Let's Break Up!

4.5K 393 62
                                    

Author POV

Tiga hari selang dari perjamuan perjodohan itu, Shani akhirnya memutuskan sikap. Mereka tidak bisa lagi berlindung dengan apapun. Redha turut memfasilitasi keduanya untuk menghadap orang tuanya. Bagaimanapun awalnya, mama papa Gracia enggan dan tidak sudi menemui mantan menantunya itu.

Shani menggendong Darwis dengan gemetar. Dia tidak mengira harus bertemu lagi dengan keperluan berbeda. Kali ini predikat 'menantu kesayangan' telah menyingkir jauh dari Shani. Dia bahkan menjadi orang yang haram melampaui rumah mama papa Gracia.

"Saya mau minta maaf dengan seluruh kejadian yang terjadi antara saya, Redha dan Gracia, Ma, Pa."

"Jangan panggil saya mama!" sergah Mama Gracia tegas.

Shani meneguk ludahnya, nyalinya menciut. "Kami, saya dan Gracia maksudnya, mau jujur tentang hubungan ini. Benar, jika perceraian kemarin ada sangkut pautnya dengan ini. Tapi semua telah didiskusikan matang. Sekarang saya m-mau minta izin, untuk hidup bersama Gracia." Lagi, Shani gemetar dengan ucapannya sendiri.

Tawa miris terdengar dari Mama Gracia. "Lihat Pa, kita beneran kecolongan cari menantu. Dia ternyata punya kelainan. Pantas aja kelihatan sempurna, tapi saya yakin pasti ada cacatnya. Ternyata ini nih.." cerca Mama Gracia.

Pak Harlan masih diam menyimak istrinya yang belum selesai mengomel. "Kamu masih waras kan? Tolong kalau ngomong dipikir dulu. Kamu sudah buat remuk hati anak saya. Pisahin anak dari bapaknya. Sekarang mau apa? Minta saya melepas anak gadis saya buat orang menjijikan seperti kamu dan nggak jelas masa depannya?!" hardiknya kesal.

Shani menahan air matanya tidak terjatuh. Dia tahu ini menjadi konsekuensi terberat dari hubungan ini. Jika langkah ini terlalui, setidaknya mengaku pada orang tuanya tidak sesulit ini. Pak Harlan masih menenangkan istrinya yang gagal meredam emosinya dan muak melihat perempuan yang menghancurkan mimpi anak laki-laki satu-satunya.

"Ma, semua yang terjadi antara aku dan Shani udah selesai. Sekarang mama hanya perlu menerima tentang mereka. Lagian ini hubungan timbal balik, kalau hanya sepihak dari Shani mana mungkin Gracia melangkah sejauh ini kan?" Redha ikut berkomentar.

"Kamu pelet semua anak saya? Kenapa anak saya tergila-gila sama kamu? Wanita rendahan seperti kamu. Saya mesti mengambil hak asuh cucu saya, karena dia nggak berhak bersama ibu yang buruk."

Gracia menarik nafasnya. "Ma. Pertama, ini bukan salah Shani. Kalau memang menurut mama ini kesalahan ya ini salah kita berdua. Aku dan Shani. Aku tahu nggak ada masa depan kalau terus sama dia, tapi biarin aku bahagia sama Shani ma," pinta Gracia.

"Gracia. Dengerin papa. Ini bukan masalah kebahagiaanmu saja. Tapi ini masalah yang kompleks. Mama kamu benar, hidup ini perlu adanya tujuan. Kalau kamu terusin hubungan terlarang ini, mau apa tujuannya? Nggak ada masa depan. Kamu perempuan dan papa yakin kamu mau kan punya anak? Memangnya pacar kamu itu bisa kasih kamu keturunan? Memangnya kamu yakin hidup sama dia bakalan bahagia dengan dengerin semua cemoohan dari tetangga dan bahaya hidup sebagai pasangan di Indonesia? Papa nggak papa kalau kamu yakin, tapi papa sendiri nggak yakin kamu bisa," jelas Pak Harlan sambil menatap tajam anak bungsunya.

Gracia sudah tak bisa menahan air matanya, pipinya sudah basah sejak papanya angkat bicara. Dia memeluk Shani, berusaha mencari ketenangan dari pacarnya yang gemetar hebat. Mereka layaknya pendosa yang siap dihakimi masa.

Redha akhirnya mengambil sikap, dia mau menyelesaikan masalah ini supaya tidak berlaurt-larut. "Gracia, kamu yakin bisa? Sejak awal kakak melepas Shani, kakak tahu kalian bakal berjuang untuk ini. Jadi sekarang jawab papa, kamu yakin mampu? Kamu siap sama semua risiko? Kakak udah berulang kali bilang, kamu udah dewasa dan nggak boleh gegabah mengambil keputusan."

Step CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang