40. Marah (2)

4.1K 544 66
                                    

Aku sedang kesal. Seijuro terlambat menjemputku, ia melupakanku di rumah yang sudah berias cantik dan malah mengadakan rapat di kantornya.

Suamiku berjanji menjemputku jam sepuluh siang untuk mengantarkanku belanja bulanan, tapi ia lupa dan otomatis mematikan handphonenya saat rapat itu.

Tiga jam kemudian Seijuro baru menelepon lagi dan memintaku untuk bersiap-siap kembali.

“Aku benar-benar lupa, [Name]” ucapnya dengan nada menyesal.

Kedua tangannya masih setia di atas roda kemudi, arah pandangannya terfokus pada jalanan di depan namun sesekali melirikku dengan khawatir.

Aku tidak menggubrisnya, pemandangan di balik kaca lebih menarik dari suamiku sendiri.

“Kamu marah?” tanyanya sambil menyetir dengan telaten.

Kurasakan pundakku disentuhnya dengan satu tangan, tapi aku berkelit seolah tidak suka sentuhannya.

“Jangan marah, Kamu pengen apa?”

Aku masih diam.

Seijuro mengentikan mobilnya di tepi jalan, ia menghela napas seolah bebannya tambah berat. Satu tangannya mencengkram kepalaku, tidak kasar tapi cukup kuat untuk memutarnya agar berhadapan dengan Seijuro, lalu kedua tangan besarnya menangkup kedua pipiku dengan lembut.

“Lihat aku, [Name]! Aku salah, jadi aku minta maaf.” ujarnya.

Aku terdiam.

“Sebagai tanda minta maafku, Kau boleh minta sesuatu”

Aku masih diam. Ekspresi wajah Seijuro sangat lembut dengan senyuman khas pangeran.

“Aku tanya sekali lagi. Sayang, Kau ingin sesuatu?”

Pertahananku mulai runtuh dan mulai memikirkan hal yang kuinginkan.

“Lipstik” seruku singkat.

“Berapa?”

“Dua”

“Dua toko? Oke, akan kubelikan!”

Hah?

.
.
.

.
.
.

Nikah? (Akashi Seijuro x Reader) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang