[EMPAT PULUH]
"IBU Nindya dalam kondisi stabil, tubuhnya lemas karna beliau mengalami syok. Tapi setelah sadar, beliau akan merasa lebih baik."
Setelah meluangkan waktunya untuk memeriksa keadaan dari Ibunda Nasya, Dokter Fajar terdengar menyampaikan hasil yang di dapatkan dari pemeriksaannya.
Sementara Nasya yang kini sudah mulai merasa tenang, terlihat menarik selimut yang tengah Mamanya kenakan di dalam kamar tamu rumah Derren.
"Terimakasih banyak, Dok." ujar cowok itu sopan, "Dan terimakasih juga karna sudah menyempatkan waktunya untuk datang."
Dengan tersenyum ramah, Dokter Fajar sempat menepuk singkat bahu Derren, "Sama-sama, kabari saya bila terjadi apa-apa. Besok pagi saya akan kesini untuk melihat keadaan Ibu Sonya dan Ibu Nindya."
Tidak dengan Derren yang kini nampak mendengarkan serius ucapan Dokter berumur 50 tahunan itu, Nasya justru melamun. Memikirkan kejadian buruk apa yang baru saja dirinya alami.
Dan khusus untuk kali ini, ia paham kalau tak ada jalan keluar yang membuatnya dapat bersembunyi dari kenyataan. Terlebih Derren sudah melihat semua hal tentangnya, jadi berpura-pura bahwa dirinya tengah 'baik-baik saja', nampaknya tak akan berhasil.
"Gue anter Dokter Fajar ke depan dulu." sempat mengangguk singkat kala Derren berpesan, perhatian gadis itu kembali pada sosok pucat yang kini tengah terbaring lemah dengan selang infus yang terpasang.
Merutuki kebodohannya sendiri atas kelalaiannya dalam menjaga harta yang paling berharga miliknya.
Sekuat tenaga mencoba untuk menahan bendungan air mata yang hampir menetes, hingga pertahanan itu dirasa tidaklah membuahkan hasil.
Karna semakin dirinya berusaha untuk tak menangis, jutaan iblis terdengar membisikan mantra agar dirinya menjatuhkan air mata itu.
Dan sebelum hal tersebut benar-benar terjadi, Nasya lebih dahulu beranjak. Berjalan pergi meninggalkan kamar tamu ini dengan tangis yang pecah. Merasa kalau dirinya adalah manusia paling tidak beruntung di dunia.
Terlihat mengeluarkan segala jenis kekesalan yang selama ini dirinya tahan, tidak memperdulikan kehadiran Derren yang sudah kembali terlihat dihadapannya.
Memperhatikan bahu Nasya yang terguncang dengan kepala tertunduk. Meskipun gadis itu sekuat tenaga menutup mulutnya agar tangisnya tak terdengar oleh siapapun, Derren seakan mendengar jeritan kesakitan yang terpancar dari tubuh Nasya.
Dan hal itulah yang tanpa sadar berhasil untuk menggerakan kakinya agar mendekati Nasya. Berakhir dengan berdiri tepat dihadapan gadis itu sebelum tanpa bisa ditahan, kedua tangannya sudah lebih dahulu menarik gadis itu ke dalam pelukan.
Tak lupa dengan mengusap punggung serta puncak kepala Nasya singkat, berusaha mengirimkan segala jenis emosi positif yang dirinya miliki.
"Sekarang gue harus gimana?"
Dari sesegukan yang terdengar, Derren berhasil menangkap jelas pertanyaan yang seharusnya tak perlu gadis itu utarakan.
"Apanya yang gimana?" gantian Derren yang bertanya lembut.
"Nyokap gue, bokap gue, gue gimana?" respon Nasya dengan tangis yang semakin kencang, bahkan tubuh Derren yang kini bersentuhan dengan tubuh Nasyapun berhasil berguncang akibat tangis gadis itu.
"Gak usah gimana-gimana, diem aja disini," sembari menampilkan senyum kecilnya, usapan demi usapan lembut itu tetap dirinya berikan.
"Diem aja?" beo Nasya yang seketika membungkam tangisnya, berusaha untuk melepaskan pelukan itu agar dapat menatap manik indah dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semenjana (END) / Sudah pindah ke aplikasi DREAME/INNOVEL)
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Renasya Agnalia, mahasiswi semester 4 jurusan Fashion Design yang memiliki hobi: ✔️Merokok ✔️Clubb...