Gracia POV
Hujan memang datang sesekali namun siang tadi terik sekali. Beruntung sore ini agak teduh, cahaya lembut seperti ini bagus untuk memotret. Ah iya, aku kelupaan sesuatu. Jemariku lincah mengetik pesan pada Shani, mengabarinya tentang jadwalku hari ini. Kupikir dia pun tak begitu mengharap pesan remeh semacam itu, tapi aku ingin saja.
"Gracia, kata Ci Desy kamu bisa isi kolom fashion nggak buat edisi besok?" tanya Okta di sela-sela aku mengecek hasil fotoku.
"Nggaklah, mana ngerti aku. Memang Nadse kenapa?"
"Dia udah nggak bareng kita, pilih kerjaan di tempat lain. Lagipula kata Ci Des, besok semua bakal digilir jadi kebagian semua kolom. Sekarang kamu yang gantiin Nadse dulu ya."
"Terus kerjaan yang aku handle gimana? Double job gitu? Malas ah, nggak punya kenalan narasumber pula," keluhku dengan berbagai alasan.
"Yaelah, narasumber mah gampang. Itu ada kenalan Nadse, desainer gitu. Minta dia aja suruh rekomen buat fashion musim ini bagusnya gimana. Kamu tinggal potret aja deh," sambar Anin sambil matanya fokus di ponsel.
"Oke deh. Nanti aku minta kontaknya sama Nadse."
Aku mematikan kameraku setelah mendapat beberapa gambar yang bagus, kemudian mengecek ponsel.
Ci Shani
Aku lagi motret bareng Anin, Okta. Nanti pulang abis maghrib, mau ke basecamp dulu.
Yaa, nanti aku jemput ya
Lagi pengen nonton nih, filmnya Zara
Gampang diatur, bos!
Perginya ngomong Kak Redha nanti, jangan buat dia curiga lagi
Aku menyimpan ponselku lagi ke saku. Shani atau Ci Shani memang suka gegabah belakangan ini. Dia pergi menghabiskan waktu denganku tapi tanpa mengabari Kak Redha, kutakut suatu hari Kak Redha akan merasa janggal. Tidak baik, kan?
Oh iya, aku belum menceritakan pada kalian ya, soal obrolan kami setelah malam panjang itu. Jadi begini ceritanya..
Aku mengatur nafasku, melihatnya yang terlentang dengan mata terpejam. Tanganku menyusuri fitur wajahnya, dia menikmati sentuhanku dengan kedua matanya tetap menutup.
"Gimana abis ini?" lirihku penuh keraguan.
Aku meneguk ludahku, berusaha melupakan dosa barusan. Dia menghela nafasnya kasar, lalu membuka matanya dan memandangku dengan lekat tanpa mengucap sepatah kata pun. Dan itu membawa separuh jiwaku terhipnotis dengan tatapannya, seolah mencerna jawaban dari sendunya dia memandangku.
"Hhh, aku selesai. Kita selesai?"
Dia menyentuh wajahku, menelusuri tiap inchinya dengan jemarinya, "Kita baru aja dimulai."
"Maksudmu?"
"Mulai malam ini, mari bermimpi saling memiliki. Jadi rekat satu sama lain," ucapnya ringan, seolah tak memahami beban berat dari setiap katanya.
"Aku nggak paham."
"Ini rumit, pertama kamu sama aku sama-sama perempuan. Dunia ini nggak mengizinkan perasaan ini kedengeran indah, ironi. Kedua kamu adik iparku, ini tragis. Aku nggak bisa menjelaskan apapun.."
"Tapi kamu harus menjelaskan sesuatu, Shan!" seruku meminta kejelasan, terdengar egois memang.
"Sambil jalan ya? Kita janji buat bahagia satu sama lain? Aku nggak punya ide lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Closer
FanfictionShani Indira jatuh cinta pada adik iparnya. -aku bermimpi memilikimu, Ci. (Gre) -memilikimu hanya mimpi, kenyataannya mendekatlah dan menjadi rekat satu sama lain. (Shani)