[LIMAPULUH SATU]
KONDISI gerimis ditengah perkumpulan para tamu dengan pakaian serba hitam, berhasil menghuni kediaman rumah mewah yang biasanya selalu dalam kondisi sepi ini. Tak lupa dengan ditemani isak tangis dan samar-samar suara doa yang dipanjatkan.
Dari mulai tetangga perkomplekan, teman sekolah, bahkan sampai Nindya beserta Eyang putrinya—yang sempat Nasya beri kabar sore tadi, turut hadir ke dalam rumah mewah bertingkat ini.
Dalam kegelapan malam, manik abu Nasya berhasil menangkap wajah murung itu ditengah ke-enam sahabatnya yang lain. Berkumpul di teras rumah Derren, menyambut tamu yang datang tak henti-henti.
Sesekali, gadis berambut terikat kuda itu terlihat mengusap punggung Derren, seakan memberitahu kalau cowok itu tak sendirian. Ada dirinya yang akan selalu menemani, sama seperti sahabat-sahabatnya yang lain.
Sampai tiba-tiba, seseorang yang tak pernah Derren harapkan kehadirannya itu muncul di pekarangan rumahnya. Sosok yang bahkan tak menjawab pesan serta telfonnya kala ia ingin memberitahukan kabar mengenai Sonya, Istrinya sendiri.
Tidak dengan ke-empat sahabatnya— yang ditemani dua orang wanita berparas cantik yang bahkan belum Nasya ketahui namanya itu, terlihat tak mengetahui apapun perihal perang dingin yang tercipta diantara keluarga Derren, Nasya nampak menatap khawatir ke arah sosok disebelahnya.
Berharap bahwa hari buruk ini, tidaklah lagi bertambah buruk karna kehadiran sang Ayah. Untuk itu, sebelum Derren sempat bangkit dari posisinya untuk menyambut 'tamu'nya, Nasya sempat menangkap tangan cowok itu.
Menghadirkan tatapan kilat dari arah Derren, dapat membaca ekspresi khawatir yang tengah gadis itu tunjukan.
"Cuman ngobrol, gue gak pa-pa." pesan cowok itu sembari mengusap singkat punggung tangan Nasya.
Hal yang mau tak mau gadis itu sambut dengan sebuah anggukan samar, mempercayai ucapan yang baru saja Derren sampaikan.
Hanya mampu memandangi punggung kokoh berselimut jas hitam yang berjalan mendekati Thomas. Tanpa membawa pelindung untuk menghalanginya dari tetesan gerimis, cowok itu dengan santainya melangkah.
Berakhir tepat dihadapan laki-laki berjas hitam itu, memandanginya tanpa ekspresi. Tak ada kehangatan seperti hubungan Ayah dan Anak pada umumnya.
"Papa minta maaf karna baru datang, pesawat Papa baru sampai satu jam lalu." tanpa dimintai penjelasan, Thomas sudah lebih dahulu memberikan alasan.
"Kamu baik-baik saja? Bagaimana dengan para tamu? Apa yang kamu sediakan untuk mereka?"
Sempat menunggu respon dari anak satu-satunya itu, Thomas terlihat meraih kedua bahu Derren. Mencengkramnya kuat seakan paham benar kesedihan yang anaknya itu rasakan.
"Papa tau, ini semua berat. Tapi kita harus terima kenyataan kalau Mama sudah tidak ada. Bukan cuma kamu yang sedih, Papa juga."
Hampir saja tergoda dengan ucapan manis itu, sebelum sosok yang tiba-tiba saja muncul dari dalam mobil yang tadi dinaiki Thomas, berhasil menggilakan pemikirannya.
"Mengapa anda merasa kehilangan disaat anda sudah memiliki wanita pengganti?"
Tanpa aba, kepala Thomas terputar. Mendapati 'pacar' yang entah keberapanya itu menampakkan dirinya dengan mengenakan sebuah dress merah dan kacamata hitam. Kehadiran yang membuat Thomas menggeram kesal.
Berusaha kembali pada sosok dihadapannya, "Derren, Papa-"
"Saya rasa hubungan ini harus dihentikan," dan kali ini, dengan segenap keyakinan yang ia miliki, Derren berkata mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semenjana (END) / Sudah pindah ke aplikasi DREAME/INNOVEL)
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA! BIASAKAN HARGAI KARYA ORANG DENGAN MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA PENULISNYA] [PLAGIAT AKAN MENDAPATKAN SANKSI, JADI HATI-HATI^^] Renasya Agnalia, mahasiswi semester 4 jurusan Fashion Design yang memiliki hobi: ✔️Merokok ✔️Clubb...