atau apapun itu, kamu tahu sendiri aku senang juga dia nggak di rumah. Walaupun kadang aku takut sendirian, tapi aku bisa ajakin kamu kesini kan?"

"Iya aku tahu sekarang harus sering temenin kamu. Tapi jujur deh Shan, nggak usah jaga perasaan aku. Kamu nggak takut Kak Redha selingkuh atau kena lingkungan yang salah? Ya sekarang dia bukan cuma suami kamu, tapi juga bapak dari anak kamu kan."

Dia diam sejenak, seperti menata kalimat untuk menjawab tanyaku ini. "Aku nggak tahu, Ge. Kamu tahu, aku nggak tahu apa-apa. Aku nggak tahu perasaanku sendiri, aku nggak tahu kondisi pernikahanku, aku nggak tahu seberapa dalam udah nyakitin kamu, aku nggak tahu sejauh apa kita melangkah di jalan yang salah. Aku nggak tahu sampai kapan aku harus mengakhiri semua ketidaktahuanku ini."

Jawaban putus asanya membuatku meremas rambutku turut berpikir. "Kamu bahkan nggak tahu perasaanmu sendiri, kenapa kekeh tetap bilang sayang aku?"

"Karena jasmani dan jiwaku butuh kamu, Ge. Aku memang nggak tahu lagi perasaanku. Seberapa besar aku sayang kamu, masihkah aku sayang Redha. Apa aku takut dia selingkuh, atau takut dia berubah. Aku nggak paham lagi jawabannya. Tapi secara naluriah, aku butuh kamu dan lebih nyaman sama kamu daripada orang lain siapapun di dunia ini. Itu kenapa aku tetap menahan kamu ada disini. Aku egois, itu yang aku tahu."

Step CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang