31• Terlihat

7.4K 926 44
                                    

[TIGAPULUH SATU]



ALUNAN lagu klasik yang berasal dari Green day dengan judul Wake Me Up When September Ends terdengar manis di tengah rasa sesak yang tengah gadis disebelah Derren ini alami.

Meski di awal, cowok itu belum juga paham dengan situasi yang tengah Nasya pikirkan, namun heningnya gadis itu perlahan berhasil mengusik ketenangannya.

Beruntung karna lampu jalanan yang semula berwarna hijau itu, berubah menjadi merah. Hal yang dapat Derren manfaatkan untuk mencuri-curi pandang ke arah Nasya.

Baru menyadari kalau ternyata, gadis itu tengah sibuk menundukan kepalanya sembari mengusap pergelangan tangan kemerahan miliknya.

"Rino?"

Dengan raut marah yang Derren tahan sebisa mungkin agar tak terlihat jelas, cowok itu menyuarakan rasa tak terimanya dengan satu kata.

Pertanyaan yang sempat menghilangkan lamunan Nasya dari ucapan yang baru saja seniornya itu lontarkan untuk dirinya, memilih untuk menutup kemerahan yang menghiasi pergelangannya agar Derren tidak melihat hal itu. Tak lupa dengan mengganti wajah sendunya dengan senyuman termanis yang dirinya miliki.

Hal yang seharusnya tak perlu Nasya lakukan, karna semakin gadis itu mencoba untuk menunjukan dirinya 'baik-baik saja', semakin yakin pula Derren kalau sosok disebelahnya itu sedang 'tidak baik-baik saja'.

Menahan amarah yang entah mengapa semakin naik kepermukaan dengan cara mencengkram kuat kemudi yang berada dihadapannya, berharap jika dirinya melakukan hal itu, emosi yang memberontak meminta dilampiaskan itu, dapat lenyap.

"Sakit banget?"

Jelas saja gadis itu menggeleng, "Enggak, kulit gue emang sensitif, kesentuh dikit merah."

Merasa alasan itu tidaklah masuk akal, sambaran pada pergelangan tangan kanan Nasyapun terlihat. Sambaran yang hanya berlangsung selama hitungan detik sehingga gadis itu tak sempat untuk menjauhkan diri dari jangkauan cowok itu.

Sehingga di akhir, Nasya hanya bisa pasrah kala cowok itu sibuk memperhatikan bekas kemerahan yang disebabkan oleh kuatnya cengkraman yang Rino berikan kepadanya.

Hanya dapat menundukan kepalanya dalam-dalam, bersiap untuk mendapatkan wejangan atas kebodohan yang dirinya lakukan karna tak berbuat apapun.

Namun siapa sangka, bukan sebuah omelan tak tersaring yang Nasya dapatkan, melainkan sebuah usapan lembut yang tiba-tiba terasa di permukaan kulitnya.

Menghadirkan tatapan terkejud dari arah gadis itu, berusaha untuk mengabadikan moment manis yang tengah cowok ketus itu lakukan padanya.

"Hafalin nomor gue," tak berhenti sampai disana, Derren kembali berucap, "Telfon kalo dia balik lagi."

Tak bisa untuk mengerjapkan matanya, hanya dapat menampilkan senyum manisnya atas pesan menggemaskan itu.

"Derren?"

Tanpa menoleh, cowok itu bergeming. Sibuk untuk menancapkan kembali gas dan kembali mengemudikan mobilnya dengan hanya menggunakan satu tangan. Sedangkan tangan lainnya tetap menggenggam pergelangan Nasya, seperti enggan untuk melepaskan.

"Nyadar gak, kalo lo sekarang udah sedikit berubah?"

"Berubah?" beo cowok itu, "Maksudnya?"

"Derren yang dulu tuh galak banget, ketus, terus kalo ngomong cuma sekata tapi nyakitin," curahan hati yang Nasya samarkan menjadi sebuah penjelasan atas pertanyaan Derren terucap.

Semenjana (END) / Sudah pindah ke aplikasi DREAME/INNOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang