Keluarga Kecil

4.9K 460 28
                                    

Author POV

Orang-orang mulai bersiap dengan pergantian tahun. Pedagang terompet dan kembang api melonjak penghasilannya dalam beberapa hari ini. Sementara terompet ditiup dan kembang api dilemparkan ke langit-langit gelap, seorang perempuan tengah berusaha menghadirkan buah hatinya untuk melihat dunia.

Namanya Shani, berbekal semangat tak kunjung putus, dia mengejan dengan menggenggam erat tangan Gracia di sampingnya. Sesekali tangannya menjambak rambut Gracia untuk mengalihkan rasa sakitnya. Hingga akhirnya, tangisan yang membuat semua orang merekahkan senyumnya.

“Laki-laki, lahir dengan selamat.” Semua orang di ruangan bersorak bahagia.

Dokter dibantu dua perawat, mama Shani, Gracia hingga tokoh utamanya, Shani meneteskan air mata penuh kebahagiaan. Lahirnya bayi yang dinanti-nanti semua orang menjadi hadiah malam tahun baru paling istimewa sepanjang sejarah kehidupan.

“Selamat sayang, kamu hebat.” Gracia berbisik lirih ketika mama Shani tengah sibuk dengan cucu ketiganya.

Shani yang lemas hanya bisa menoleh dan tersenyum hangat, dia masih menggenggam tangan Gracia. Pemilik tangan itu mengangkat sedikit genggaman keduanya, lalu mencium dengan penuh perasaan.

“I love you,” katanya masih berbisik lirih.

“Kamu selalu tahu jawabannya.” Shani membalas tak kalah lirih.

Gracia POV

Sebulan setelah kelahiran Darwis, aku masih mendiami Jogja bersama dengan Shani dan Darwis. Kak Redha selesai masa rehabilitasi dan dinyatakan pulih dari narkoba, lalu menjenguk putra pertamanya. Dia menangis tersedu-sedu memeluk keluarga kecilnya, menyampaikan penyesalan terbesarnya. Shani seperti biasa, tidak marah namun tidak menampilkan perasaan apapun.

Orang tua Shani belum bisa menerima kembali kedatangan Kak Redha yang bagi mereka sangat terlambat. Alhasil, Shani masih belum dibolehkan pulang ke Jakarta bersama suaminya yang memang kelewat brengsek itu.

“Berjuang lagi, kamu tahu kalau kamu memang salah besar,” pesanku padanya ketika menaiki kereta kembali ke Jakarta.

“Jagain Shani sama Darwis ya.” Dia masih belum mengganti pesannya dari mulai Shani mengandung Darwis. Template.

Kini aku merangkap sebagai penyiar radio, meskipun masih masa-masa pelatihan. Sehari-hari bekerja sama dengan Kak Yanuar untuk pemotretan ketika ada pesanan. Hidupku menyenangkan hanya dengan seperti ini. Pagi bekerja hingga siang. Lalu sore menjenguk Darwis sekaligus kekasihku yang masih belum bisa diajak kencan keluar rumah. Lantas malam lanjut siaran. Menyenangkan sekali, sampai rasanya lupa tanah kelahiranku di Jakarta sana. Forget Jakarta bekerja untukku. Jogja terlalu nyaman, benar saja, ada Sesuatu di Jogja.

“Lagu terakhir untuk malam hari kamu, Close to You dari The Carpenters.”

Setelah menurunkan mixer pada mikrofon, aku bergegas membereskan barang-barangku. Malam ini, katanya pacarku sedang kangen berat. Ingin tidur bersama katanya.

Pintu kamarnya berderit setelah ketukanku. Aku memang selalu sopan santun, mengetuk dulu meskipun selalu dihadiahi kalimat, “Langsung buka aja Ge.”

Tampak disana, Shani tengah menyusui Darwis yang menutup matanya. Aku tersenyum, andaikata aku seorang laki-laki dan suaminya. Duh, padahal aku tahu, semua andaikata tidak ada yang baik. Aku langsung mendekat pelan, lalu mencium pipinya.

“Kangen banget?” godaku padanya yang menurunkan Darwis ke ranjang.

“Banget.” Dia melebarkan lengannya, minta dipeluk.

“Benerin dulu dong bajunya.” Aku menyeringai setelah melihat dua kancing atas kemejanya terbuka. Dia hanya menampilkan deretan giginya dan tertawa kecil.

Step CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang